RIZKI TAK AKAN KE MANA

Setelah Azka membersihkan semua toilet, sepeti biasa, dia mencuci pakaiannya. Kapal saat ini berada di tengah lautan, gelombang yang cukup tinggi membuat sebagian penumpang mabok. Tapi untuk para ABK ini sudah menjadi santapan mereka sehari-hari.

"Azka, kamu di dalam?" Ketukan pintu kamar mandi mengusik kegiatan Azka yang masih menyikat bajunya.

"Iya," sahut Azka kepada entah siapa yang mengetuk pintu, yang pasti masih ABK karena Azka berada di kamar mandi kabin ABK.

"Selesai mandi, dipanggil Kapten di kamarnya," ujar orang itu.

Dipanggil Kapten? Ada apa ya? Apa Azka melakukan kesalahan yang tidak disadarinya? Azka hanya menerka-nerka, karena tidak biasanya nahkoda memanggil, jika tidak ada sesuatu yang penting.

"Oh iya, nanti aku ke kamarnya," sahut Azka sedikit mengeraskan suaranya agar orang itu dapat mendengar.

Tak ada lagi jawaban, berarti orang itu sudah pergi, pikir Azka. Dia segera melanjutkan kegiatannya, selesai membersihkan diri, lantas dia menjemur pakaiannya. Dia membawa pakaian basahnya ke geladak tempat biasa para ABK menjemur pakaian. Angin berhembus kencang, semua pakaian berkibar, untung saja mereka menjepitnya, jika tidak, pasti semua sudah terbang. Meskipun di atas kapal, mereka masih dapat melakukan kegiatan seperti yang dilakukan orang kebanyakan saat di darat, namun semuanya terbatas.

"Ka, ngapain?" tanya Zie, yang saat ini sedang dinas jaga di anjungan.

Azka menoleh mencari sumber suara, dia melihat Zie mengeluarkan kepalanya dari jendela dan memegang HT di tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memegang putung rokok.

"Jemur pakaian, Chief," jawab Azka sambil melanjutkan pekerjaannya.

"Oh, habis ini ke kamar Kapten ya? Ada sesuatu yang mau dia bicarakan sama kamu," pinta Zie mengulang informasi yang sudah orang tadi katakan.

Perasaan Azka semakin tak tenang, ada apa ya? Pikirannya menjadi kalut.

"Iya Chief, setelah aku mengganti pakaian ya," kata Azka dijawab anggukan oleh Zie.

Zie membuang putung rokoknya langsung ke laut, lantas kembali menutup jendela anjungan. Setelah Azka selesai menjemur pakaiannya, dia merapikan diri, memperpantas diri di depan cermin untuk menemui nahkoda kapal.

"Mau ke mana kamu, Ka?" tanya Mahmud yang sedang memainkan gitar bersama teman juru mudi yang satu kamar bersama mereka.

"Disuruh ke kamar Kapten," jawab Azka menyisir rambutnya ke belakang.

Semua saling memandang, tak biasanya nahkoda mereka memanggil seperti itu jika tidak ada yang penting, pikiran itu muncul di kepala mereka semua.

"Ka, kamu punya salah apa?" tanya Firman seorang juru mudi yang sedang tak bertugas.

Azka membalikkan badan dan duduk di tepi ranjang Mahmud.

"Aku juga nggak tahu Man, tiba-tiba tadi Chief Zie menyuruhku menemui Kapten di kamarnya. Aku juga takut, salah apa aku ya? Padahal aku sudah bekerja sangat hati-hati dan aku rasa, selama ini bekerja sesuai peraturan yang ada."

"Sudah, daripada bertanya-tanya dan bingung, lebih baik sana, temui aja dulu. Semoga saja nggak ada masalah apa-apa, Ka," ujar Mahmud menepuk bahu Azka untuk menenangkan hati teman baiknya itu.

"Iya, Ka, bener kata Mahmud," timpal Saiful yang juga bertugas sebagai juru mudi.

"Iya deh, aku temui dulu. Semoga nggak ada masalah yang serius," kata Azka menarik napasnya dalam agar menetralkan perasaannya, lantas dia keluar dari kamar.

Kamar yang dia tempati dengan kamar nahkoda kebetulan hanya tersekat oleh kamar Zie. Azka perlahan mengetuk pintunya, menunggu beberapa saat, akhirnya pintu terbuka.

"Masuk, Ka," perintah Antoni, nahkoda kapal itu.

Azka masuk melihat kamar nahkodanya membuat dia berdecak kagum. Rapi, harum dan fasilitasnya lengkap. TV, DVD, AC, dan bebagai lemari serta alat kerja semua ada di sana. Tak heran lagi buat Azka, memang ini pantas seorang nahkoda dapatkan.

"Duduk, Ka," titah Antoni berjalan mengambil sesuatu dari meja kerjanya.

Azka duduk di sofa panjang yang menghadap langsung pada TV. Sejuk, tak seperti kamarnya, meskipun ada AC juga, tapi kalau semua penghuni kamar ada, suasana tetap saja sedikit panas. Antoni duduk di samping Azka dan memberikan beberapa kertas padanya.

"Ka, ini ijazah profesi kamu. Zie yang meminta kampusmu mengirimkan ke kantor cabang Lembar. Baru tadi sampai," jelas Antoni memberikan ijazah yang sudah beberapa bulan ini Azka tunggu.

Mulut Azka menganga tak percaya, ijazahnya kini nyata berada di tangannya. Air mata bahagia tak mampu Azka bendung, Antoni menepuk punggung Azka dan ikut merasa bahagia.

"Kenapa kamu tidak bilang, kalau punya ijazah ANT III?" tanya Antoni yang baru kali ini mengajak Azka mengobrol banyak.

Azka memeluk ijazahnya sambil mengelap air mata yang membasahi pipinya.

"Maaf Kap, Anda melihat saya seperti ini," ucap Azka tak enak hati.

"Tidak apa-apa, wajar, saya dulu juga merasakan apa yang kamu rasakan. Setelah bertahun-tahun menempuh pendidikan, akhirnya bisa kamu peluk juga hasilnya, ya?" kata Antoni.

"Iya Kap, benar. Maaf Kap, bukannya saya mau berbohong soal ijazah ini, tapi waktu itu, karena saya butuh pekerjaan dan saya pikir bekerja apa adanya dulu di kapal, asal bisa sambil belajar tugas-tugas yang dilakukan perwira. Hitung-hitung saya juga berlatih Kap, sebelum benar-benar jadi perwira di kapal," jelas Azka disusul kekehan Antoni.

"Azka ... Azka, kamu itu benar-benar orang yang gigih dan tidak mau nganggur ya? Saya sudah perhatikan kamu sejak awal naik di kapal ini. Memang Zie sudah menjelaskan kepada saya sebelum memintamu naik di kapal ini. Kebetulan juga nih, ijazah sudah ada dan Third Yona akan naik jabatan menjadi Mualim dua, Second Officer, jadi jabatannya Third Yona belum ada yang mengisi, kalau kamu mau, kamu bisa menempatinya," ujar Antoni membuat Azka terkejut tak menduganya.

Dia menatap Antoni tak percaya. "Kapten, ini serius?" tanya Azka memastikan jika pendengarannya tak salah.

Antoni mengangguk yakin sambil memegang bahu Azka. Tanpa pikir panjang Azka membungkukkan tubuhnya mencium tangan Antoni wujud ucapan terima kasihnya. Lagi-lagi Azka tak mampu lagi berkata-kata, hanya syukur yang dapat dia ucapkan.

"Makasih, Kap," ucapnya berulang-ulang kali.

Antoni menepuk punggungnya dan tersenyum bahagia melihat bagaimana Azka sangat senang dengan kabar ini.

"Saya hanya berpesan sama kamu, Azka. Jika nanti kamu sudah jadi perwira, jangan sombong dan jangan sok menjadi yang paling baik. Karena bagaimanapun, di luar sana masih ada yang lebih baik darimu. Syukuri semua yang kamu dapat saat ini dan yang paling penting, saya selalu tegaskan kepada semua ABK, menabunglah, sisihkan sebagian gaji kalian untuk sekolah, untuk ujian menaikan ijazah profesi dan mengambil sertifikat yang lainnya. Karena tidak selamanya kan, kamu akan bekerja di kapal feri? Masih banyak kapal yang harus kamu coba dan jelajahi, Azka. Jangan puas hanya di kapal ini saja, mumpung masih muda dan belum berkeluarga," nasihat Antoni panjang lebar.

"Iya Kap, Insya Allah saya akan patuhi itu semua. Sekali lagi makasih ya, Kap," ucap Azka menegakkan tubuhnya.

"Kamu sementara kerjakan pekerjaan seperti biasa dulu ya? Sampai Second digantikan Third, baru nanti kamu sama Yona barengan ke syahbandar untuk sijil baru," perintah Antoni.

"Baik, Kap," jawab Azka patuh.

Kebahagiaan tak dapat terbendung lagi di hati Azka. Setelah keluar dari kamar Antoni, dia segera masuk ke kamarnya dengan senyuman bahagia yang tak pernah pudar.

"Ada apa, Ka?" tanya teman-teman sekamar Azka yang sudah menunggu sedari tadi.

Azka menarik napasnya dalam dan memperlihatkan ijazah yang sedari tadi dia peluk. Mahmud meloncat dari tempat tidurnya untuk memastikan kertas apa itu? Semua mendekat dan membaca.

"Azka! Ka-mu?" tunjuk Firman terkejut membulatkan matanya sempurna hingga bibirnya sedikit menganga karena tak percaya jika pelayannya adalah lulusan dari akademi pelayaran.

Azka hanya mengangguk dan tersenyum.

"Gilaaaaaa ... Azka, kamu benar-benar bikin kita semua terkejut. Kenapa nggak bilang dari dulu, Ka? Kenapa harus jadi pelayan dulu? Kan bisa kamu minta jadi juru mudi, minimallah ... kelasi," ujar Saiful yang tak kalah terkejutnya.

"Dulu kan pas aku cari kerjaan, di kapal ini, yang kosong bagian dek cuma pelayan. Ada sih oliman, masa aku mau jadi oliman," jelas Azka sambil terkekeh membayangkan, bagaimana jika dia menjadi oiler?

Mahmud menepuk bahu Azka, ikut berbahagia dengan hasil yang telah dicapai teman dekatnya itu.

"Selamat ya, Ka," ucapnya tersenyum bangga namun ada sedikit rasa tak rela, jika nanti Azka tak lagi menjadi partnernya.

Karena Mahmud selama ini sudah merasa cocok pada Azka. Dia anak yang rajin dan tanpa diperintah, Azka sudah dapat mengerti apa yang harus dia kerjakan.

"Makasih ya Mud, jangan sedih begitu dong, Mud. Aku belum akan pergi dari kapal ini. Hanya...," ucapan Azka menggantung, membuat semua temannya intens menunggu kelanjutannya.

"Cuma apa?" tanya Firman yang sudah tak sabar.

"Cuma aku akan jadi mualim III jika nanti Third Yona naik jadi mualim II," lanjut Azka semakin membuat temannya girang.

"Yakin kamu, Ka?" tanya Mahmud siap memeluk Azka.

"Iya, tadi Kapten Antoni sendiri yang bilang begitu," jelas Azka langsung mendapat serbuan peluk dari teman-temannya.

Azka sangat bahagia mendapat dukungan dari teman-temannya. Dia sangat bersyukur di tempatkan dengan orang-orang seperti mereka, meski tak semuanya memiliki sifat baik, namun Azka selalu bisa menempatkan diri, sampai teman-temannya merasa cocok dan nyaman dengannya.

"Kamu harus telepon ibumu Ka, kabari dia," usul Mahmud mengingatkan.

"Oh iya, makasih ya Mud, udah mengingatkan. Nanti kalau sampai di Lembar, aku telepon," ucap Azka dibalas senyuman dan tepukan kecil di bahunya.

"Jangan lupa Ka, pacar kamu juga dikasih tahu. Pasti dia akan ikut seneng. Apalagi, ini juga menyangkut masa depan kalian," imbuh Firman membuat Azka kepikiran Iis lagi.

Azka hanya mengangguk dan menyimpan ijazahnya. Azka sendiri juga bingung dengan hubungannya bersama Iis. Setelah ucapan Iis waktu itu, dia tidak pernah lagi memberikan kabar padanya. Jangankan sms, saat Azka menelepon, Iis tak pernah lagi mengangkatnya. Namun itu tak menjadi masalah besar bagi Azka, yang terpenting sekarang adalah Ratmi dan Dion.

###########

Duuuuh, emang ya ... kalau udah rezeki nggak bakal ke mana. Senangnya Mas Azka udah bisa pegang Ijazahnya.😊

Makasih udah mau mengikuti sampai sejauh ini. Semoga tidak membosankan ya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top