Part 4 - The sickest of being lonely

MOSHI-MOSHI 🤗

Aku rasa ini adalah update terpagi yang pernah kulakukan 😂

Happy Reading 💜

🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Chizuru tersenyum penuh arti ketika bisa melihat Luke melahap makan siangnya dengan tekun. Ada rasa senang ketika bisa melihat pria itu kembali, dan duduk berdampingan seperti sekarang. Rasanya sudah begitu lama, Chizuru tidak bisa sedekat ini dengan Luke.

Anak didiknya yang sudah berubah menjadi pria dewasa itu, tampak berbeda. Tubuhnya bertambah besar dan sangat tinggi. Belum lagi soal tato yang ada pada tubuhnya, dan gaya berpakaiannya yang seperti orang jahat. Entah kenapa Chizuru merasa bahwa Luke berubah drastis dari terakhir yang dilihatnya.

Luke yang ramah dan selalu tersenyum padanya. Dia yang selalu mengucapkan salam dan menanyakan kabar dengan ekspresinya yang riang. Dia yang selalu berceloteh apa saja setiap kali mereka bertemu. Bahkan, Luke seperti buku yang terbuka bagi Chizuru, karena pria itu tidak pernah memendam perasaannya. Ceria dan ekspresif, itulah Luke yang sebenarnya.

Tapi sekarang, Chizuru tidak menyukai sosok Luke yang pendiam, dan seperti ingin menjauhinya terus-terusan. Tutur katanya yang sopan dan gestur tubuhnya yang penuh hormat, membuat Chizuru merasa asing di mata Luke. Padahal, jika Luke merasa nyaman dengan seseorang, dia akan berbicara dengan bahasa yang santai, dan mengeluarkan lelucon yang konyol untuk di dengarnya. 

“Apakah kau ingin makananku, sensei?” tanya Luke sambil meliriknya dengan datar.


Chizuru mengerjap bingung dan menunduk untuk melihat, kalau ternyata, sedaritadi dia belum menyentuh makanannya. “A.. aku masih belum menyentuh makananku.”

“Kalau begitu, kenapa kau terlihat seperti ingin memakanku? Memangnya aku tampak lebih lezat dibandingkan pasta yang ada di hadapanmu?” tanya Luke dengan alis terangkat setengah.

Chizuru menekuk bibirnya dan menatap Luke dengan tidak suka. Dia hanya menilai Luke, tidak berminat untuk seperti yang dikatakan Luke barusan. Dasar jahil, batin Chizuru kesal.

“Maksudnya adalah Chi-Chan merindukanmu dan berusaha untuk mengenali dirimu yang tampak berbeda, Luke.” Ucap Satoru sambil mengunyah dan menatap keduanya dengan tatapan menilai.

“Eh?” Chizuru menoleh ke arah Satoru dengan cemas. “A…aku tidak berusaha untuk mengenalinya, karena aku sudah mengenalnya. Lagipula, aku tidak… merindukannya.”

“Betul sekali!” sahut Ayumi sinis. “Chi-Chan tidak akan mungkin merindukan dan berusaha untuk mengenali pria brengsek ini!”

“Heh? Siapa yang brengsek disini? Sudah jelas-jelas dia yang terus memelototiku sedari tadi!” desis Luke tajam sambil melempar tatapan membunuh ke arah Ayumi.

Chizuru menatap Luke dengan mata yang berkaca-kaca karena mendengar ucapan Luke yang begitu kasar. “Ja…jadi, kau mau bilang kalau aku adalah yang brengsek disini?”

Luke mengerjap bingung, dan Ayumi hanya memutar bola matanya dengan jengah. Satoru hendak bersuara, tapi sudah ditahan Ayumi untuk tidak ikut campur.

“Bukan seperti itu, sensei. Aku hanya tidak suka kalau… Ya Lord! Apakah kau menangis?” seru Luke panik, sambil menarik selembar tissue untuk mengusap sudut mata Chizuru yang mulai berair.

“Seumur hidupku, tidak ada yang berani berkata kasar padaku. Hanya kau saja yang seperti itu,” ucap Chizuru sambil mengambil alih tissue yang dipegang Luke. “Dan kau membuatku merasa gagal menjadi senseimu.”

Luke mengacak rambutnya sambil memejamkan matanya dengan frustrasi. Dia tidak membalas ucapan Chizuru dan kembali menekuni makan siangnya. Hanya Ayumi dan Satoru yang tampak menahan tawanya melihat sikap Luke saat ini.

“Kau juga mengabaikanku sekarang,” tambah Chizuru sambil melihat Luke dengan tatapannya yang sedih. “Kau bahkan tidak meminta maaf padaku.”

Chizuru bisa melihat Luke menoleh padanya dengan ekspresi bingung yang kentara. Dia tidak menyukai Luke yang bersikap semaunya tanpa mempedulikan perasaan orang lain. Karena Luke yang dikenalnya, bukanlah orang seperti itu.

Chizuru tersentak ketika Luke mengarahkan tubuhnya ke arahnya, sambil menatapnya dengan tajam. Luke menaruh satu tangannya di punggung kursi yang diduduki Chizuru, dan satu tangannya lagi di atas meja, sehingga posisi Chizuru terperangkap dalam tubuh besar Luke sekarang.

Dia menahan napasnya saat Luke mencondongkan wajahnya untuk melihatnya dari dekat. Ayumi sudah mulai bergeming untuk beranjak, tapi Satoru menahannya. Bahkan Chizuru seolah terbius dengan tatapan Luke yang berkilat tajam, sehingga dia tidak bisa mengalihkan tatapannya sedikitpun, meski Ayumi sudah berseru geram dari mejanya.

Chizuru dan Luke saling bertatapan selama sepersekian detik, dan hal itu membuat Chizuru bisa memperhatikan sepasang bola mata Luke yang berwarna coklat, hidungnya yang tinggi, dan bibir tipisnya yang kemerahan. Deg! Chizuru yakin kalau dia tidak pernah merasakan degup jantungnya yang bergemuruh asing, ketika berhadapan dengan Luke. Tapi kini…

“Apa kau sudah selesai melihat apa yang kau sukai, sensei?” tanya Luke sambil memberikan senyum setengahnya yang nakal.

Chizuru merengut cemberut dan mendorong kepala Luke agar menjauh darinya. “Dasar iseng!”

Luke tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya. Ayumi dan Satoru hanya memperhatikan keduanya dengan ekspresi yang beragam.

Chizuru meraih garpunya dan hendak menikmati makan siangnya, tapi belum sempat hal itu dilakukan, Luke kembali berulah.

“Kau memakai kemeja lengan panjang, sudah seharusnya kau menekuk kemejamu sampai selengan,” ujar Luke sambil menggulung kemejanya dengan cepat. “Kenapa sih harus memakai pakaian formal seperti ini? Kau kan hanya menikmati makan siang, bukannya mau melamar pekerjaan. Kalau seperti ini, kau tampak seperti tante-tante yang terlihat kampungan.”

“Apa katamu barusan?” seru Chizuru dengan nada tidak terima. “Aku memang lebih tua darimu, tapi aku bukan tante-tante yang kampungan!”

Luke mengangkat bahunya dengan santai. “Aku hanya memberikan perumpamaan, kenapa kau malah tersinggung? Daripada kemejamu kotor, seperti tidak tahu dirimu saja, yang selalu berantakan jika menikmati pasta.”

Chizuru terdiam saja. Meskipun Luke terlihat mengabaikannya, namun pria itu masih mengenalnya dengan baik. Cara makannya yang berantakan saja, masih diingatnya. Dan yeah, Chizuru memang tidak pintar dalam memakan makanan seperti ramen, pasta, dan mie. Bentuknya yang panjang, membuat Chizuru kesusahan dalam menarik atau menggigitnya, sehingga hal itu akan membuat pakaian yang dikenakannya menjadi kotor.

“Terima kasih,” ucap Chizuru akhirnya.

Dia pun mengarahkan garpunya pada pasta yang tersaji di depannya, memutar garpu itu untuk mengambil sejumlah pasta, dan melahapnya dengan susah payah. Chizuru tidak menyukai makanan seperti ini. Tapi dia tidak memiliki pilihan lain, daripada memilih pizza atau lasagna yang lebih tidak disukainya.

“Sehabis dari sini, apa yang akan kau lakukan, Luke? Apakah kau akan kembali bekerja atau menetap di sini selama mungkin?” tanya Satoru memulai pembicaraan.

Chizuru mengunyah makanannya sambil menoleh ke arah Luke, yang sedang membalas tatapan Satoru.

“Tentu saja kembali menjadi orang paling keren sejagat raya. Aku bukan orang yang tidak ada kerjaan. Pekerjaanku banyak dan aku termasuk orang yang cukup sibuk.” Jawab Luke dengan kesan sombong yang tampak di wajahnya.

“Memangnya apa sih pekerjaanmu? Tampang bodohmu itu tidak akan menjadikanmu keren, sekalipun kau adalah seorang pembunuh bayaran.” Cetus Ayumi tanpa beban.

“Ayumi, jaga ucapanmu.” Tegur Chizuru dengan alis terangkat menantang.

“Apa yang salah dengan ucapanku? Barusan aku mengatakan sebuah kenyataan,” balas Ayumi membela diri.

“Itu tidak sopan!” kembali Chizuru menegur dengan tegas.

“Ya, ya, ya, baiklah. Terserah kau saja,” sahut Ayumi sambil menggelengkan kepalanya dan kembali menekuni makan siangnya.

“Aku tidak masalah kalau Ayumi menghinaku, sensei. Percayalah, semakin kau dihina, maka dirimu akan semakin hebat. Hinaan, cacian, penolakan, dan semacamnya, sama sekali tidak berguna untukku.” Komentar Luke dengan santai.

Chizuru menatap Luke yang tampak tidak mempedulikan keadaan sekitarnya. Dia begitu nyaman dan penuh percaya diri, sangat berbeda dengan Luke yang dikenalnya dulu.

“Chi-chan! Kenapa kau menatapnya seperti itu?” tanya Ayumi sambil mendengus tidak suka. “Atau jangan-jangan kau mulai menyukainya?”

Chizuru tersentak mendengar tuduhan Ayumi barusan. “Jangan sembarangan bicara! Aku adalah wanita bersuami dan tidak akan main mata dengan pria lain! Apalagi dia adalah anak didikku!”

Hening. Tidak ada yang bersuara.

Chizuru menatap Ayumi dengan wajah berkerut kesal dan tidak terima, adik sepupunya itu memang terkadang keterlaluan. Ayumi akan mengeluarkan ucapan dengan sembarangan, tanpa mempedulikan perasaan orang lain. Kerap kali, Chizuru harus menegurnya, bahkan memarahinya jika Ayumi kembali berbuat ulah.

“Aku tidak sembarangan bicara,” ucap Ayumi kemudian. “Aku hanya berkata apa adanya dan bersikap seadanya.”

“Tapi tetap kau harus menjaga perasaan orang lain.” Balas Chizuru bersikeras.

“Untuk apa aku berbohong hanya untuk menjaga perasaan orang lain? Toh juga itu untuk kebaikannya sendiri. Maaf saja kalau aku bukan tipikal orang yang pura-pura baik, demi sebuah kebohongan.”

“Apa sih yang kau bicarakan? Aku hanya memintamu untuk menjaga perkataanmu. Jangan terlalu kasar dan sampaikan dengan tutur kata yang lebih lembut.”

“Seperti apa misalnya?”

“Seperti kau yang harus meminta maaf padanya atas ucapanmu yang terdengar tidak menyenangkan barusan.”

Ayumi tersenyum meremehkan. Dia semakin menatap Chizuru dengan hunusan tajam, dan seakan tidak ingin membiarkannya pergi ke manapun.

“Bagaimana kalau dimulai darimu lebih dulu?” tanya Ayumi dengan alis terangkat setengah.

Chizuru mengerjap bingung dan semakin tidak mengerti arah pembicaraan Ayumi saat ini.

“Apa maksudmu, Ayumi?” tanya Chizuru heran.

“Maksudku adalah kau yang meminta maaf padaku lebih dulu, karena sudah meragukan kejujuran dariku soal Hideaki-san yang sudah mati, dan tetap memilih menjadi orang bodoh untuk menunggunya selama satu dekade ini.”

Deg! Chizuru terkesiap mendengar ucapan Ayumi yang begitu menyakitkan. Dadanya terasa nyeri dan hatinya seperti teriris, perasaannya pun begitu rapuh setiap kali diingatkan akan hal yang mustahil seperti itu. Baginya, Hideaki akan kembali. Apapun yang terjadi, dia pasti akan kembali, karena dia sudah berjanji.

Sumpah pernikahannya waktu itu, tatapan penuh cintanya, cincin pernikahan yang masih melingkar indah di jari manis Chizuru, dan ciuman pertamanya ketika mereka resmi menjadi suami istri, adalah hal yang terindah dalam hidupnya. Hideaki berjanji bahwa dia akan segera kembali, setelah pekerjaannya selesai. Dan Chizuru percaya padanya. Sangat percaya padanya.

Sensei, apa kau baik-baik saja?”

“Chi-chan, jangan dengarkan Ayumi. Dia…”

Chizuru mengabaikan pertanyaan Luke dan ucapan Satoru yang terlempar kepadanya. Dia segera beranjak dari kursinya, meraih tasnya, dan pergi meninggalkan mereka.

Dia ingin pergi dari sekumpulan orang-orang yang terus menyerukan kematian Hideaki. Dia tidak percaya mereka. Dia hanya mempercayai Hideaki saja, karena pria itu tidak pernah berbohong padanya.

Chizuru pun berlari sekuat tenaga, dan sekencang yang dia mampu. Dia tidak mempedulikan kerumunan orang yang berlalu lalang dan menghalangi jalannya. Dia mulai terisak pelan sambil terus berlari tanpa tujuan.

Sampai pada akhirnya, Chizuru menginjak di aspal yang tidak rata, dan dia merasa bahwa dirinya akan jatuh tersungkur ke depan, karena kakinya terkilir akibat heels yang dikenakannya. Tapi ada sebuah tangan yang mencengkeram lengannya dengan erat, dan menarik Chizuru ke belakang sehingga dia tidak jadi terjatuh.

Dia memejamkan matanya sambil memekik pelan, lalu dia merasa tubuhnya membentur sebuah tubuh besar dan keras sekarang. Kini, dia berada dalam pelukan seseorang dengan rengkuhan yang erat di pinggangnya. 

“Sudah kubilang berapa kali untuk jangan berlari dengan posisi tangan dan kaki yang mengayun bersamaan? Apa kau tidak tahu kalau aku hampir mendapat serangan jantung, jika kau terjatuh gara-gara heels sialanmu itu?” sewot Luke yang tahu-tahu sudah mendekap Chizuru dalam pelukannya.

Chizuru mengerjap sedih sambil mendongak untuk menatap Luke. Dia bisa melihat Luke yang menatapnya dengan ekspresi kesal dan cemas di saat yang bersamaan.

“K…kau? Kenapa kau bisa ada di sini?” tanya Chizuru sedih.

“Karena aku tidak bisa membiarkanmu berlari sendirian sambil menangis seperti itu. Bagaimana jika ada orang jahat yang ingin menjahatimu, seperti yang sudah-sudah?” balas Luke tanpa ekspresi.

Nyatanya, ucapan Luke malah membuat perasaan Chizuru semakin sedih, dan dia mulai kembali terisak. Di saat dia merasa kesepian, dia menunggu kepulangan Hideaki yang tak kunjung datang. Di sisi lain, dia juga mengharapkan kehadiran seseorang yang sangat dirindukannya, yaitu Shinichi Kuga. Anak didiknya yang usil dan selalu berusaha membuatnya tertawa itu, membuatnya merasakan rindu yang begitu berat.

“Kenapa kau menangis? Jangan sedih. Jangan dengarkan ocehan Ayumi yang bodoh itu!” ucap Luke sambil mengusap pipi Chizuru yang basah.

“Ja.. jangan meninggalkanku sendirian,” ujar Chizuru dengan suara gemetar.

“Heh?”

Chizuru mencengkeram sisi jaket kulit yang dikenakan Luke dengan erat, dan menatap Luke dengan tatapan memohon.

“Mereka semua jahat padaku, dan mengatakan hal yang menyakitkan. Mereka selalu bilang kalau Hideaki-kun tidak akan pulang. Mereka juga bilang kalau kau membenciku, makanya tidak pernah kembali kesini,” tambah Chizuru dengan pilu.

Luke terdiam dan menatap Chizuru dengan ekspresi yang tidak terbaca. Dia membiarkan Chizuru menangis terisak di depannya, dan sama sekali tidak berniat untuk menyela perkataannya.

“Aku sudah kehilangan orang yang sangat kukasihi, dan aku sedih.” Ucap Chizuru sambil menangis tergugu. “Aku berusaha menjadi orang baik selama ini, tapi kenapa aku harus mengalami kesedihan seperti ini? Apa salahku, Luke? Apakah aku memang jahat padamu? Jika ya, maafkan aku.”

HUWAAAAAAA, isak tangis Chizuru terdengar begitu kencang layaknya seorang anak kecil yang sedang menangis.

Dia merasa kesepian dan hidup sendirian tanpa ada seorang pun yang mengerti akan perasaannya. Dia hanya ingin bahagia, itu saja. Dia selalu tersenyum dan membantu orang lain semampunya, agar bisa memberikan sukacita bagi semua orang. Dia berusaha mencari jalan keluar, akan tetapi selalu saja mendapatkan jalan buntu dalam kehidupannya.

Semua keluarganya pun seolah meninggalkannya, dan hanya Ayumi seorang yang selalu datang mengunjunginya. Dia tidak suka merasa sendirian dan membenci rasa sepi yang selalu datang menghantuinya, jika malam itu tiba.

Chizuru tersentak ketika Luke mendekatinya, lalu memberikannya sebuah pelukan yang begitu erat. Tubuhnya yang jangkung, membuatnya harus membungkuk untuk mengeratkan pelukan, sambil mengusap pucuk kepala Chizuru dengan lembut. Hal itu memicu isak tangis Chizuru semakin menjadi.

“Menangislah jika kau masih ingin menangis, Chizuru. Hal itu kau lakukan bukan berarti kau lemah, tapi karena kau sudah berusaha untuk menjadi kuat selama ini, sehingga sudah waktunya untuk kau merasa lelah,” ucap Luke dengan nada yang begitu dalam.

“Jika kau sudah lelah menangis, maka hapus air matamu dan angkat kepalamu tinggi-tinggi. Masih banyak hal yang bisa kau lakukan, selain meratapi kehidupanmu. Tanpa kau sadari, ada orang yang selalu membutuhkan senyumanmu untuk tetap berdiri teguh, hanya untuk memastikan bahwa kau masih berpijak di bumi yang sama dengan dirinya.” Tambahnya pelan dan kemudian, mengecup ringan di atas kepala Chizuru.

Chizuru memejamkan matanya sambil menggigit bibir bawahnya untuk menahan isakan tangisnya yang semakin menjadi. Dia melingkari pinggang Luke dengan kedua tangannya, dan meluapkan seluruh kesedihannya di situ.

“Jangan tinggalkan aku, Luke. Jika boleh, temani aku sebentar saja,” ucap Chizuru sambil terisak. “Aku tidak punya…,”

“Aku akan berada di sini, selama kau membutuhkanku, Chizuru.” Sela Luke cepat sambil mengeratkan pelukan mereka. “Aku akan memastikan kau sudah mendapatkan keceriaanmu, dan merasa bahagia seperti semula, sebelum aku kembali ke tempatku.”

Seperti yang biasa Luke lakukan padanya, Chizuru merasakan kelegaan yang menyeruak dalam dadanya, dan rasa aman yang seolah melindunginya saat ini. Dia tahu bahwa Luke yang dikenalinya masih sama seperti dulu, hanya saja ada beberapa hal yang berubah darinya.

Seperti seorang malaikat Tuhan yang turun dari sorga untuk memberikan pertolongan bagi umatNya, demikianlah Luke yang datang untuk memberinya penghiburan, dalam kehidupan Chizuru yang sudah hancur.


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Ending dari part ini, sudah menjadi imajinasiku sedari awal.
Komik banget yah hahahahaha

Aku seneng kalo ada adegan cewek hampir jatuh, terus ditangkep sama cowoknya 🙈

Sambil nulis, sambil histeris sendiri.
Positif sengklek nih aku 🤣





20.03.10 (06.02 AM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top