PERNIKAHAN PEDANG PORA

NB : Sebelum membaca, lebih lengkap kalau buka video di mulmed dulu. Biar bisa membayangkan acara pedang poranya.

****

Tidak mudah mempersiapkan acara pernikahan apalagi dengan upacara pedang pora. Setiap orang yang memiliki hajad, sudah pasti ingin memberikan kesan terbaik untuk dirinya sendiri, keluarga besar, serta tamu undangan.

Rasa lelah mendera Azka dan Katrin, tapi tidak menyurutkan rasa bahagia mereka. Sejak satu minggu sebelum acara terselenggara, semua semakin disibukkan dengan berbagai persiapan untuk hari H. Mulai dari menyiapkan perlengkapan adik tingkat Azka yang akan bertugas sebagai pasukan pedang pora di pernikahannya, menghias gedung resepsi, memastikan menu makanan di katering, dan lain sebagainya.

Malam ini, sebelum besok pagi diadakan ijab kabul, semua mengikuti gladi resik. Kedua calon pengantin, orang tua belah pihak, pasukan pedang pora, dan pembawa acara berkumpul di aula yang sudah rapi dengan hiasan lambu warna putih bercampur merah jambu dan bunga warna-warni. Pelaminanan juga sudah siap, di depannya ada hiasan seperti kolam kecil dan air mancur. Berbagai bunga asli mempercantik pelaminan, apalagi di belakang tempat duduk pengantin ada siluet cahaya yang membuatnya terlihat hangat dan romantis. Biarpun dekorasi dan disain gedung modern, tapi masih terasa adat Jawa yang kental.

Latihan prosesi pedang pora yang diadakan sejak pukul 19.00 WIB hingga tengah malam pukul 23.45 WIB, membuat semua lelah. Azka duduk di sebelah Anwar, sedangkan Katrin duduk selisih dua bangku darinya.

"Istirahat duluan sana, besok pagi salat Subuh terus persiapan." Azka memerintah Katrin sangat lembut.

Di gedung itu tersedia satu ruangan khusus untuk meletakkan barang-barang dan persiapan make up sebelum besok acara dimulai.

"Iya. Ibu sama Mama mana ya?" Katrin mengedarkan pandangannya mencari Ratmi. "Perasaan tadi ada di sini," imbuh dia kebingungan.

Azka ikut mengedarkan pandangannya mencari mereka.

"Mama sama Bu Ratmi lagi ambil pesanan di depan. Kamu istirahat saja dulu, biar nanti mereka menyusul," jelas Anwar.

"Nanti aja deh, Pa. Nunggu Mama sama Ibu. Takut aku sendirian."

"Ya sudah, tunggu saja," sahut Anwar cuek.

"Ih, Papa nih...!" protes Katrin karena respons singkat Anwar.

Azka terkikih melihat Katrin memanyunkan bibirnya. Karena tidak terima ditertawakan Azka, Katrin memukul lengan Azka dengan botol kosong air mineral.

"Jangan ketawa!" larang Katrin malu tapi wajah dibuat sok galak.

"Iya-ya, maaf," ucap Azka berhenti menertawakan Katrin. "Aku ke sana dulu ya?" izin Azka pada Katrin menunjuk segerombolan laki-laki dan ada tiga perempuan duduk di lantai. Di antara mereka ada yang sedang kipas-kipas menggunakan sobekan kertas.

"Iya," jawab Katrin singkat.

"Pa, Azka nyamperin mereka dulu ya?" izin Azka pada Anwar sembari beranjak dari tempat duduk.

Anwar mengangguk-angguk, mengizinkan. Azka pun lantas mendekati adik tingkatnya yang akan menjadi bagian di acara spesialnya.

"Gimana? Cape?" tanya Azka langsung nimbrung ikut duduk bersama mereka.

"Lumayan, Bang. Tapi harus tetap semangat, demi acara besok, biar lancar tanpa hambatan," sahut salah satu dari mereka.

Azka tersenyum dan menganggukkan kepala.

"Seragam sama atributnya sudah siap semua kan?" tanya Azka hanya ingin memastikan. Jangan sampai mereka melupakan salah satu bagian penting itu.

"Sudah, Bang. Tadi sore kami sudah siapkan semuanya. Pedang pora dan atribut sudah digosok pakai Brasso, biar mengkilap," jawab komandan pasukan pedang pora.

"Sip!" Azka mengacungkan kedua ibu jarinya. Dia percaya, mereka tidak akan mengecewakannya.

"Ka!!!" panggil Listiana, "ayo ajak mereka makan dulu, baru nanti istirahat," titah Listiana yang berjalan beriringan dengan Ratmi menjinjing dua plastik berukuran besar berisi nasi kotak.

"Iya, Ma," sahut Azka. "Sana, kalian ambil nasinya, terus setelah makan langsung istirahat. Besok setelah salat Subuh jangan lupa persiapan," titah Azka.

"Iya, Bang," sahut mereka hampir bersamaan lalu berdiri mendekati Ratmi dan Listiana.

Ratmi dan Listiana membagikan nasi kotak dan air mineral botol satu per satu kepada mereka. Azka yang melihat Katrin menyandarkan kepalanya di bahu Anwar lalu mendekat.

"Udah ngantuk tuh, sana bobo! Matanya merah gitu," perintah Azka halus.

Mendengar cara lembut Azka memerintah Katrin, Anwar tersenyum lebar. Sejak Anwar mendengar langsung cara Azka berbicara dan melihat cara memperlakukan Katrin selama ini, dia tidak ragu melepaskan putrinya untuk berumah tangga dengan Azka.

Memang kamu pria yang baik, Ka. Terlihat dari caramu memperlakukan ibumu dan putriku. Sangat beruntung putriku mendapatkanmu. Batin Anwar dalam hati bangga mendapatkan mantu Azka.

"Iya, tapi aku laper," jawab Katrin manja masih bersandar di bahu Anwar sambil mengelus perutnya yang rata.

"Bentar, aku ambilin," ucap Azka. "Papa juga mau diambilkan?" tawar Azka sebelum pergi.

"Boleh," jawab Anwar.

Azka lalu mendekati Listiana dan Ratmi.

"Nasinya masih, Bu?" tanya Azka pada Ratmi.

"Masih," jawab Ratmi.

"Ka, bawa sana saja yuk! Kita makan bareng di sana," perintah Listiana menunjuk tempat duduk Katrin dan Anwar. "Dion mana? Kok dari tadi nggak kelihatan?" Listiana mencari-cari sembari mengangkat lima botol air mineral ukuran kecil.

"Di hotel sama saudara yang lain. Besok pagi dia ke sini," jawab Ratmi.

"Oooh, iya sudah nggak apa-apa," ujar Listiana. "Ayo, Ka, tolong bantu Mama bawakan ini ya?" tunjuk Lestiana dengan dagunya pada nasi kotak yang tersisa di meja.

"Iya, Ma." Azka membantu membawakan nasi kotaknya, mereka mendekati Katrin dan Anwar lalu memakan nasi kotak bersama-sama.

***

Hingga tibalah hari yang ditunggu-tunggu. Rasa lelah semua terbayar saat acara dimulai. Setelah pagi tadi acara ijab kabul, siang dilanjutkan acara resepsi. Tamu undangan sudah memadati aula, beberapa orang juga bersiap mengambil gambar dan video acara sakral tersebut.

Katrin terlihat cantik mengenakan ball gown warna putih dan ada tiara kecil di atas kepala, menandakan dia adalah ratu di acara tersebut. Buket mawar putih tergenggam erat di tangan kirinya. Sedangkan Azka terlihat sangat tampan dan gagah dengan seragam pelaut lengan panjang bewarna putih lengkap dengan atribut dan pet pelaut. Tangan kanan Katrin menggandeng lengan Azka.

"Aku gugup," bisik Katrin saat berdiri menunggu prosesi pedang pora.

"Tenang, jangan gugup," ujar Azka pelan yang sebenarnya ia juga merasa gugup namun ditutupi dengan sikapnya yang tenang sehingga terlihat berwibawa.

"Oke," sahut Katrin menarik napasnya dalam dan menghembuskan pelan. Perasaannya sedikit lebih tenang, dia menarik bibirnya hingga tersungging senyum merekah yang memancarkan kebahagiaan.

Prosesi pedang pora pun dimulai, kedua mempelai sudah siap berjalan memasuki gerbang yang terdiri dari 12 orang pasukan pedang pora yang berdiri saling berhadap-hadapan dengan satu orang sebagai komandan regu. Pasukan pedang pora terlihat gagah dan berwibawa, semua berpakaian seragam putih lengkap dengan atribut dan juga tidak lupa pedang pora atau pedang panjang yang masih berada di dalam sarung tergantung pada pinggang masing-masing. Suasana terasa khidmat dan sakral.

Seorang wanita sebagai pembawa acara yang juga berseragam putih lengkap dengan atribut merupakan bagian dari pasukan pedang pora membacakan satu per satu tatanan acara.

Saat komandan regu sudah melaporkan kesiapan mereka pada kedua mempelai, pasukan pedang pora pun kemudian dipersiapkan untuk mulai menghunus pedangnya. Pedang yang terhunus memiliki makna sendiri, yakni dengan jiwa kesatria, kedua mempelai siap menghadapi segala rintangan yang akan mereka hadapi di dalam kehidupan.

Setelah itu, secara perlahan pedang pora mulai terangkat ketika Azka dan Katrin berjalan elegan, pelan tapi pasti di bawah pedang tersebut. Selama berjalan di bawah pedang pora, sikap Azka hormat. Suara tambur pun mengiringi keduanya yang tengah melewati deretan pedang, diikuti oleh pasukan pedang pora yang berjalan tegap di belakang mempelai.

Ya Allah, aku yang tadinya cuek sama acara pedang pora ini, ngerasa merinding. Ada rasa bangga aku jadi istri Azka. Aku bangga jadi istri pelaut. Batin Katrin saat berjalan di antara formasi pedang-pedang dari para taruna. Ingin rasanya ia menangis haru, tapi Katrin menahannya. Dia tidak mau merusak momen sakral tersebut.

Anwar, Listiana, Ratmi, dan juga paman Azka---sebagai pendamping Ratmi menggantikan posisi ayah Azka di acara resepsi---tersenyum bangga. Air mata haru Ratmi tidak bisa terbendung saat melihat putra pertamanya menjalani prosesi pedang pora bersama belahan jiwa.

Ya Allah, anakku sudah dewasa. Azka, kamu sudah bisa membuat bangga Ibu, Nak. Melihat semua ini, kamu sudah membuktikan kerja kerasmu selama ini. Ibu bangga padamu, Nak. Ratmi membatin sambil menyeka air matanya.

Acara pedang pora itu juga menjadi hiburan dan pembahasan para tamu yang datang, banyak yang muji.

Sesampainya mempelai di depan pelaminan, pasukan pedang pora membuat formasi lingkaran yang mengelilingi mereka sembari menghunuskan pedang ke atas hingga seolah membentuk payung. Makna di balik bentuk payung pora itu, agar Tuhan Yang Maha Esa akan senantiasa melindungi kedua mempelai dalam menghadapi segala rintangan kehidupan dan selalu ingat untuk memohon lindungan dan petunjuk kepada-Nya.

Selanjutnya, kedua mempelai saling memasangkan cincin yang melambangkan jika mereka akan selalu bersama-sama dalam mengarungi bahtera kehidupan baru.
Ucap janji setia pun terlontar tegas dan tulus dari Azka dan Katrin yang masih di bawah formasi payung pora.

"Menjadi istri pelaut tidaklah mudah, kamu akan sering merasa kesepian dan juga melewati hari-hari tanpaku. Apakah kamu siap, Katrin Nuraini?" tanya Azka menatap dalam kedua bola mata Katrin yang berkaca-kaca lantaran terharu.

"Iya, aku siap dan berjanji akan selalu setia menunggumu. Meskipun Allah tidak pernah menjanjikan lautan tenang, langit selalu cerah, dan cuaca selalu bagus, tapi Allah telah menyiapkan dermaga yang indah. Aku akan selalu menunggumu di ujung dermaga," balas Katrin menitikkan air mata.

Menggunakan ibu jarinya, Azka menyeka sangat lembut air mata yang jatuh membasahi pipi Katrin. Bibir semua orang yang berada di sana merekah senyuman manis. Tak sedikit yang juga ikut terharu, termasuk Listiana dan Ratmi.

Pedang pora perlahan diturunkan, pasukan membuat barisan memberikan jalan untuk mempelai naik ke atas pelaminan. Sampai di atas pelaminan, saat melewati orang tua Katrin, Listiana langsung memeluk Katrin dan mencium kedua pipinya.

"Mama, jangan nangis. Nanti aku ikutan nangis," ucap Katrin parau menahan tangisnya.

"Maaf, Mama nggak bisa nahan. Mama sangat bahagia." Listiana menghapus air matanya.

Anwar mendekati Katrin, dia menangkup pipi putrinya, lantas mencolek hidung Katrin.

"Kamu sudah jadi istri Azka sekarang, Nak. Jadilah istri yang baik dan menantu yang baik ya, Nak? Doa Mama sama Papa selalu menyertaimu." Anwar mencium kening Katrin lalu memeluknya.

"Makasih ya, Pa," ucap Katrin.

"Azka." Ratmi mengelus pipi Azka, matanya merah menahan air mata.

"Ibu jangan menangis, ini hari bahagia kita," ujar Azka lalu memeluk Ratmi.

"Ibu bangga sama kamu, Nak," bisik Ratmi di saat Azka memeluknya.

Tak kuasa menahan air matanya, Azka menangis di bahu Ratmi. Katrin mengelus punggung Azka, memberikan ketenangan pada suaminya.

Ratmi perlahan menagakkan tubuh Azka, dia menangkup kedua pipi Azka dan menghapus air matanya.

"Ini belum seberapa, Bu. Dari apa yang sudah Ibu korbankan selama ini untuk Azka dan Dion."

"Tapi Ibu sudah bahagia melihat kamu seperti ini, Nak. Ibu tidak mau apa-apa lagi darimu. Sekarang kamu sudah punya istri, jadilah suami yang bertanggung jawab, sayangilah istrimu seperti kamu menyayangi Ibu selama ini. Bahagiakan dia, makmurkan keluargamu, binalah bahtera rumah tangga dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab. Dan jangan lupa, bimbing istri serta anak-anakmu dengan agama." Ratmi mencium kening Azka lalu pindah berdiri di depan Katrin.

Sebelum Ratmi berucap, Katrin langsung memeluk dan menangis tersedu-sedu di bahunya.

"Jangan menangis, sudah-sudah." Ratmi menegakkan Katrin dan menghapus air matanya.

Azka mengusap-usap bahu Katrin agar dia tenang dan berhenti menangis.

"Jadilah istri yang baik ya, Nak. Nurut kata suami, kalau salah satu dari kalian sedang berapi-api, sabar, jadilah air untuk meredamkan," pesan Ratmi membelai wajah Katrin.

"Iya, Bu." Katrin mengangguk.

Tidak perlu ngotot dan ngoyo mengejar sesuatu yang belum pasti menjadi milik kita. Sekeras apa pun kita memaksa untuk memilikinya, jika Tuhan tidak mengizinkan, pastilah akan lepas.

Dion naik ke pelaminan dan langsung memeluk Azka, menangis sesenggukan. Azka tersenyum, mengacak-acak rambut Dion sayang.

"Bang, hari ini Abang sudah membuktikan, Abang sudah bisa membuat Ibu bangga," ujar Dion terdengar oleh mereka yang di atas pelaminan.

Semua saling memandang dan melempar senyum. Azka melepas pelukan Dion lalu memegang kedua bahunya.

"Suatu saat nanti, kamu juga pasti bisa! Butuh tekad dan pengorbanan. Pilihan ada di tangan kamu." Azka menggenggam kedua tangan Dion. "Di depan sana masih banyak pilihan, semua tergantung kamu. Pilih membahagiakan Ibu dulu atau pilih membahagiakan dirimu sendiri?" Azka menunjuk-nunjuk dada Dion.

Dion menoleh Ratmi, lalu dia menjawab penuh keyakinan tanpa menoleh dari wajah ibunya, "Aku pasti akan memilih membahagiakan Ibu dulu, Bang."

Ratmi tersenyum lalu merentangkan kedua tangannya. Dion berhamburan ke pelukan Ratmi.

"Raihlah cita-citamu, Nak. Ibu akan selalu mendukungmu," ucap Ratmi mengelus kepala Dion.

"Iya, Bu. Doakan Dion biar bisa membahagiakan Ibu seperti yang sudah Bang Azka lakukan."

Azka menoleh ke samping menatap wanita cantik yang kini sudah sah menjadi istrinya. Katrin juga menatap Azka, dia tersenyum lalu menyeka air matanya.

"Aku bangga punya suami kamu," ucap Katrin lalu memeluk Azka.

Dengan bahagia Azka membalas pelukan Katrin.

"Aku sudah menemukan cinta sejatiku, yaitu kamu dan Ibu. Saat aku kehilangan cinta, hanya cinta tulus Ibu yang masih setia dan bertahan, hingga aku menemukanmu." Azka mencium kening Katrin lama.

Anwar dan Listiana tersenyum bahagia. Mereka merasa sangat beruntung karena Katrin menemukan keluarga baru yang hangat dan penuh kasih sayang.

Cinta sejati sesungguhnya dari seorang ibu. Di saat hati terluka karena cinta yang lain, cinta seorang ibu yang mampu membasuh dan mengobati.

Perjalanan Azka sangat panjang dan tidak mudah. Apalagi mebuat Ratmi bangga padanya. Ia rela menahan sakit, menahan malu, dan bahkan dia rela mengorbankan cintanya. Tekad Azka kuat dan keyakinannya tidak pernah goyah. Dia percaya bahwa Tuhan akan memberikannya cinta yang lebih baik dan lebih tulus.

THE END

##########

Jujur, aku ngetik bab ini sambil mewek. 😭😭😭😭. Membayangkan prosesi pas nikah pakai pedang pora, ya Allah, merindingnya terasa banget. Semoga kalian bisa membayangkan dan bisa merasakan berada di posisi Katrin ya???😊

Terima kasih yang selama ini sudah setia menunggu. Makasih juga atas vote dan komentarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top