SANKSI
Setelah kejadian kandasnya kapal, selang satu hari, syahbandar menjatuhkan sanksi pada ABK, bahwa kapal tidak boleh beroperasi sampai waktu yang tidak ditentukan. Semua ABK menghabiskan hari-harinya di atas kapal tanpa melakukan pekerjaan apa pun. Kecuali Mahmud dan Paul, mereka tetap memasak.
Azka dan Zie yang sedang bersantai di anjungan, saling diam sibuk dengan pikirannya masing-masing. Zie tiduran di sofa, sedangkan Azka duduk di lantai. Jika kapal tidak beroperasi, kemungkinan besar mereka tidak akan mendapatkan bonus tapi hanya gaji pokok. Padahal jika dihitung-hitung, bonus perwira saat kapal jalan lebih besar dari gaji pokok.
"Nggak bisa kalau kita begini terus," ucap Zie memecah keheningan.
"Terus mau bagaimana, Chief?" tanya Azka lesu, pusing memikirkan masa depannya. "Kalau sanksi tidak cepat dicabut syahbandar, kita akan nganggur, cuma makan gaji buta! Mana bisa begitu?" keluh Azka.
Zie bangun dari rebahannya, dia duduk memainkan ponsel. Tak berapa lama ada telepon masuk di HP-nya.
"Aku angkat ini, sebentar," pamit Zie ke luar anjungan.
Kepala Azka pening, dia memikirkan cicilan di bank yang belum lunas. Belum lagi saat ini Ratmi sedang membangun rumah mereka, pasti dia membutuhkan banyak biaya. Azka mengacak rambutnya frustrasi.
"Ya Allah, jika memang rezekiku di laut, semoga saja ada pencerahan dan jalan keluar untuk masalah ini," doa Azka tulus hampir menangis.
Ini bukan kesalahannya, hanya karena kelalaian satu orang tapi semua ikut menanggung. Inilah yang dinamakan jiwa korsa dan loyalitas!
Azka sejenak terdiam mengingat semua nasihat dan pesan kakak senior, staf bataliyon taruna pelayaran, dan pembimbingnya saat dulu masih kuliah.
"Ternyata ini tujuan didikan itu," gumam Azka menyadari sesuatu.
Dia mendapatkan jawaban mengapa saat menjadi taruna, Azka diajarkan jiwa korsa dan loyalitas. Ternyata agar dia memiliki rasa senasib sepenanggungan, perasaan solidaritas, semangat persatuan dan kesatuan terhadap sesama ABK. Hingga faktor-faktor jiwa korsa itu timbul, meliputi rasa hormat, kesetiaan, kesadaran, dan tidak mementingkan diri sendiri maupun golongan.
Loyalitasnya kepada perusahaan kapal feri tempatnya bekerja sekarang diuji. Apakah Azka setia dengan perusahaan itu ataukah dia akan meninggalkannya.
"Kasihan Kapten Antoni, dia tidak melakukan kesalahan, tapi dia yang bertanggung jawab atas semua kejadian ini. Mondar-mandir ke syahbandar, disidang, masih lagi namanya muncul diberita. Ternyata tidak gampang jadi nahkoda." Azka terus bergumam sembari mempelajari masalah yang terjadi.
Dia menghela napas dalam, meskipun begitu tekadnya yang ingin menjadi nahkoda tidak goyah. Adanya kejadian itu, Azka belajar banyak hal.
"Azka!" panggil Antoni tegas mengejutkan Azka. Dia datang ke anjungan sendiri.
Azka mendongakan kepalanya, lalu berdiri.
"Kap, bagaimana?" tanya Azka khawatir.
Antoni mendekati Azka, dia duduk di sofa menghela napas lelah. Wajahnya kusam, matanya pun terlihat sayu dan kantuk. Azka duduk di sebelah Antoni, merasa iba melihat wajah nahkodanya yang penuh beban.
"Beginilah jadi nahkoda, Azka," ujar Antoni bersandar dan mengusap wajahnya dengan kedua tangan. "Jika suatu hari nanti kamu jadi nahkoda, ingat baik-baik perkataan saya ini, Azka." Antoni menegakkan tubuhnya, menatap Azka teduh.
Dengan setia Azka mendengar pesan Antoni.
"Menjadi seorang pelaut yang profesional merupakan hal yang sangat banyak dibutuhkan kemampuannya oleh perusahaan swasta atau negeri, namun untuk mendapatkan hal yang seperti itu harus memiliki ilmu, pengalaman yang lebih mumpuni sehingga dalam menghadapi segala rintangan akan menjadi lebih mudah mengatasinya. Tugas yang paling berat di dalam kapal laut itu nahkoda, Azka." Antoni menepuk bahu Azka.
"Iya, Kap." Azka mengangguk paham. Keyakinannya menjadi nahkoda pun semakin kuat.
Nakhoda adalah seorang pemimpin kapal. Istilah kapten digunakan bagi seorang nakhoda di sebuah kapal. Nakhoda bagian dari perwira laut selain mualim dek dan masinis mesin yang memegang komando tertinggi di atas kapal niaga atau kapten kapal. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran, nakhoda adalah salah seorang dari awak kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Kamu harus tahu tugas dan kewajibanmu sebagai nahkoda suatu hari nanti. Seorang nahkoda memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat dan mempunyai peran penting dalam melaksanakan tugasnya di dalam kapal. Pada saat berlayar menuju pelabuhan satu ke tujuan pelabuhan yang lain, seorang nahkoda kapallah yang bertanggung jawab dalam menentukan keputusan yang diambil supaya keselamatan penumpang terjaga dengan baik," jelas Antoni tersenyum membagi pengalamannya kepada Azka.
Azka mengangguk, mengerti maksud ucapan Antoni. Dengan setia dan sabar dia mendengar setiap nasihat dan cerita Antoni. Hitung-hitung Azka mencari bekal pengalaman sebelum benar-benar menjadi nahkoda.
"Kejadian ini salah satu contoh kecil, Azka. Nahkoda kapal itu sudah menandatangani Perjanjian Kerja Laut (PKL) dengan pengusaha kapal. Jadi pemilik kapal sudah menyerahkan kepercayaannya kepada nahkoda. Beda dengan PKL awak kapal lainnya yang hanya dengan syahbandar," jelas Antoni.
"Iya, Kap."
"Misalkan seorang mualim sedang bertugas di anjungan sewaktu kapal mengalami kekandasan. Meskipun pada saat itu nahkoda tidak berada di anjungan kapal, akibat kekandasan itu tetap menjadi tanggung jawab nahkoda. Seperti kejadian kemarin. Second Yona yang sedang bertugas jaga, kapal kandas, akibatnya saya yang bertanggung jawab menyelesaikan masalah ini ke syahbandar, membersihkan nama baik perusahaan, walaupun berimbas pada nama baik saya.
"Contoh yang lain, misal seorang masinis sedang bertugas di kamar mesin, tiba-tiba terjadi kebakaran dari kamar mesin. Maka akibat yang terjadi karena kebakaran kapal itu tetap menjadi tanggung jawab nahkoda. Jadi kamu paham kan bagaimana tanggung jawabmu suatu saat nanti jika menjadi nahkoda? Berat, Azka. Apa kamu siap?" tanya Antoni memastikan jika impian Azka tidak goyah karena ceritanya itu.
"Insya Allah, saya siap, Kap! Ini sudah menjadi tekad saya!" ucap Azka yakin dan mantap.
Antoni tersenyum bangga, bukan maksud dia menakut-nakuti Azka, dia hanya ingin memberikan pandangan dan membagi pengalamannya selama menjadi nahkoda kapal.
"Jangan kecewakan orang tuamu, Azka. Raihlah cita-citamu, hempaskan jauh sementara cintamu jika kamu ingin meraih cita-cita. Suatu hari nanti, jika kamu sudah sukses, cinta yang tulus akan datang dengan sendirinya. Percayalah ucapanku ini, karena saya sudah membuktikannya." Antoni semakin menguatkan tekad Azka.
Keyakinan dan tekad menggebu di dalam dada Azka semakin kuat. Antoni menepuk bahu Azka tiga kali dan tersenyum.
"Kapten, sudah makan? Kalau belum saya ambilkan," tawar Azka ingin beranjak dari tempat duduknya namun ditahan Antoni.
"Saya tidak selera makan, Azka. Nanti saja kalau saya mau, saya panggil koki," tolak Antoni halus agar tidak menyinggung perasaan Azka.
Azka mengangguk, dia kembali duduk di samping Antoni. Beberapa menit tidak ada obrolan, Azka melirik ternyata Antoni ketiduran, wajahnya ia tutup dengan lengan tangan. Azka membiarkannya tidur, dia menemani Antoni sembari jaga di anjungan. Karena meskipun kapal tidak beroperasi, namuk perwira jaga harus mengawasi posisi kapal dan bahaya di sekitar kapal. Dari radar yang terpasang di anjungan, Azka dapat melihat semua benda yang dekat dengan kapal.
Dia juga harus memerhatikan posisi kapal, jika sedang berlabuh jangkar seperti saat ini, rawan kapal mendekati perairan dangkal karengan kapal tertiup angin kencang dan alur dari dalam air. Jika kapal bergeser mendekati perairan dangkal, cepat-cepat perwira jaga laporan pada nahkoda, agar nahkoda bertindak dan memerintahkan ABK untuk memindahkan kapal ke tempat berlabuh yang aman.
***
Hari berganti, sampai dua minggu belum ada kabar apa pun mengenai sanksi yang diberikan syahbandar. Perusahaan tempat Azka bekerja mempunyai lima kapal penyeberangan yang tersebar di beberapa pelabuhan Indonesia. Yona dipindahkan ke kapal lain, masing untung dia tidak dikeluarkan. Dan ada beberapa awak kapal juga dipindahkan ke kapal lain yang sedang membutuhkan tenaga dan keahlian mereka.
Awak kapal yang masih tersisa di kapal itu bersantai di ruang penumpang. Kegiatan mereka setelah membersihkan kapal, hanya karaoke atau mendengarkan musik, nonton film dari koleksi kaset DVD yang mereka punya di ruang penumpang untuk menghilangkan suntuk. Mereka juga sedang dihukum dari kantor, tidak ada yang boleh turun ke darat kecuali ada kepentingan sangat mendesak. Zie dan Azka bersebelahan tengkurap di matras.
"Makin sepi ya, Chief?" tanya Azka.
Di kapal itu tinggal beberapa awak kapal, 4 kelasi, 2 juru mudi, 2 oliman, 2 masinis, 2 mualim, koki, pelayan, serang, markonis, dan nahkoda. Meskipun terbatas, tapi dengan jumlah awak kapal segitu, kapal tetap bisa beroperasi jika sanksi dicabut syahbandar.
"Iya. Sampe kapan begini?" gumam Zie sudah bosan hari-harinya hanya begitu tanpa ada kepastian.
"Chief, katanya mau pindah kapal. Jadi?" tanya Azka.
Beberapa hari lalu, Zie mencari kapal lain. Ijazah profesinya sudah keluar dan sertifikasi untuk syarat ke kapal tanker pun juga sudah ada.
"Insya Allah, Third. Tapi tunggu keputusan dari Kapten Antoni dulu. Kan semua sertifikat dan ijazah asli masih di kantor. Kalau mau ambil, harus bawa buku pelaut yang menyatakan sudah berhenti berlayar di kapal ini dan ditandatangani nahkoda," jelas Zie diangguki Azka.
"Iya, Chief. Semoga lancar semuanya ya?"
"Aamiin. Kamu juga harus punya rencana, jangan puas hanya di kapal ini saja. Banyak kapal yang perlu kamu jelajahi, kalau kamu bertahan di kapal ini saja, mana bisa melihat dunia luar? Manfaatkan ilmu yang sudah kita dapat, sayang kalau ijazah profesi ANT III cuma untuk berlayar di kapal feri. Masih ada kapal kontainer, tanker, tagboat, migas, Pelni, dan lainnya."
Ucapan Zie membuka pikiran Azka, benar apa yang dikatakannya. Azka memikirkan itu, dia mulai mengatur masa depannya. Berusaha mencapai planning yang sudah dia susun.
Kita sebagai manusia hanya bisa berencana, namun Allah yang menentukan segalanya.
#########
Sampaikan pada Dilan, yang berat itu bukan rindu, tapi tanggung jawab sebagai nahkoda.😅😅😅 #demamDilan1990
Semoga paham ya dan bisa membayangkan pekerjaan pelaut. Aamiin.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top