Part 12 - The future plan is be with you
Holiday is comingg!!! 😃😃😃
Aku akan hiatus dari tanggal :
1 - 10 Juni 😏
Butuh liburan dan hiburan, Genks.
Kamu juga yah 💜
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Chizuru melumat bibir untuk menahan senyum sumringah sepanjang dia membuat sarapan pagi. Hatinya berbunga-bunga, perasaannya bahagia, dan dia merasa begitu senang. Untuk pertama kalinya, dia bersemangat saat bangun pagi.
Tadi pagi, dia bangun dalam dekapan Luke. Posisi tidurnya masih sama seperti semalam, dimana lengan Luke sebagai alas kepala dan Chizuru yang memeluk pinggang pria itu untuk mendapatkan kehangatan. Dalam dekapan Luke, Chizuru mendapatkan tidur paling nyenyak yang pernah didapatnya selama sepuluh tahun terakhir. Dia pun merasa aman ketika ada yang menemaninya.
Meski selama ini, dia tinggal sendiri, namun dia sering ketakutan jika ada sesuatu yang membuatnya tidak aman. Semenjak Ayumi menikah dan tidak tinggal bersamanya, Chizuru menjadi cemas jika berada di rumah sendirian. Namun sekarang? Perasaan itu tidak ada sama sekali. Dia merasa keputusannya untuk mencari kehidupan yang baru sudah benar.
Dia yang terbangun lebih dulu, dan dengan hati-hati bergeser agar tidak membangunkan Luke yang masih terlelap. Mereka berdua tidur di tenda yang ada di atap rumah. Sungguh. Chizuru tidak pernah mendapatkan tempat yang unik dan menyenangkan seperti itu.
Seperti yang Chizuru ingat, Luke adalah pribadi yang sederhana namun tenang. Hal itu juga berlaku untuk semua isi rumahnya beserta perabot yang ada di sana. Chizuru tidak mengalami kesusahan dalam mempelajari apa yang ada di rumah itu, dan mulai membuat sarapan di dapur dengan rona bahagia di wajah.
Dia sempat melihat ada taman bunga di halaman rumah, dan tidak sabar untuk melihat ada bunga apa saja di sana. Hari pertama cukup menyenangkan untuk dirinya, meskipun dia masih belum tahu dimana letak rumah Luke sebenarnya. Sebab tidak tampak seperti berada di perumahan atau di pemukiman.
"Selamat pagi," terdengar sapaan dari arah belakang, dan Chizuru langsung menoleh ke belakang.
Cup!
Deg! Napas Chizuru tertahan ketika Luke tiba-tiba memberikan sebuah kecupan di keningnya. Dia mengerjap gugup dengan wajah memanas saat Luke membungkuk untuk menyamakan posisi wajah.
Pria itu memberikan senyuman lebarnya dan tampak segar karena sudah membersihkan diri dengan pakaian santai berupa kaos putih dan celana training.
"K-Kenapa menciumku?" tanya Chizuru gugup.
"Kau harus terbiasa dengan itu," jawab Luke santai. "Kuharap kau berhenti bertanya dan memberikan balasan padaku."
"Balasan?"
Luke mengangguk dan menunjukkan pipi sambil mengetuk-ngetukkan dengan jari telunjuk. "Membalas kecupan selamat pagiku dengan mencium pipiku."
Chizuru tertegun dan menatap Luke dengan ragu. "Apakah itu harus?"
Luke menoleh kembali pada Chizuru dan mengangguk lagi. "Sebagai tarif sewa selama dirimu tinggal di rumahku."
Chizuru menekuk bibirnya cemberut. "Kau kan yang mengajakku, kenapa aku harus membayar tarif sewa?"
"Aku hanya mengajak dan kau berhak untuk menolak, tapi kau menerima ajakanku," jawab Luke mantap.
"Tapi kau sedikit memaksaku sehingga aku tidak enak hati untuk menolak."
"Siapa bilang aku memaksa? Kau saja yang ingin dipaksa."
"Aku tidak seperti itu."
"Iya. Kau seperti itu."
"Tapi...,"
"Hanya sebuah ciuman di pipi tidak akan membuatmu terluka, Chizu. Justru kau akan membuat aku menja..."
Cup!
Chizuru langsung berjinjit dan memberi kecupan di pipi Luke dengan cepat. Dia merasa gugup dan sangat malu. Kini, dia menatap Luke dan mendapati pria itu terdiam sambil menatapnya dengan ekspresi yang sumringah.
"Apa yang kau lakukan barusan?" tanya Luke dengan alis terangkat setengah.
"Mencium pipimu," jawabnya.
"Aku tidak merasakan apa-apa, dan barusan bukan ciuman. Itu pencurian."
"P-Pencurian?"
"Iya, kau mencuri ciuman di pipi tanpa permisi padaku."
"Apa bedanya dengan dirimu yang tadi diam-diam mencium keningku?"
"Kalau kau tahu aku mencium keningmu, namanya bukan diam-diam. Lagi pula, aku pemilik rumah dan berhak berbuat apa saja."
"Apa maksudmu?"
"Kau harus diberi denda."
"Denda?"
"Yes! Ini dendanya!"
Chizuru tersentak ketika Luke menaikkan dagunya dengan telunjuk, lalu memiringkan wajah untuk mencium bibirnya. Aroma mint dari mulut Luke terasa ketika pria itu mulai melumat bibirnya. Ciuman itu singkat namun begitu hangat. Degup jantung Chizuru berdetak lebih kencang dan rasa gugup semakin menjalar di sekujur tubuh.
Luke melepaskan ciuman itu lalu memberikan senyum setengah yang terlihat begitu puas. Dia menegakkan tubuh lalu mengalihkan tatapan pada meja makan yang ada di belakang Chizuru.
"Wah, kau sudah membuat sarapan. Aku lapar," ujar Luke ceria dan langsung mengambil duduk di kursi utama.
Chizuru mengerjap tidak percaya melihat sikap santai Luke yang seolah menciumnya bukanlah masalah. Jika ini dibiarkan, maka Luke akan semakin menjadi.
"Lain kali jangan menciumku lagi," tegur Chizuru ketika sudah duduk di kursi yang ada di samping kanan Luke.
Luke meliriknya datar. "Memangnya kenapa?"
"Itu tidak boleh. Aku...,"
"Kita tinggal satu atap mulai hari ini. Dan aku ingin adanya sebuah kenyamanan yang berarti. Jadi, bersikap baiklah, Chizu. Jangan membuat keributan," sela Luke santai.
"Heh? Aku tidak berniat untuk membuat keributan dan memang ingin bersikap baik," seru Chizuru tidak terima.
"Baguslah kalau begitu. Bisa tolong miso soup-nya? Aku rindu masakanmu," ujar Luke sambil menyodorkan mangkuk kosong pada Chizuru.
Dengan ekspresi cemberut, Chizuru menerima mangkuk kecil itu dan mengisinya dengan sup miso. Dia membuat sarapan otentik Jepang, berupa nasi, Salmon Teriyaki, dan beberapa kudapan seperti salad, sup miso, dan tempura sayuran.
Seperti biasa, Luke tidak berbicara saat sedang menikmati makanan, dan dia tampak begitu lahap menghabiskan makanannya. Hanya ada beberapa pujian seperti enak, senang, dan semacamnya. Chizuru pun menikmati sarapannya dengan senang hati.
"Selama kau tinggal sendirian, apa kau memasak?" tanya Chizuru kemudian.
Luke menggeleng. "Hanya memanaskan makanan beku, atau memesan delivery. Aku tidak punya waktu untuk memasak, bahkan untuk bersantai pun tidak ada."
"Apakah pekerjaanmu sangat banyak, sampai kau harus sesibuk itu?"
"Kebetulan Bos-ku cerewet dan tidak tahu aturan. Mereka bertindak semena-mena, bersikap seolah tidak butuh padahal mereka selalu mencariku," jawab Luke sambil terkekeh geli.
"Sudah tahu seperti itu, kenapa kau masih mau bekerja dengan mereka?"
Luke tertawa pelan. "Aku bercanda. Mereka adalah orang-orang yang baik dan menarik. Nanti kapan-kapan, aku akan mengenalkanmu pada mereka."
"Benarkah?"
"Benar."
"Kapan? Aku sudah tidak sabar untuk melihat siapa atasanmu."
"Nanti saja," balas Luke kalem, dan menatap Chizuru dengan seringaian gelinya. "Nanti saat kau dan aku sudah berdiri di altar, dengan mereka yang akan diundang sebagai tamu kehormatan."
Deg! Chizuru mengerjap kaget dan menundukkan kepala karena merasa malu mendengarkan ucapan Luke barusan. "Dasar iseng."
"Aku tidak iseng. Aku serius."
"Jangan bicara seperti itu, jika kau hanya ingin bercanda, Luke," tegur Chizuru sambil mendongakkan kepala.
Dia terdiam melihat ekspresi Luke yang menjadi datar dan dingin. Bahkan pria itu mengarahkan posisi tubuh untuk mengunci tatapannya dalam hunusan tajam yang terkesan menyakitkan.
"Jika aku bercanda, aku tidak akan sampai pada batas membawamu ke sini dan menjanjikan sebuah kebahagiaan padamu, Chizu. Perlu kuperingatkan padamu untuk jangan memancing emosiku. Kau harus mengerti kalau sabar ada batasnya. Jika batas kesabaranku habis, aku akan melakukan pemaksaan yang tidak akan kau sukai," ucap Luke dengan penuh penekanan.
Chizuru merasa ciut dan bergerak mundur untuk menjauh dari Luke. Ucapannya barusan terdengar seperti ancaman yang tidak main-main. Dia tidak menyukai ekspresi Luke yang serius karena terlihat menakutkan.
"Apakah harus memaksa?" tanya Chizuru dengan suara mencicit.
"Tentu saja, khususnya untuk wanita yang sama sekali tidak mengerti kode keras sepertimu," jawab Luke tanpa ragu.
Chizuru mengerutkan alis. "Makanya jelaskan padaku lewat..."
"Aku sudah mengatakan berkali-kali jika aku mencintaimu," sela Luke sambil beranjak dari kursi dan membungkuk untuk mengungkung tubuh Chizuru. "Aku juga sudah menciummu dan berjanji untuk membuatmu bahagia. Jadi, apa lagi yang kurang? Ah, aku tahu. Yang kurang adalah adanya jalan buntu di dalam otakmu."
Chizuru terdiam sambil menatap Luke dengan ekspresi menahan tangis. Dia sudah bersandar penuh di kursi, berusaha untuk menjauh dari Luke, namun pria itu semakin mendekat padanya.
Ucapan Luke barusan terdengar menyakitkan. Dia yakin jika dia sudah meminta waktu untuk dirinya menerima segala sesuatu yang terjadi dalam hidup, dan berharap Luke untuk menunggunya.
"Kenapa diam? Kau tidak bisa menjawab dan ingin menangis? Apakah menangis adalah jalan keluar untukmu? Jangan cengeng! Kau terlalu lemah dan tidak bisa me..."
PLAK!
Chizuru menampar pipi Luke dengan keras dan menatap Luke dengan marah. Air matanya berlinang bukan karena sedih, tapi karena emosi yang sudah tidak tertahan karena ucapan Luke keterlaluan.
"Silakan mengataiku bodoh, dan merendahkanku karena aku yang seperti ini. Aku menangis bukan karena itu satu-satunya jalan keluar, namun dengan menangis, aku merasa perasaanku menjadi lebih baik. Jika aku tidak mengerti atas semua kode yang kau katakan, aku tidak akan memutuskan hal terbesar dalam hidupku, dengan mengikutimu sampai ke sini."
Chizuru mendorong bahu Luke dengan kencang, lalu segera beranjak dan berjalan cepat keluar rumah itu. Dia tidak peduli jika dia berada di tempat asing yang tidak diketahuinya. Dia hanya butuh udara segar untuk membuat perasaannya menjadi lebih baik.
Dia terus melangkah, melangkah, lalu berlari sambil terisak dan tidak mempedulikan panggilan Luke di belakang. Jika semua orang mengatakannya seperti remaja, silakan saja. Dia sudah tidak peduli.
Hidup seorang diri, menjalani masa remaja tanpa adanya bimbingan orang tua dan berusaha menjadi dewasa lewat dari informasi yang didapati dari lingkungan sekitar, membuatnya menjadi pribadi yang berbeda dari orang kebanyakan.
Dirinya yang tertutup dan pendiam, menjadi penolakan dari keluarga ayahnya sedari kecil, diasingkan dan tidak dianggap, membuatnya merasa tidak pernah dicintai. Chizuru sempat takut terhadap orang asing atau orang baru, bahkan tetangga. Hanya Ayumi yang bisa mendekatinya. Sampai ketika Hideaki muncul dalam hidupnya, disitu dia merasa berbeda. Dia merasa dicintai, dihargai, diutamakan, dan dikasihi. Menjalin hubungan dengan pria itu, menjadi momen kesukaan baginya. Seolah hidupnya penuh kebahagiaan dan lupa kapan dirinya bersedih.
Namun ketika Hideaki menghilang dan tidak kunjung kembali, Chizuru merasa masa lalunya tertarik kembali dengan menjadikannya pribadi yang sama. Dia kembali menjadi orang yang pendiam dan tertutup, merasa terancam dengan hal yang ada di sekelilingnya, mendapat penolakan dari semua orang, dan tidak layak untuk merasa bahagia.
Sekarang? Kesedihannya terlupakan dan semangat hidupnya muncul kembali ketika Luke datang, terlebih saat pria itu dengan serius memberikan penawaran kebahagiaan untuknya menjalani kehidupan baru. Dia merasa optimis dan percaya kepada pria itu. Namun, Luke tidak ada bedanya dengan orang lain yang selalu menghina dan merendahkan dirinya.
Mengingat hal itu, air mata Chizuru semakin berlinang dan isakannya semakin memberat. Dia mulai merasa lelah dan tidak sadar sudah berjalan cukup jauh. Dia menoleh ke belakang, tidak ada siapa-siapa, dan hanya ada pohon-pohon besar yang mengitarinya. Seperti sebuah hutan dengan hanya dirinya sendiri yang berada di situ.
Menyadari posisinya yang sudah tersesat dan menghilang, Chizuru menggigit bibir bawahnya sambil menatap gelisah ke sekelilingnya dengan kalut. Dia tidak membawa ponsel, juga tidak membawa apapun. Rasa cemas mulai melanda seiring dengan kepanikan yang mulai menjalar di tubuhnya.
Chizuru ingin kembali menangis namun tidak jadi, ketika merasakan adanya dekapan dari arah belakang. Deruan napas yang memburu kasar dan tubuh besar yang terasa gemetar itu, memeluk dirinya dengan begitu erat.
"Jangan pergi seperti ini, aku tidak suka," ucap Luke dengan suara tercekat. "Jika marah, kau boleh memukulku tapi jangan lari. Jangan pernah sekalipun lari dariku, karena aku melarangnya. Apa kau mengerti?"
Kelegaan yang dirasakan Chizuru justru memicu tangisan yang tertahan, kini meluap dalam isakan keras. Dia membalikkan tubuh lalu memeluk Luke dengan erat. Tubuh mungilnya berada dalam dekapan Luke yang terasa hangat, aman, dan nyaman.
"Aku minta maaf, Chizu. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku hanya ingin kau menyadari perasaanku, tapi caranya terlalu salah, aku tahu itu. Maafkan aku, Sayang," ujar Luke sambil mengusap kepala Chizuru dengan lembut.
"Tapi jangan berkata jahat padaku, itu menyakitkan. Sekarang kau selalu galak padaku, aku tidak suka," isak Chizuru pelan.
Luke mengangguk. "Jangan menangis lagi. Aku tidak akan mengusikmu dengan urusan konyol seperti ini lagi. Maafkan aku yah."
"Dasar iseng," ucap Chizuru dengan suara merengek, sambil memukul pelan bahu Luke.
Luke hanya tertawa pelan sambil mengeratkan pelukan, menaruh dagu di atas kepala Chizuru, dan mengusap punggung Chizuru dengan lembut.
"Aku tidak tahu kenapa bisa sangat menyayangi wanita ini, ya Tuhan. Kau sangat mustahil untuk kuraih, namun membuatku tidak henti-hentinya untuk terus menaikkan pengharapan, agar aku bisa mendapatkanmu," ujar Luke dengan nada suara yang begitu mendalam.
Chizuru langsung mendongak untuk menatap Luke dan mendapatkan ekspresi lembut yang ditampilkan pria itu padanya. Dia memperhatikan raut wajah Luke yang sudah banyak berubah, bukan seperti remaja lagi, melainkan kesan dewasa yang begitu maskulin dan tampan. Sejauh ini, Chizuru tidak berhadapan dengan pria sampai sedekat ini, bahkan dengan Hideaki pun tidak pernah seperti ini.
Hideaki hanya diberi batas oleh Chizuru untuk mencium kening, mengusap kepala, merangkul bahu, dan tidak pernah lebih dari itu. Tapi Luke? Meski awalnya Luke yang bergerak lebih cepat, mencuri ciuman darinya, menahan dirinya untuk tidak memberontak, dan memberikan ciuman yang dalam, tapi meninggalkan arti yang mendalam bagi Chizuru.
Hideaki bukanlah Luke. Hideaki berbeda dengan Luke. Hideaki mengucapkan janji sehidup semati, tapi pergi dan tidak kembali. Luke menawarkan kebahagiaan dan membawanya untuk menjalani kehidupan yang baru. Hideaki membuatnya bersedih dan berduka, tetapi Luke berusaha menjahilinya dan membuatnya tertawa.
Air mata Chizuru kembali mengalir, kali ini lebih deras. Duka yang dirasakannya selama 10 tahun, mungkin saja didengar oleh Tuhan untuk bisa menghapus duka dan menggantinya dengan suka cita.
"Kenapa tangisanmu semakin menjadi? Apa ada yang sakit? Apa ada yang membuatmu takut?" tanya Luke cemas, sambil membelai rambutnya dan memperhatikan dengan seksama.
Chizuru menggeleng.
"Lalu kenapa?" tanya Luke lagi.
"Apa benar kau begitu menyayangiku?" tanya Chizuru serak.
Luke mengangguk dengan mantap.
"Apa kau juga menginginkanku sebesar itu?"
"Iya."
"Meskipun aku sudah pernah menikah?"
Luke tertawa hambar. "Chizu, apa yang pernah kau lakukan dulu, bukanlah pernikahan yang sesungguhnya. Bajingan itu meninggalkanmu setelah mengucapkan janji. Itu berarti dia mengingkari janjinya dan bukanlah pria yang pantas disebut suami. Kau adalah wanita yang merdeka, wanita yang tidak terikat dengan siapa-siapa."
Chizuru mengerjap dan mengusap pipinya yang basah. "Aku lebih tua darimu dan aku adalah mantan gurumu. Apa yang akan orang lain katakan tentang hubungan kita yang seperti ini? Kau masih muda dan bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dariku."
"Aku yang menjalani kehidupanku dan memutuskan apa yang harus kulakukan untuk diriku sendiri. Persetan dengan apa kata orang. Berhenti untuk memandang rendah nilai dirimu, Chizu."
"A-Aku hanya takut, kau tahu?"
"Takut kenapa?"
"Kau masih muda. Aku sudah menjadi wanita yang berumur tiga puluhan. Aku akan dibilang seperti tante-tante yang menipu pria muda untuk menjadi penghibur dirinya. Jika nanti kita bersama, aku akan semakin menua dan kau masih muda, sudah pasti kau akan mencari wanita yang jauh lebih muda untuk berselingkuh."
Hening. Chizuru menjadi cemas karena melihat ekspresi wajah Luke yang menggelap. Pria itu mendengus kasar dan melepas pelukan, lalu bertolak pinggang dengan angkuh sambil menatap Chizuru tajam.
"Pantas saja kau tidak pintar-pintar. Bukannya mengoreksi diri, tapi membuang waktu untuk menonton drama kampungan yang memberimu arti cinta yang begitu naif," cetus Luke dengan nada penuh sindiran.
"A-Aku tidak menonton drama," elak Chizuru gugup.
"Hah! Tidak mungkin! Kau pecinta drama dan novel romantis. Kau berlangganan TV kabel demi bisa menonton drama kesukaanmu setiap akhir pekan, membeli novel dan komik keluaran terbaru setiap dua minggu sekali. Kebiasaanmu masih kau lakukan sampai sekarang," sewot Luke dengan tegas.
Chizuru menekuk bibirnya cemberut. "Tinggal sendirian di rumah, membuatku bosan."
"Sekarang sudah tidak karena kau sudah bersamaku. Tidak usah banyak berpikir macam-macam. Jika aku mudah tergoda oleh wanita muda yang kau katakan tadi, sudah sejak dulu aku akan melakukannya. Lagi pula, jangan merasa sok dewasa karena umurmu yang sudah menginjak 33 tahun. Perlu kau ketahui, kelakuanmu tidak ubahnya dengan remaja yang masih belasan tahun, dan wajahmu yang masih seperti dua puluhan," ujar Luke sambil merangkul bahu Chizuru, dan mengajaknya untuk beranjak dari situ.
"Aku adalah wanita dewasa, Luke," balas Chizuru keras kepala.
"Wanita dewasa tidak akan mudah marah, lalu berlari meninggalkan rumah dan membuat orang lain panik untuk mencarinya, kemudian menangis karena tersesat di jalan," sahut Luke santai.
"Aku tidak akan melakukan hal itu, jika kau tidak keterlaluan padaku," ucap Chizuru dengan suara bergumam.
Rangkulan Luke pada bahunya terlepas, berganti sebuah genggaman erat di tangan. Chizuru langsung menoleh ke arah Luke yang sudah menatapnya dengan lembut, sambil berjalan berdampingan.
"Maaf jika aku sudah keterlaluan padamu. Aku juga salah terlalu sering bersikap seenaknya, tapi aku tidak akan mengubah keusilanku sedikitpun. Aku sama sekali tidak menyesal, kau tahu kenapa? Karena saat ini adalah saat dimana aku merasa begitu bahagia bersamamu. Berjalan berdampingan di sepanjang hutan pinus yang mengarah ke perkebunan sawit, melangkah bersama menuju rumah pribadiku, dan berbagi keceriaan di atap yang sama. Aku sudah hampir mencapai tujuan hidupku, Chizu," ujar Luke dengan sepenuh hati.
Rasa haru menjalar dalam hati Chizuru saat ini, mendengar ucapan Luke yang begitu dalam. Belum sempat dirinya meresponi, Luke kembali melanjutkan ucapannya. Kali ini membuat detak jantung Chizuru, seakan berhenti berdetak selama dua detik.
"Karena itu, maukah kau menikah denganku?"
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Dengan ini, aku tegaskan bahwa para tokoh cowok, nggak ada yang single.
Aku sengaja bikin double.
Biar nggak ada yang boleh ganjenin.
Cerita ini ringan banget yah.
Udah dijelasin di part sebelumnya, aku mau bikin manis2 kek gulali 🙈
Efek abis baca komik, jadinya iseng kasih gambar2 anime kayak yang di atas.
So, aku lagi nulis Daddy Ashton 😥
Di cerita itu, aku ngadat lagi.
Nggak tahu kenapa hahaha 🤣
Tapi mudah2an besok bisa update.
I purple you, Genks 💜
Buat yang mudik, hati2 di jalan.
Buat yang nggak bisa mudik,
jangan sedih.
Jaga kesehatan kalian, makan yang cukup, istirahat yang banyak.
P.S. foto di bawah ini, agak2 ambigu antara Luke dengan Chizuru.
Anggap aja foto prewed yah hahaha
29.05.19 (20.40 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top