Hari Keenam : Strategi Putus Asa Demi Tuan Ekspresi-Tak-Bisa-Ditebak
Baru saja aku membuka mata, Risa menerjangku dengan kucuran air mata kebahagiaan.
"GUE SAMA SENO JADIAN LAGI!" pekiknya di telingaku.
Aku bersorak dalam hati.
Semalam, selama kami pesta kembang api di halaman belakang dan bakar-bakaran sosis, Seno dan Risa tampak asyik mengobrol berdua di teras. Yah, sudah semestinya. Risa terlihat bahagia dan kembali enerjik seperti Risa yang normal. Aku turut senang akan perkembangan ini. Setidaknya ada yang mengalami kemajuan di ranah percintaan.
Tak lama kemudian aku turun bersama Risa untuk sarapan. Aku menyusuri pandanganku ke meja makan. Bryan duduk sendirian, sementara Dennis baru saja turun dari lantai dua dan berdiri di sebelahku. Dan kami (aku dan Dennis) langsung menangkap pemandangan ganjil; Reno tak ada di meja makan. Begitu juga Yuna.
"Reno sama Yuna ke mana?!" tanyaku dan Dennis panik dan serentak. Bryan mendongak dari buburnya, keheranan menyaksikan kekompakan kami.
"Tennis court, I guess. Why?" dia bertanya balik. Aku menatap Dennis ngeri.
"Ngapain mereka berdua di sana?!" aku dan Dennis lagi-lagi bertanya masih sama kompaknya. Risa tak dapat menyembunyikan kikikannya.
"Nggak tau deh! Palingan olahraga pagi sebelum sarapan." Bryan mengangkat bahu.
"Susulin aja kalo penasaran!" Risa menimpali ceria.
Dennis langsung mengambil kursi di sebelahku, yang juga jauh dari telinga penasaran milik Risa.
"Menurut lo mereka ngapain?" bisik Dennis parno. Aku menggeleng-geleng.
"Gue nggak mau mikirin." jawabku dengan suara pelan. Dennis berpaling ke buburnya, mendengus kesal.
"Damn." umpatnya sambil memandangi buburnya galak, seakan semua ini adalah salah si bubur.
Tak lama pintu depan terbuka, masuklah Reno, disusul Yuna. Keduanya berkeringat sambil memegang raket. Yuna memakai baju tenisnya, membuatnya kelihatan makin gaya di hadapan Reno yang juga memakai pakaian olahraganya (kali ini dia kayak habis kelar syuting produk olahraga. Which means mau dalam kondisi apapun dia tetap keren ampun-ampunan). Mereka lalu memasuki ruang makan.
Yuna meninju bahu Reno pelan, wajahnya merona karena bersemangat, "Lain kali aku nggak bakal kalah dari kamu!"
Aku dan Dennis sama-sama tersedak bubur.
"Sumpah deh, dari tadi kalian kompakan terus kenapa sih?!" Bryan terheran-heran.
Sejak kapan Yuna ber-aku-kamu ke Reno?!
Dennis melirikku, pertanda dia juga memikirkan hal yang sama. Aku memperhatikan keduanya yang persis duduk di hadapan kami, bersebelah-sebelahan. Yuna, seperti biasa, melirikku sinis sekilas sebelum menyuap buburnya. Tak sengaja mataku bertemu dengan mata Reno. Aku buru-buru menunduk, berusaha berkonsentrasi pada buburku.
"Oh, ya!" Risa mendadak bangkit, "Kan ini malem terakhir kita di villa, jadi sebelum kepulangan kita besok, gimana kalo kita makan malem di restoran seafood daerah sini?!"
"Deal!" Bryan langsung mengacungkan jempol, "Dennis dan Reno kan bawa mobil!"
"Ren, aku semobil sama kamu ya?" Yuna buru-buru berkata.
"Me too!" Bryan menepuk pundak Reno hingga Reno terbatuk. Yuna seperti biasa dengan sigap langsung mengambilkan tisu.
"Duh, B... ati-ati dong!" Yuna menegur Bryan sembari menyerahkan tisunya pada Reno. Dennis memutar bola matanya dan memeragakan ekspresi orang mau muntah.
Risa menggamit lenganku, "Gue sama lo ya, Mik! Lo ikut mobil Reno, kan?"
Aku menatap Risa pongo, "Hah?"
"Nggak. Bryan sama Yuna udah ikut Reno. Lo ikut gue, Ris." lalu Dennis merangkul pundakku, "Kamu sama aku, Mik. Kita bertiga-bertiga, biar adil. Ya nggak, babe?"
Perkataan Dennis sontak menimbulkan efek mahadahsyat. Aku menjatuhkan sendokku hingga berkelontangan, Yuna memandangi kami berdua dengan mulut menganga, sementara Reno yang biasanya stay cool, kali ini tak mampu menyembunyikan ekspresi bengongnya.
"ARE YOU GUYS BEING OFFICIAL?!" Bryan yang polos berseri-seri menatapku dan Dennis.
Dennis hanya melayangkan senyuman congkak kepada Reno.
Aku kebakaran.
Dennis kelewatan! Apa dia nggak mikir kalo kecemburuan plus tingkah slebornya malah bikin runyam situasi?! Kalo dia mau akting seenggaknya briefing gue dulu sebelumnya!
Hari-hati, aku mencuri pandang ke arah Reno. Dia sudah kembali ke ekspresi khasnya yang bikin jengkel itu. Ekspresi Tak Bisa Ditebak!
♡
Sepanjang siang, Dennis tak berhenti melancarkan serangan-balas-dendam kepada Yuna dan Reno. Dia terus menempeliku, merangkulku, bahkan dia menyuapiku dengan nasi goreng saat makan siang! Wajahku terus-menerus memanas, dan saat suhu wajahku seperti sudah melewati titik didih maksimal, aku menyudutkan Dennis di halaman samping villa yang sepi.
"Ini mau sampe kapan, Den?!" aku melabraknya tidak tahan.
"Sampe selama yang diperlukan. Pengen liat reaksi mereka kalo kita yang sok mesra-mesraan di depan mereka." jelasnya sederhana.
"Tembak aja Yuna kenapa sih?!"
Dennis memutar bola mata, "Biar tau rasa si Yuna. Lagian gue juga pengen bikin Reno kelimpungan gara-gara cemburu sama gue yang ngedeketin lo terus."
Aku tertawa datar, "Ha-ha. Reno cemburu?"
Dennis menatapku seolah aku salah satu penganut ilmu bumi itu datar, "Apa lo nggak liat tampangnya tadi?"
"Sori aja, gue terlalu sibuk nahan malu gara-gara lo!" sahutku kesal.
"Mik, wake up! Tampangnya tadi kayak orang yang dipaksa nelen duren bulet-bulet!" jelasnya, "Dan jangan coba-coba nyangkal gue, gue udah temenan sama dia dari TK! Gue udah khatam ngebedain ekspresi Reno kalo dia lagi nahan boker sama lagi nahan kesel!"
Aku menelan ludah, tidak tahu harus bereaksi seperti apa terhadap pernyataan Dennis yang ngawur itu. I mean, cemburu? Seorang Reno dengan suara ASMR dan segala kesempurnaan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya itu cemburu pada cewek tipe standar kayak aku?
"Itu tetep nggak masuk akal." bantahku keras kepala, ganti menatap Dennis seolah dialah yang penganut ilmu bumi datar. Dennis memutar bola mata. Lagi.
"Mik, sekarang terserah lo mau percaya sama gue apa nggak. Tapi gue tau lo suka sama Re—"
"Jangan ngomong yang enggak-enggak!"
"—no, dan begitupun gue suka Yuna. Gue ngeliat ada kesamaan antara gue dan lo..."
"Selain rese, lo juga so tau, Den."
"....dan please, Mik. Bisa nggak, lo nggak motong omongan orang sebelum selesai?"
Mulutku bungkam. Kalau Dennis mau 'kerja sama' denganku buat bikin Yuna cemburu, bilang saja to the point, dia sama sekali nggak perlu kasih 'iming-iming' dengan bilang bahwa Reno juga cemburu padaku!
"Jadi, lo mau kan bantuin gue?" Dennis menaikkan alisnya sambil tersenyum.
Pada akhirnya, aku tidak tahu makhluk jenis apa yang merasukiku hingga aku sanggup untuk mengangguk sedetik kemudian.
♡
Tatapan menusuk Reno menghujani punggungku.
Tatapan mesra dibuat-buat Dennis juga menghujani wajahku.
Aku memaksakan tawa saat Dennis mencoba melucu di hadapanku (dia menyikut rusukku setiap kali aku lupa melakukannya), mengikutiku seperti stalker dan merangkulku ke manapun aku pergi (kecuali toilet, tentu).
Dan poor Dennis, Yuna kelihatan cuek-cuek saja dengan serangan-balas-dendamnya ini. Malah menurutku, Yuna makin sadis pedekate dengan Reno, dan anehnya, Reno kali ini lebih... terbuka.
Reno pasrah diikuti ke manapun oleh Yuna. Mungkin cowok itu memang dasarnya mesum—ingat kan, dia pernah mencoba men... (aku menampar-nampar mulutku)—karena Reno terima begitu saja digelendoti Yuna. Dan melihat itu, hidung Dennis kembang-kempis.
"Lo liat, kan?!" kata Dennis berapi-api, "Tuh cowok kayaknya sengaja bikin gue panas!"
"Tahan, Den. Tarik napas... buang. Nah, iya gitu. Gimana Yuna mau simpati kalo lo-nya temperamen begini?" aku menenangkan Dennis.
"Pokoknya di restoran seafood nanti malem, kita harus bisa bikin mereka berdua kewalahan!" Dennis bertekad, kembali merangkulku dan menggiringku lagi ke hadapan Yuna dan Reno.
Sungguh sulit menjalani peranku saat ini. Kami berdua seperti berperang dingin dengan 'pasangan baru' Yuna-Reno. Jujur saja, aku tidak setenang penampilanku. Gimana bisa terus berpura-pura kalem di depan Reno dan Yuna yang tiap menit semakin lengket?!
♡
"Hah?! Lo sekarang pura-pura pacaran ama Dennis?!" Seno nyaris berteriak kepadaku di telepon, ketika akhirnya Dennis sudi melepaskanku selama beberapa menit.
"Mm-hm." aku meringis karena telingaku berdenging mendengar teriakan cowok itu. Bisa kuterka Seno sedang mengusap wajahnya putus asa di seberang sana.
"Mik! Lo mau Reno jatuh ke tangan lo apa bikin dia makin jauh sih?" tanyanya sesuai perkiraanku.
"Masalahnya nggak segampang itu, Sen. Yuna sekarang udah kayak di lem sama Reno, nggak bisa lepas! Sementara Dennis nguntit gue terus ke mana-mana udah kayak bodyguard..." jelasku frustasi, "Kata Dennis, dia pengen bikin Yuna cemburu, dan akhirnya Yuna pisah dari Reno..."
Seno tertawa.
"Mikachu, lo polos banget sih?"
Aku melongo bingung, "Polos gimana?"
"Pikirin lagi deh. Seolah-olah kalo kalian pura-pura pacaran Yuna pasti cemburu dan misah dari Reno! Emang Yuna suka sama Dennis?"
Eh, mampus.
"I-iya juga ya! Maka itu gue nelpon lo!" aku berusaha keras tidak terdengar panik dan histeris, "Seno, gue harus apa?"
Terdengar suara helaan napas panjang Seno dari seberang. Pertanda dia juga sedang serius berpikir.
"Ya udah, apa boleh buat. Nasi udah jadi bubur. Ketan udah jadi uli. Dan kalo reaksi Reno nggak sesuai harapan, paling nggak, lo masih bisa jadian beneran sama Dennis kan?" Seno terkekeh.
"GUE SERIUS!"
"Ya... ya, sori. Ehm, gini. Gue cuma bisa ngasih lo satu saran."
"Apa?" tanyaku penuh harap.
"Jujur ke Reno."
♡
Eh, mampus!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top