Part 3 - The hiding truth
Jujur aja kalo aku lagi males nulis dan lagi seneng baca 😅
Kurang berapi-api dan cuma bisa pantengin visual.
Ide numpuk tapi mager banget.
Jadi, aku maunya tulis yang bikin aku seneng aja.
Jangan heran kalo nanti bakalan random.
Keknya seminggu depan bakalan khusus extra part untuk petinggi.
Khususnya Noel 💜
Kenapa Noel? Karena cuma beliau yang belum ada extra partnya.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Untuk membunuh kebosanannya sepanjang hari ini, Luke bahkan berniat untuk berjalan-jalan mengelilingi sebuah toko buku. Hal itu tidak pernah dilakukannya sama sekali mengingat dia sangat anti membaca buku. Baru halaman pertama saja, Luke sudah mengantuk.
Alasan Luke malas membaca itu sederhana. Hampir seumur hidupnya, dihabiskan untuk belajar dan bersekolah. Tidak usah dikatakan lagi bagaimana dulu Luke giat belajar, tapi malah mendapatkan pekerjaan yang jauh dari hitungan matematika ataupun bahasa. Pelajaran agama rasanya terabaikan dan pendidikan moral pun tidak berguna sama sekali.
Dengan kata lain, lamanya Luke belajar hanyalah membuang waktu. Dia sendiri heran kenapa bisa berniat untuk mampir ke toko buku yang tidak jauh dari rumahnya.
Orangtuanya sudah berangkat ke Hokkaido dan dia sudah menjalankan tugasnya untuk menjaga Mariko Obaa-San selama setengah hari. Kini dia berniat untuk mencari makan siang, tapi malah berakhir ke toko buku untuk melihat-lihat dan membuka buku-buku yang kurang menarik.
"Shinichi?"
Sebuah sapaan dengan nada kaget terdengar dari balik bahunya, spontan Luke menoleh dan menatap seorang pria dengan wajah familiar. Dengan potongan rambut yang menyebalkan dan tato yang sok keren itu, Luke hanya memberikan ekspresi tengil andalannya.
"Jangan memanggilku seperti itu, Satoru." tegur Luke langsung.
"Namamu memang Shinichi. Jangan sok kebarat-baratan," balas Satoru dengan kekehan geli.
Satoru Tachibana, pria itu adalah teman SMUnya dan selalu mengekorinya kemanapun Luke pergi. Bahkan dengan tidak tahu malunya, pria itu selalu mengaku-ngaku sebagai sahabatnya. Katanya biar kepintarannya tertular padahal itu hanya omong kosong belaka.
"Pergilah. Jangan menggangguku." Usir Luke ketus.
"Wah ternyata sikap sombongmu itu tidak hilang-hilang yah," celetuk seseorang yang datang dari arah belakang Satoru.
Luke langsung berdecak malas ketika bisa melihat Ayumi Hasegawa muncul disitu. Wanita itu adalah teman SMUnya juga yang kini sudah menikah dengan Satoru. Keduanya bersahabat dan berakhir menjadi teman hidup, mereka baru menikah sekitar beberapa bulan yang lalu.
Dari nama belakangnya, Ayumi adalah adik sepupu dari Chizuru Hasegawa. Lucunya, dulu Chizuru sempat menjodohkan Luke dengan Ayumi dimana keduanya menolak mentah-mentah. Karena Luke tidak menyukai Ayumi yang kasar dan keras kepala, sangat berbeda dengan Chizuru.
"Kenapa sih aku bisa bertemu dengan kalian berdua?" sewot Luke dengan sinis.
"Orang macam apa yang bertemu kawan lama di tempat umum, tapi malah sewot sepertimu? Dasar teman tidak tahu diri!" tukas Satoru kesal.
"Memangnya aku harus bagaimana? Bergembira melihatmu dan berpelukan setelahnya? Oh please.." sahut Luke jengah.
"Biarkan saja dan maklumi dia, Satoru. Mungkin dia malu karena dia masih saja sendirian, sedangkan kita sudah menikah." Cibir Ayumi sambil memandang Luke dengan tatapan merendahkan.
Luke berdecak. "Tidak usah bawa-bawa status disini! Kalian yang sudah seperti tom & jerry saja mau menyombongi pernikahan pencitraan kalian. Sok saling menolak, tidak tahunya malah kepincut juga. Padahal sebelumnya aku dicurhati kalian satu sama lain soal benci, tidak sudi, amit-amit, dan blablabla lainnya setahun yang lalu. Lihat sekarang, siapa yang tidak tahu malu?"
"Sebagai seorang sahabat, sudah seharusnya mendengarkan curahan isi hati kami, Luke." Balas Satoru sambil terkekeh.
"Sebagai seorang sahabat dari pria ini, sudah seharusnya kau tahu banyak dan menyampaikan keluh kesahku padanya." Ujar Ayumi enteng.
Inilah yang dihindari Luke jika bertemu dengan kedua orang aneh itu. Sama-sama tidak tahu diri dan Luke merasa sial harus berpapasan dengan mereka.
"Terserah kalian, aku malas menanggapi." Celetuk Luke sambil meletakkan buku yang tadi diambilnya lalu bergerak untuk keluar dari situ.
Satoru dan Ayumi malah mengikutinya keluar dari toko buku, lalu entah bagaimana ceritanya mereka bertiga malah berjalan berdampingan. See? Kedua orang itu benar-benar tidak tahu malu.
"Jadi, kita mau kemana?" tanya Satoru senang.
"Kita tidak akan kemana-mana. Kalian berdua pergi saja kemanapun kalian inginkan, aku ingin pergi makan siang." Jawab Luke tegas.
"Baiklah. Kalau begitu, bagaimana kalau kita pergi ke restoran Italia yang baru buka sebulan yang lalu? Banyak yang merekomendasikan Tuna Pizza yang menggiurkan," sahut Satoru mantap.
Luke hanya menggelengkan kepala melihat temannya yang benar-benar tidak tahu diri itu. Satoru tetap saja merangkul bahunya dengan santai saat Luke berjalan mendahuluinya. Di belakangnya, ada Ayumi yang mengikuti sambil menggerutu kesal.
"Kulihat kau sudah berubah. Selain bertambah tinggi, kau pun bertato. Apa yang kau lakukan di luaran sana? Apakah kau menjadi kepala preman atau menjadi bodyguard seperti ayahmu?" tanya Satoru bertubi-tubi sambil membukakan pintu kaca untuk Luke masuk ke dalam sebuah restoran.
"Dia tidak mungkin bisa sekeren ayahnya, Satoru. Orang angkuh dan tengil seperti dirinya hanya pantas duduk di belakang meja, seperti manajer keuangan atau manajer personalia." Celetuk Ayumi yang berjalan mendahului mereka untuk menuju ke sebuah meja kosong.
"Asal kau tahu saja, aku jauh lebih keren dari ayahku." Ucap Luke tengil.
"Maklumi saja dia, kau tahu sendiri kalau Ayumi memang memiliki mulut yang pedas." Bisik Satoru pelan.
"Tapi kau masih bisa menyukainya sampai menikahinya," cibir Luke jijik.
Satoru terkekeh pelan. "Karena aku bisa memanfaatkan mulut pedasnya untuk hal yang lain."
Ewww... menjijikkan, pikir Luke sambil meringis. Dia tidak bisa membayangkan Ayumi yang kerap kali bertingkah kasar dan semaunya, mengeluarkan ucapan yang menyakitkan, dan tidak pernah peduli dengan keadaan sekitarnya, bisa ditaklukkan oleh Satoru yang ceroboh dan konyol. Keduanya adalah pasangan teraneh yang dia kenal, selain Shin dan Nayla.
"Jadi, bagaimana kabarmu? Tumben sekali kau masih disini padahal Thanksgiving adalah kemarin. Biasanya kau akan langsung angkat kaki dari sini untuk pergi bekerja," tanya Satoru ketika mereka sudah duduk di kursi masing-masing.
Luke duduk di hadapan pasangan aneh itu tanpa ekspresi. Sama sekali tidak menginginkan adanya pertemuan dengan teman lama. Dia malas bergaul dengan orang awam, karena dia sudah terlalu nyaman bergaul dengan orang-orang pilihan para petinggi. Karena ketiga temannya yang lain cukup serius sehingga Luke memiliki niat untuk mengerjai mereka. Itu yang membuatnya merasa betah bekerja di lapangan.
Tapi jika bersama dengan Satoru dan Ayumi? Ckck! Luke tidak merasakan adanya kesenangan disitu. Mereka ibarat orang yang datang dari masa lalu untuk membuatnya teringat kembali akan semua hal yang ingin dilupakannya.
"Aku ditugaskan untuk mengawasi Obaa-San selama seminggu disini." Jawab Luke seadanya.
Ayumi mengangkat tangannya ke arah pelayan untuk memesan makanan. Wanita itu menerima buku menu dari pelayan dan langsung menyebutkan beberapa menu agar pelayan itu mencatat pesanannya.
"Untuk apa kau memesan sebanyak itu?" tanya Satoru dengan alis berkerut.
Ayumi menoleh ke arah Satoru sambil menunjuk Luke tanpa beban. "Menyambut kepulangan teman baikmu, kita harus memesan makanan yang enak dan banyak."
"Tapi mahal," bisik Satoru pelan.
"Tidak apa-apa," balas Ayumi sambil mengarahkan tangannya dengan malas-malasan. "Kita yang memesan makanan tapi Shinichi yang membayar."
Luke mendengus. "Jika kau memanggilku dengan nama itu lagi, aku akan meninggalkan tempat ini sekarang juga."
Ayumi menatap Luke heran. "Memangnya kalau namamu bukan Shinichi, lalu apa? Aku bahkan tidak tahu namamu yang lain."
"Luke," ucap Satoru memberitahu. "Namanya adalah Luke Wilson sekarang."
Ayumi hanya ber-oh ria sambil menatap Luke dengan tatapan naik turun. "Tetap saja dengan berganti nama, kau tidak bisa mendapatkan Chizu-Chan."
Satoru menahan nafasnya sambil melirik Luke dengan gelisah, sementara yang dilirik hanya menatap Ayumi dengan datar. Tidak ada yang perlu ditanggapi, jika yang berbicara adalah Ayumi. Dia tahu jelas kalau sedari dulu Ayumi tidak pernah menyukainya. Luke pun demikian. Hanya Satoru saja yang menjadi orang bodohnya disini, karena menyukai wanita yang tidak berakhlak.
"Jangan berkata seperti itu, Ayumi," tegur Satoru pelan.
Ayumi mengabaikan teguran itu sambil menyerahkan buku menu dan menyuruh pelayan itu segera membuatkan pesanan mereka, "Aku hanya mengatakan yang benar saja. Pada dasarnya, pria yang duduk di depan kita adalah pria bodoh. Sampai kapanpun, dia tidak akan mendapatkan Chizu-Chan, jika dia tetap mempertahankan kebodohannya."
"Ayumi..."
Luke mengarahkan tangannya ke arah Satoru agar pria itu diam. Kini tatapan tengilnya tertuju ke arah Ayumi dengan santai. "Memangnya definisi tentang kepintaran versi dirimu yang maha benar itu apa?"
Ayumi mencibir dirinya dengan bibir yang menekuk. "Dengarkan orang lain, cari tahu tentang kebenaran, dan pahami penjelasan setelahnya."
"Apa yang harus kucari tahu disini?" tanya Luke kemudian.
"Mencari tahu kenapa ada pria yang bernama Shinichi Kuga, mengganti namanya dengan kebarat-baratan yang tidak jelas itu. Lalu bersikap seolah dia adalah orang lain yang tidak mengenal temannya sendiri." Jawab Ayumi berapi-api.
Apa sih masalahnya? Pikir Luke heran. Dia tidak mengerti kenapa Ayumi begitu kesal padanya sekarang. Seingatnya, Luke tidak pernah mencari masalah padanya. Sama sekali tidak. Kecuali...
"Apa kau masih kesal padaku karena aku sempat menyukai sepupumu?" tanya Luke langsung.
Ayumi merengut dan menatap Luke sebal. "Yang aku kesalkan bukan itu!"
"Lalu apa?"
"Karena kau tidak berusaha dengan keras untuk mendapatkannya."
Luke tertegun. Dia masih tidak percaya dengan ucapan Ayumi barusan. Sepertinya tidak bertemu cukup lama bisa membuat tingkat kewarasan orang menipis. Ayumi yang membencinya dan kesal padanya sejak dulu, kini memberikan alasannya yang sangat konyol.
"Maksudmu kau ingin aku merebut istri orang?" tanya Luke dengan alis yang semakin berkerut.
"Istri siapa?" tanya Satoru bingung.
Luke beralih menatap Satoru dengan ekspresi yang lebih heran. "Apakah itu adalah pertanyaan?"
Satoru mengangguk dan Luke langsung memutar bola matanya dengan jengah.
"Kau benar-benar sudah memiliki kebodohan akut yang membuatku merasa terhina, karena harus memiliki teman sepertimu. Memangnya kau tidak tahu sepupu dari istrimu sendiri?" celetuk Luke gemas.
Satoru kembali mengangguk. "Tentu saja aku tahu karena sepupu Ayumi hanya satu, dan itu Chizuru."
"Chizuru kan sudah menikah," celetuk Luke dan dijawab sebuah anggukan dari Satoru.
"Lalu apalagi yang harus kulakukan? Aku memang menyukainya, bahkan mencintainya. Tapi dia memilih untuk menikah dengan kekasihnya yang tidak keren itu," ucap Luke sambil kembali menatap Ayumi.
"Mereka memang sudah menikah," ujar Ayumi membenarkan dengan mimik wajah yang sangat tenang.
Luke mendengus dan membuang wajahnya ke arah lain karena tidak suka mendengar ucapan Ayumi. Dia sama sekali tidak mengerti maksud dari Ayumi yang mengatakan dirinya kurang berusaha keras.
"Itu tidak bisa dibilang menikah," timpal Satoru dengan nada tidak setuju. "Baru mengucapkan janji pernikahan saja, Hideaki-san harus pergi karena ada urusan mendadak."
Luke mengerjap dan terdiam selama beberapa saat mendengar ucapan Satoru barusan. Baru menikah dan langsung ditinggal pergi. Ya Lord... memangnya ada yang seperti itu?
"Lalu?" tanya Luke.
"Lalu Hideaki-san tidak pulang-pulang sampai sekarang." Jawab Ayumi sambil mengangkat alisnya tinggi-tinggi.
Deg! Luke tercengang dan menatap Ayumi tidak percaya. Dia menoleh ke arah Satoru yang kini tampak serius dan terdiam saja. Ketiganya terdiam dengan ekspresi beragam. Luke yang kebingungan, Ayumi yang terlihat geram, dan Satoru yang meringis.
"Kenapa suaminya tidak pulang? Apakah dia berselingkuh atau memiliki kekasih lain?" tanya Luke lagi.
"Kenapa kau malah terdengar seperti drama, Luke? Hideaki-san bukan orang yang seperti itu," balas Satoru dengan alis terangkat setengah.
"Lalu kenapa dia tidak pulang?" tanya Luke bersikeras.
Satoru melirik cemas ke arah Ayumi yang masih menatap Luke dengan geram. Wanita itu menghela nafas sambil membuang tatapannya ke arah jendela. Dia tampak memperhatikan sesuatu di sudut ruangan restoran selama beberapa saat, lalu kembali menatap Luke dengan tajam.
"Karena Hideaki-san sudah meninggal di medan peperangan, tapi Chizu-chan menolak untuk menerima kabar kematian itu dengan terus mengharapkan kepulangannya di tanggal 15 di setiap bulannya." Jawab Ayumi yang membuat nafas Luke terasa sesak.
Jawaban Ayumi spontan membuat kepala Luke terasa pening. Dia menangkup kepalanya sambil berpikir keras untuk apa yang dialami Chizuru ketika dirinya tidak ada. Wanita berhati lembut dan sangat polos itu sudah pasti akan menangis setiap hari, dia pasti akan memakan roti sandwich yang berisikan mustard yang banyak sampai perutnya melilit, dia pasti akan menangis di tengah jalan jika sedang sendirian, dan dia pasti akan menenangkan dirinya untuk menanam sesuatu agar bisa melupakan kegundahannya.
Luke pikir kalau selama dirinya tidak ada, dia sudah meninggalkan Chizuru dalam kebahagiaannya sendiri. Tapi sekarang? Sepuluh tahun dia menolak untuk berada di kota kelahirannya itu, seakan membuat keputusannya untuk tidak berlama-lama disitu menjadi menyesal. Tapi kenapa orangtuanya tidak memberitahukannya tentang itu?
Luke semakin bertanya-tanya dalam hati apa yang salah dengan dirinya, sampai orangtuanya saja enggan memberitahukannya tentang hal ini. Tentu saja bodoh, rutuk Luke dalam hati. Tentu saja mereka tidak mau memberitahukannya karena Luke yang selalu menghindar dan mengubah topik pembicaraan tentang Chizuru.
Dia mendadak seperti anak remaja yang marah karena tidak mendapatkan keinginannya dan bersikap layaknya anak kecil yang enggan untuk kembali menginginkan hal yang pernah disukainya. Sial! Ini membuat Luke merasakan kesedihan dan simpati yang begitu dalam untuk Chizuru.
"Ayumi-chan! Satoru-kun! Maaf aku terlambat. Tadi aku baru saja membeli beberapa bahan untuk makan malam nanti, dan... Oh, Shinichi-kun! Kau juga disini rupanya."
Sebuah suara yang terdengar riang dan begitu ramah berada tepat di balik bahunya. Luke pun menoleh dan mendapati senyuman hangat dari Chizuru yang tampak begitu lembut seperti biasanya. Siapa sangka jika wanita berparas cantik yang begitu mungil dan mempesona itu, menyimpan duka yang amat dalam untuk di pendamnya sendirian?
Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat, dan selama itulah Chizuru mengharapkan kepulangan suaminya yang mustahil. Sepuluh tahun itu juga, Luke berusaha melupakan wanita yang sudah menjadi cinta pertamanya dan memusuhinya secara sepihak. Dia merasa bahwa apa yang dikatakan Chizuru ada benarnya, bahwa dirinya masih muda dan hanya mengaguminya, bukan cinta.
Chizuru terlihat tidak nyaman karena diperhatikan oleh ketiga orang yang sedang duduk di meja itu. Dia tampak merasa bersalah dan membungkuk pelan seolah meminta maaf kepada ketiganya.
"Maaf kalau aku terlambat. Aku tidak sengaja," ucap Chizuru dengan tidak enak hati lalu menegakkan tubuhnya. "Sebagai gantinya, nanti malam aku akan buatkan makan malam untuk kalian."
"Benarkah?" Satoru yang menjadi orang pertama untuk memberikan respon tawaran itu.
"Benar," jawab Chizuru hangat lalu menoleh pada Luke dengan ramah. "Kau juga boleh ikut, jika kau mau. Tidak usah takut akan menjadi omongan tetangga, kita akan berempat nanti."
"Apa maksudmu, Chizu-chan?" tanya Ayumi dengan suara melengking. "Memangnya dia pernah ke rumahmu dan hanya kalian berdua? Kapan? Jam berapa? Dan apa yang dia lakukan?"
Luke hanya mendengus dan melirik sinis ke arah Ayumi yang tampak menjengkelkan. "Jika kau bukan wanita, aku ingin sekali merobek mulut sialanmu itu!"
"Jika kau macam-macam dengan sepupuku, aku akan memotong penis kecilmu itu!", seru Ayumi tidak mau kalah.
"Kenapa kau tahu kalau penis Luke itu kecil? Apa kau pernah mengintipnya saat dia kencing? Atau kau pernah tidur dengannya?" tanya Satoru dengan wajah tidak terima.
Ayumi melotot galak ke arah Satoru. "Memangnya kau pikir aku sudi tidur dengannya? Aku sudah pasti akan menjadi buta jika mengintipnya!"
"Penisku tidak kecil! Jika kau ingin melihat, aku bersedia menunjukkan keperkasaanku padamu. Perlu kau tahu kalau milikku jauh lebih besar dan lebih panjang daripada milik Satoru yang panjangnya tidak seberapa itu," cetus Luke sombong.
"Hey! Kenapa kau menghinaku?" seru Satoru tidak terima.
"Itu kenyataan," balas Luke sambil mengangkat bahunya dengan cuek,
"Aku tidak sudi melihatmu!" sahut Ayumi jijik.
BUK! BUK! BUK!
"AWWWW!!" pekik Luke, Satoru, dan Ayumi secara bersamaan sambil menangkup kepala masing-masing.
Mereka bertiga sama-sama mendesis ke arah Chizuru yang tampak berang melihat ketiganya. Dengan sebuah majalah yang digulung olehnya, Chizuru memukul ketiganya dengan keras. Kini wanita itu menaruh majalah itu di meja lalu bertolak pinggang sambil menatap ketiganya secara bergantian.
"Kalian sudah besar tapi masih belum bisa menjaga perkataan kalian! Itu sangat tidak sopan!" omel Chizuru sambil melotot. Dia tampak seperti seorang ibu yang sedang mencereweti ketiga anaknya yang sedang nakal.
"Tegakkan tubuh kalian dan duduk yang benar. Jika aku mendengar ucapan tidak senonoh keluar lagi dari mulut kalian, maka kalian tidak diperbolehkan makan!" perintah Chizuru dengan tegas.
Herannya, ketiganya menuruti perintah Chizuru tanpa protes. Luke menegakkan tubuhnya dan membetulkan posisi duduknya yang tadi selonjoran. Chizuru menempati kursi kosong yang ada di sebelahnya dan masih memberikan ekspresi tegasnya sambil melipat tangannya di atas meja.
Tapi ketegasannya itu tidak bertahan lama. Karena sedetik kemudian, Chizuru terkekeh geli melihat ketiganya sambil menautkan rambutnya ke belakang telinga.
"Aku senang kalau melihat kalian masih menurut padaku. Itu menandakan bahwa murid-muridku masih tahu bagaimana caranya menghormati senseinya. Terima kasih sudah membuatku bangga menjadi guru kalian." Ujar Chizuru dengan bangga.
Luke hanya memejamkan matanya dan menghela nafas lelah mendengar ucapan Chizuru barusan. Ayumi dan Satoru pun demikian. Dan seperti yang sudah-sudah, ketiganya tidak memberikan respon dan membiarkan Chizuru menikmati rasa bangganya itu. Mau bagaimana lagi? Dia yang menjadi tertua disini.
Karena mengganggu wanita dewasa yang mudah sensitif dan suka menangis seperti Chizuru adalah hal yang tidak diinginkan ketiganya. Jadi mereka memilih diam saja untuk menjaga ketenangan ketika ada Chizuru diantara mereka. Seperti itu. Sampai sesi makan siang mereka berakhir.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Ngegas duluan yah.
Udah capek bikin penasaran.
Cerita ini seringan bulu.
Palingan centil2an, sayang2an, manja2an.
Asek! 😆😆😆
Aku mau tanya : Apakah ada yang pernah jalan sama berondong?
Jika ya, boleh berbagi sama aku?
Bagaimana perasaan kamu? Apa rasanya? Apakah dia kekanakan? Apakah dia bisa menjadi lebih dewasa darimu?
Butuh masukan. Karena aku gak pernah sama berondong. Sukanya popcorn 🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top