Part 11 - Wish Upon A Star

Selamat berbuka puasa untuk kalian 😊

Setelah berbuka dengan yang manis,
Yuk, kita baca part manis ini 😗

Happy Reading 💜


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Luke menarik koper dan membuka pintu rumahnya. Dia melebarkan pintu itu, memberi akses masuk kepada Chizuru yang terlihat kebingungan dan seperti ingin menangis saja.

Wanita itu tampak seperti anak hilang yang tersesat dan tidak tahu harus kemana, selain berdiri sambil mengeratkan genggaman pada kopernya di situ.

Luke kembali menghela napas untuk yang kesekian kalinya, sambil memijat pelan keningnya. Dia merasa seperti penjahat kelas kakap yang sudah menculik wanita polos saja. Sepanjang penerbangan, Chizuru gemetaran dan tidak bisa duduk diam di kursi. Dia seperti orang kehausan yang selalu meminta air putih, lalu mondar mandir ke toilet.

Lalu ketika mereka mendarat pun, Chizuru mual dan mengeluh pusing. Dia bahkan mencengkeram erat lengan Luke, saat mereka berjalan menyusuri koridor bandara dengan tatapan waspada ke sekelilingnya. Astaga! Wanita itu benar-benar membuatnya gila. Luke seperti membawa anak kecil.

"Kau sudah terlalu lelah, Chizu. Masuklah," ucap Luke dengan malas.

Chizuru menoleh ke kanan dan ke kiri, dia seperti menilai pekarangan rumah Luke yang sudah ditinggal selama beberapa bulan. Yeah. Karena kesibukannya, Luke jarang pulang ke rumah pribadinya. Rumah yang terletak tidak jauh dari mansion petingginya, yaitu Petra.

"Apakah tidak ada orang lain yang tinggal di sini? Kenapa seperti hanya ada satu rumah saja di sepanjang jalan panjang ini? Apakah kita berada di tengah hutan?" tanya Chizuru dengan suara gemetar.

Luke menggelengkan kepalanya, lalu menaruh koper ke samping pintu masuk, dan kemudian menarik Chizuru untuk masuk ke dalam rumah. Wanita itu tersentak kaget dan seperti tidak siap untuk melangkah masuk.

"A-Aku...,"

Chizuru seperti bersikukuh untuk tetap pada posisinya, namun Luke segera melingkar pinggang Chizuru dengan erat, dan membisikkan sesuatu padanya.

"Apa kau pernah menonton film horror tentang adanya serigala yang suka berkeliaran saat malam?" bisik Luke tepat di telinga Chizuru. "Kalau kau masih tidak mau masuk, aku akan menutup pintu dan tidak akan membukakan pintu, jika ada serigala yang mendatangimu."

Luke menahan tawa dengan susah payah, ketika Chizuru berteriak ketakutan dan langsung menarik Luke untuk masuk ke dalam rumah, lalu menutup pintu dengan keras. Wanita itu mengerjap takut dan tubuhnya gemetar.

"Aku ingin pulang saja. Aku tidak mau di sini, aku takut. Aku merindukan rumahku," rengek Chizuru sambil mencengkeram erat lengan Luke.

Luke membungkuk dan mengusap kepala Chizuru dengan lembut. "Tidak usah takut jika kau bersamaku. Dibandingkan serigala, aku lebih menakutkan."

Sebuah pukulan mendarat di dada Luke. Chizuru memukul Luke dengan ekspresi kesal setengah mati. "Jangan bercanda! Aku tidak suka. Tidakkah kau melihat aku sedang ketakutan? Aku seperti tinggal di tengah hutan. Seperti keluarga Cullen, apa kau tahu? Jika benar ada serigala, bisa jadi itu adalah Werewolf."

Luke tidak memiliki kata-kata yang tepat untuk membalas ocehan Chizuru yang semakin mengikis habis kewarasannya. Dia hanya menghela napas dan mengangkat dua koper Chizuru, lalu berjalan menuju anak tangga.

"Hei, kau mau kemana?" tanya Chizuru panik dan segera mengekori Luke, sambil melayangkan tatapan ke semua sudut rumah Luke dengan takjub. "Wah, rumahmu indah."

"Aku akan membawamu ke kamar untuk beristirahat," jawab Luke seadanya.

Langkahnya berhenti tepat di depan kamar kosong yang selalu digunakan orangtuanya jika sedang berkunjung. Dia membuka pintu kamar lalu masuk ke dalamnya, dengan Chizuru yang mengikuti di belakang.

Kamar itu cukup besar dan luas. Memiliki sebuah kamar mandi di dalam, dan ada pintu penghubung yang langsung menuju kamar utama, yaitu kamar pribadinya.

Setelah meletakkan dua koper di sisi ranjang, Luke membuka pintu penghubung yang terletak di sisi kamar, dengan alat pengenal sidik jari di daun pintu yang terbuat dari besi, lalu... klik! Pintu pun terbuka.

"Luke..," panggil Chizuru yang ternyata masih mengekorinya.

"Itu kamarmu," ujar Luke sambil menunjuk ruangan yang ada di belakangnya, lalu berbalik untuk menunjuk ruangan yang ada di depannya. "Dan ruangan itu adalah kamarku. Jika kau membutuhkan sesuatu, ketuk saja pintu ini."

Chizuru mengerut cemberut. "Apa benar kalau ada serigala?"

Luke mengerjap tidak percaya sambil memejamkan mata dan menghitung sampai sepuluh dalam hati, lalu membuka mata untuk menatap Chizuru dengan masam.

"Itu bohong, Chizu. Aku mengatakan hal itu, supaya kau segera masuk ke dalam rumah, karena sekarang sudah tengah malam. Aku tidak ingin kau sakit, sebab kau tidak tidur sepanjang penerbangan karena tegang," jawab Luke menjelaskan.

Ekspresi wajah Chizuru berubah menjadi lega. Meski masih terlihat waspada, namun sudah tidak secemas tadi. Tatapannya beralih pada kamar Luke yang terlihat dari posisinya berdiri, lalu senyumnya mengembang.

"Wah, ternyata kamarmu bagus dan terlihat nyaman. Apakah aku bisa membuka pintu seperti cara kerenmu yang tadi? Aku pikir membuka pintu hanya dengan cara membuka kenop pintu, tapi ternyata bisa dengan menaruh tangan seperti tadi," ujar Chizuru dengan ceria.

Luke tersenyum dan mengangguk. "Aku akan mengajarimu kedepannya, tapi tidak sekarang."

"Kenapa tidak sekarang? Siapa tahu ada pencuri, lalu kau tidur seperti orang mati dan tidak mendengar aku berteriak," protes Chizuru langsung.

Luke ingin tertawa keras tapi dia menahannya. Pencuri? Heck! Siapapun yang hendak melewati perbatasan perkebunan sawit yang ada di sekeliling mereka, tentunya akan mendapat setruman listrik dan tidak akan mampu mencapai rumahnya yang berjarak dua kilometer dari perbatasan wilayah. Kalaupun yang akan masuk ke kamar Chizuru, sudah pasti hanya Luke yang berniat jahat padanya.

"Disini adalah tempat paling aman, Chizu. Kau tidak perlu kuatir," ujar Luke kemudian.

"Ajarkan aku bagaimana cara membuka pintu seperti tadi," ucap Chizuru bersikeras.

Luke tahu jika wanita itu sedang antusias dan menaruh minat pada sesuatu, maka dia tidak akan berhenti untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Sehubungan dirinya yang sudah lelah dan butuh istirahat, Luke pun memenuhi permintaan wanita itu. Dan saat ini adalah pertama kalinya, dia melayani permintaan seseorang meski dia tidak ingin.

"Kau lihat pintu ini?" tanya Luke setelah menutup pintu kamar itu kembali.

Chizuru mengangguk dengan ekspresi serius. "Ini terbuat dari besi?"

"Tepatnya adalah platinum," jawab Luke dengan lugas. "Jika kau lihat dengan seksama, ada sebuah layar yang tersembunyi di balik besi ini. Itu adalah sensor untuk membaca telapak tangan yang sudah dimasukkan dalam system."

Chizuru melebarkan mata dan menatap dengan takjub sambil bertepuk tangan. "Jadi dengan kata lain, hanya dirimu yang bisa membuka pintu kamar ini?"

Luke mengangguk. "Dan ini adalah pintu kamarku. Jadi, jika aku ingin ke kamarku, maka harus melewati kamarmu dulu."

Chizuru kembali melebarkan matanya, kali ini denhan tatapan kaget. "Kenapa harus begitu? Bagaimana jika aku sedang berganti pakaian?"

"Itu adalah bonus untukku," celetuk Luke sambil terkekeh.

BUGG!

Chizuru memukul kepala Luke dengan keras, sehingga Luke meringis sambil menangkup kepalanya. "Dasar mesum! Aku tidak suka."

"Haruskah kau memukulku?" tanya Luke sewot.

"Makanya jangan iseng," balas Chizuru.

"Meskipun aku iseng, nyatanya kau membalas ciumanku. Wanita memang mengherankan. Secara teori menolak, tapi saat praktek, meminta lebih."

"Heh? Aku tidak seperti itu! Siapa yang meminta lebih?" seru Chizuru dengan wajah merona.

"Sekarang belum, tapi nanti," balas Luke dengan suara yang sangat pelan, seolah sedang bergumam.

Chizuru yang tidak mendengar, masih mengerucutkan bibir dan mengerutkan alis, seolah menunggu balasan Luke.

"Apa kau masih mau belajar soal membuka pintu?" tanya Luke, mengalihkan pembicaraan.

Chizuru mendengus lalu mengangguk.

Luke tersenyum pelan lalu menekan sebuah tombol yang ada di samping pintu, dan layar monitor pada daun pintu menampilkan beberapa instruksi. Disitu, Luke melakukan pengaturan baru untuk menambah satu pengenal dalam sistem.

"Taruh tangan kananmu di layar," ujar Luke pelan, dan Chizuru melakukannya.

Luke menekan telapak tangan Chizuru yang berada di layar monitor, sinar pembaca mulai bergerak lamban dari atas sampai bawah, seolah sedang merekam telapak tangan Chizuru di sana. Hal itu dilakukan sampai tiga kali, atau sampai semua instruksi sudah dilakukan.

"Sekarang, taruh kembali tanganmu," kembali Luke mengarahkan, setelah menyelesaikan pengaturan.

Chizuru meletakkan telapak tangan di daun pintu, layar mulai membaca dan... klik! Pintu pun terbuka. Wanita itu memekik girang sambil tertawa lebar.

"Aku merasa keren sekali. Terima kasih," ucap Chizuru senang. "Apakah pintu ini mahal? Jika tidak, aku ingin membelinya untuk kupasang di rumahku, supaya tidak ada pencuri."

Alis Luke berkerut. "Memangnya ada pencuri yang pernah masuk ke rumahmu?"

Chizuru mengangguk. "Sekitar setahun yang lalu. Sepertinya ada yang ingin mencuri tapi tidak jadi, sebab pekarangan rumahku ada bekas injakan, dan kenop pintuku rusak. Rantai pengunci di pagar rumahku pun terbelah."

"Lalu apa yang terjadi denganmu?" tanya Luke kaget.

"Waktu itu aku belum pulang ke rumah. Aku sedang ada acara dengan para guru, sehabis masa ujian sekolah. Aku ketakutan dan meminta tolong pada ibumu untuk melihat. Tapi katanya tidak sempat masuk rumah, hanya membobol saja," jawab Chizuru sambil menguap lebar.

Jawaban Chizuru langsung dicerna oleh Luke sekarang. Seingatnya, komplek perumahan mereka tidak ada yang sampai berani mencongkel atau mencuri, sebab penjagaan dan pengawasan dalam komplek itu, cukup ketat. Bagaimana mungkin komplek yang memiliki kediaman seorang Mariko Obaa-San, juga Naomi Wilshiro, bisa kedapatan pencuri yang hendak membobol rumah? Ada yang salah di situ, pikir Luke curiga.

"Kau sudah lelah, istirahatlah," ucap Luke dengan hangat.

Chizuru mengerjap cemas dan menatap Luke ragu. Dia terlihat ingin menyampaikan sesuatu, namun sepertinya tertahan karena ada yang dipikirkan.

"Ada masalah?" tanya Luke.

"Ini pertama kalinya aku tidur di tempat asing. Aku memiliki masalah soal beradaptasi dengan suasana baru," jawab Chizuru dengan gugup.

Luke terdiam sambil memperhatikan ekspresi Chizuru yang terlihat tidak nyaman dan gelisah. Dia juga merasa lelah, namun mengajak wanita itu tidur satu ranjang dengannya, sudah pasti adalah masalah. Bukan karena Chizuru yang akan menolak dan memukulnya kembali, tapi hal itu akan membuat Luke tidak bisa tidur.

"Aku punya ide, ayo ikut aku," usul Luke kemudian.

"Jangan iseng. Aku tidak mau kalau kau...,"

"Tenang saja. Aku tidak akan macam-macam, jika itu yang membuatmu kuatir," sela Luke sambil menarik Chizuru dan menggenggam tangan agar mengikutinya.

Luke mengajak Chizuru masuk ke dalam kamarnya, lalu berjalan menuju ke sudut kamar dekat jendela. Ada sebuah pintu dan terdapat anak tangga kecil, yang mengarah ke atap rumah. Yeah. Luke senang pergi ke atas sana jika sedang banyak pikiran.

Luke mengajak Chizuru menaiki anak tangga yang hanya bisa dinaiki satu orang, dan membiarkan Chizuru untuk naik lebih dulu, lalu dia menyusul di belakang.

"Wow! Langit malam bertaburan bintang," seru Chizuru dengan takjub ketika sudah mencapai ke atap.

Luke tersenyum dan mendorong Chizuru pelan untuk melangkah lebih jauh. Di atap rumah, yang memang sengaja dibuat Luke untuk bersantai, dimana atap itu sudah berlantai keramik dan tenda yang dibangun permanen di situ. Ada sebuah teleskop yang terpasang di sisi tenda, untuk Luke bisa melihat bintang dan semacamnya. Juga ada perapian kecil yang dipasang untuk memberi kehangatan saat musim dingin.

Bagi Luke, itu adalah tempat ternyaman dalam menikmati kesendiriannya, dengan bintang-bintang di langit yang menemani. Itulah yang dilakukannya, jika sedang dalam masa cuti. Tidak ada yang tahu, dan Chizuru adalah orang pertama yang diajaknya kesana. Bahkan orangtuanya pun tidak tahu.

"Selamat datang di Camp rahasia milikku," ujar Luke ceria.

Chizuru tersenyum senang. Dia mengikuti Luke dan menunggunya bekerja. Luke membuka risleting tenda, membiarkan atap tenda terbuka, menyusun bantal besar dengan karpet tebal sebagai alas, dan sebuah selimut besar yang terlipat rapi, dilebarkannya.

Luke menoleh dan mengulurkan tangan pada Chizuru. "Kemarilah, Chizu."

Chizuru menyambut uluran tangan Luke dan mengikuti gerakannya. Luke merebahkan diri dan merentangkan satu tangannya sebagai alas kepala Chizuru. Keduanya berbaring di tenda dengan atap terbuka, sehingga mereka bisa memandang langit yang penuh bintang dari posisi mereka. Tidak lupa Luke menyelimuti mereka berdua lalu menghela napas lega.

"Indah sekali," gumam Chizuru hangat.

"Yeah. Di sini sangat indah. Aku senang menghabiskan waktu dengan berbaring dan menatap bintang seperti ini," ujar Luke pelan.

Chizuru membetulkan posisi untuk menghadap Luke. Dia memberikan senyuman dan matanya tampak memberat, lalu menguap untuk kesekian kalinya.

"Pantas saja kau tidak pernah pulang ke Tokyo, ternyata tempat tinggalmu menyenangkan," tukas Chizuru kemudian.

"Aku jarang pulang bukan karena memiliki tempat tinggal yang sebenarnya jarang kutempati, Chizu. Aku cukup sibuk dan enggan bertemu denganmu," ucap Luke seadanya.

"Kenapa begitu? Apakah aku sudah sangat menyakitimu, sampai kau harus enggan seperti itu?" tanya Chizuru dengan ekspresi sedih.

"Aku suka melihat senyummu, tapi aku tidak senang jika senyummu bukan karena diriku. Kupikir kau sudah bahagia tanpa diriku, tapi ternyata kau mengalami banyak kesusahan," jawab Luke sambil menautkan rambut Chizuru ke belakang telinga.

"Saat kau pergi, aku sangat sedih. Aku tidak tahu kalau kau bisa meninggalkanku begitu saja, setelah aku memberi kabar baik tentang pernikahanku. Jujur saja, aku menjadi takut untuk memberi kabar itu kepada orang lain, setelah melihat responmu yang begitu mencemaskan," ucap Chizuru sambil mengusap matanya yang tampak semakin berat.

'Kenapa begitu?"

"Entahlah. Aku tidak pernah melihatmu kecewa dan marah seperti itu, seolah aku telah melakukan kesalahan yang fatal. Aku merasa kehilangan."

Luke tersenyum hambar. "Lupakan hal itu. Sekarang kau sudah bersamaku, nikmati saja momen hari ini, tidak usah mengingat hal yang sudah lewat, dan tidak perlu mencemaskan hal yang belum terjadi."

Chizuru termenung dan mengangguk mengerti. "Kurasa, kau cukup menikmati kehidupanmu yang sekarang. Kau selalu ceria dan penuh semangat."

"Kau juga bisa kalau kau mau. Semua tergantung keputusanmu, sebab hidupmu adalah dirimu yang menjalani, bukan orang lain. Prinsipku adalah sederhana. Aku akan menjalani hidup yang membuatku senang, jika tidak, untuk apa aku tetap hidup? Menyusahkan orang lain itu tidak ada dalam kamus hidupku, kecuali jika terpaksa," celetuk Luke sambil terkekeh, mengingat semua respon kesal dari teman-temannya jika dia berulah.

"Kupikir keputusanku untuk menikmati hidup mulai benar," gumam Chizuru pelan. "Mariko Obaa-San pernah berkata padaku untuk membuka diri dan membiarkan hal positif yang mengelilingi, agar aku bisa menghargai diriku dan hidup dalam kebahagiaan yang aku buat sendiri."

Alis Luke terangkat dan menunduk untuk menatap Chizuru yang sudah mulai memejamkan mata, hendak tertidur. "Maksudmu?"

"Aku berpikir bahwa Mariko Obaa-San benar, dan sedang berusaha untuk menjalaninya," jawab Chizuru langsung.

"Menjalaninya?"

Chizuru mengangguk. "Aku sudah melangkah keluar dari rumahku dan mengikutimu sampai kemari. Kau adalah nilai positif yang bisa kubiarkan untuk memberiku sebuah pengaruh yang baik, agar aku mulai bisa berpikir bahwa apa yang kujalani selama ini adalah salah."

Luke terdiam mendengar ucapan Chizuru. Dalam hatinya, dia bernapas lega jika ada sedikit kemajuan pada wanita itu dalam mencerna perkataan orang lain. Mungkin kapan-kapan, Luke akan menelepon Mariko untuk sekedar mengucapkan terima kasih, karena sudah memberikan ucapan seperti itu.

"Aku senang jika kau memutuskan hal baru dalam hidupmu," gumam Luke sambil menghela napas lelah.

Chizuru menggeliat pelan, seolah membetulkan posisi untuk mencari kenyamanan. Bagai anak kecil yang mencari kehangatan dan takut ditinggal, Chizuru mendekat pada tubuh Luke sambil mencengkeram erat ujung hoodie yang dikenakan Luke.

"Arigatou, Shinichi-Kun," ucap Chizuru pelan.

Luke tersenyum lalu menunduk dan mendapati Chizuru sudah terlelap dalam napas yang teratur. Wanita itu sudah benar-benar lelah, Luke juga. Dia sangat menyukai kebersamaan yang terjadi saat ini dan berharap selamanya akan seperti itu. Tepat ketika ada sebuah bintang kecil yang jatuh, disitu kata hati Luke muncul dalam sebuah harapan yang tidak terucap.

"Kau sudah lelah dalam kesedihan dan terlalu lama dalam kesendirian. Biarkan semuanya berlalu. Cukup sampai dimana kau meninggalkan tempatmu, Chizu. Sebab sudah ada aku yang akan menjagamu dan melindungimu, juga yang akan terus memelihara perasaan ini padamu. Seutuhnya," ucap Luke dalam hati, lalu dia pun ikut terlelap sambil menarik Chizuru dalam dekapannya.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Drawing terakhir bikin aku melting 🤗

Part2 kedepan akan manis-manis seperti gulali hahaha...
Kepengen bikin cerita ini macam serial cantik kayak yang di komik2 wkwk

Udah nonton berita atau dpt info tentang hari ini dan besok?
Semoga hal yang tidak baik dijauhkan, dan kejahatan dituntaskan yah.
Stay safe, everyone.

I purple you 💜

P.S. Ekspresi tengil visual di bawah ini, persis banget kayak imajinasi aku tentang Luke 💜





21.05.19 (18.00 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top