PERJUANGAN
Sebelum baca lebih lanjut, lihat mulmed dulu ya? Biar tahu struktur jabatan di atas kapal. Tentang penjelasan, seiring berjalannya cerita ini. Satu-satu nanti dapat terjawab. Semoga, yang masih mau baca cerita ini bisa menangkap bayangan di atas kapal. Apa perlu aku fotokan keadaan di dalam kapal? Hahahahah😆
*****
POV AZKA
Di sinilah aku sekarang, menjadi pelayan di kapal penyeberangan Lembar, Lombok -Padang Bai, Bali. Di kapal penyeberangan inilah, aku bertugas melayani keperluan para ABK, dalam arti, menyajikan makanan dan membantu koki memasak. Ini harus aku lakukan demi membantu meringankan ansuran yang harus Ibu bayar setiap bulan di bank. Sambil menunggu ijazah profesiku keluar, aku harus sabar menjalani pekerjaan ini.
"Azka, tolong buatkan aku kopi," pinta seorang perwira di kapal ini.
Tanpa menunggu dia memerintahku untuk kedua kalinya, aku langsung bergegas ke dapur, membuatkan kopi untuknya. Jika seandainya ijazahku sudah keluar, mungkin sekarang aku sudah berada di posisi perwira itu, sebagai mualim III atau mualim II. Namun, aku sementara ini diam dan tak ingin mereka tahu siapa aku sebenarnya, aku tak ingin dianggap sombong dan omong kosong karena membanggakan ijazah yang belum berada di tanganku.
"Azka!" panggil Bang Zie menepuk bahuku dari belakang.
"Eh iya, Chief," sahutku menoleh ke belakang sambil mengaduk kopi untuk mualim III yang bernama Yona.
"Sedang apa kamu?" tanya Bang Zie mengambil cangkir stenlis dan menuangkan gula ke dalamnya.
"Sedang bikinin kopi Third Yona," jawabku setelah selesai mengaduk.
Aku melihat Bang Zie tersenyum miring dan menggelengkan kepalanya.
"Ka, jangan mentang-mentang kamu di sini kerja sebagai pelayan, tapi kamu mau disuruh-suruh. Jangan buat mereka jadi orang manja." Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan Bang Zie. "Kamu bekerja di sini memang untuk membantu koki dan melayani kebutuhan ABK, tapi kalau disuruh-suruh lihat-lihat. Jangan asal mau, mereka belum tahu saja siapa kamu sebenarnya. Kalau seandainya ijazahmu sudah keluar, bisa malu mereka, menyuruh kamu," imbuh Bang Zie.
"Sudahlah Chief, sekarang kan memang baru ini yang Azka bisa. Ini tugas Azka, Chief. Nggak apa-apa," ujarku tersenyum tulus.
Memang benar kan? Ini adalah tugasku sebagai pelayan, jadi untuk apa aku malu dan menolak perintah atasanku. Mereka yang memiliki jabatan tinggi di kapal ini, berhak menyuruhku untuk melayaninya.
"Ya sudah kalau memang kamu nggak keberatan. Maaf, untuk saat ini hanya posisi ini yang bisa aku berikan untuk kamu. Semoga ijazah kamu cepat keluar ya, kebetulan aku juga sedang menunggu ijazahku," tukas Bang Zie lalu menyeruput tehnya.
"Iya Chief, ya udah, aku antar kopi ini dulu ya? Takut dimarahi." Setelah Bang Zie mengangguk, aku langsung membawakan kopi panas ini untuk mualim III.
Sampai di anjungan, aku memberikan kopi itu kepadanya. Aku sangat ingin bekerja di ruangan ini. Mengawasi pelayaran dari ruangan ini, menyentuh alat-alat yang sudah aku pelajari selama kuliah. Aku sangat merindukan semua alat yang ada di anjungan ini.
"Azka, makasih ya?" ucap Third Yona, setelah mencicipi kopi buatanku.
Aku mendekati Third Yona yang sedang sibuk membuat gambar serta tulisan sandi. Aku tahu ini adalah sandi-sandi jika terjadi bahaya di atas kapal. Seperti terjadi kebakaran, orang jatuh ke laut dan lain sebagainya.
"Ka, nanti bantu aku memasang sijil-sijil ini ya," pinta Third Yona.
"Iya Third, siap," jawabku bahagia dapat membantu pekerjaannya.
Third Yona tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Aku terus memerhatikan dia bekerja.
"Ka, sekalian memasang ini, nanti bantu aku ngecek alat keselamatan ya," pintanya lagi usai dia merapikan hasil pekerjaannya.
"Siap, Third," jawabku tegas.
"Ini bawa." Third Yona memberikan beberapa sijil-sijil yang sudah jadi. Lantas kami memasangkan di tempat-tempat yang sudah ditentukan.
Sebagai mualim III, Third Yona bertugas memelihara, memeriksa, dan mengatur alat keselamatan. Kami berdua mengecek jumlah dan kondisi life boats, life buoys, life jackets, dan sebagainya, termasuk sekoci. Dia juga mengajariku mengecek keadaan air ballast (air tawar) dan mencatatnya di buku jurnal. Tak hanya itu, saat kapal sedang berlabuh atau sandar, biasanya dia juga mengecek got-got palka. Ternyata Third Yona, benar-benar ABK yang bertanggung jawab sesuai jabatannya.
"Hah! Akhirnya selesai," desahnya mendaratkan bokong di kursi penumpang.
"Sini, Ka," panggil Bang Zie melambaikan tangannya saat dia tidur di matras.
Aku menghampirinya lantas duduk di lesehan. Saat kapal tidak beroperasi atau off, beginilah keadaan kami. Terombang-ambing di tengah laut, berpasrah dengan jangkar yang mengunci di pasir dan batu karang. Goyangan kapal karena ulah alur dan gelombang sudah menjadi hal biasa untuk kami para pelaut, jika tidak terbiasa, pasti akan merasa mual dan pusing karena kapal terus bergoyang.
"Besok kalau kapal sandar di dermaga, kamu ke syahbandar sama orang kantor ya? Melakukan sijil," kata Bang Zie sembari bersantai tengkurap di atas matras yang biasanya disewakan untuk para penumpang.
"Iya, Chief," jawabku mematuhinya sebagai atasanku.
"Chief, masuk lintasan pukul berapa emangnya?" tanya seorang juru mudi.
Juru mudi adalah orang yang memegang kendali roda kemudi saat kapal sedang berlayar dan saat kapal off, para ABK melakukan pemeliharaan kapal, dia bertugas membantu bosun atau boatswain. Namun di kapal lokal seperti yang aku tempati sekarang ini, biasanya panggilan bosun juga dikenal dengan serang.
"Pagi, pukul 8 kita sandar, muat muatan sama isi air ballast sekalian," jawab Bang Zie. "Eh Third, air tawarnya masih seberapa?" tanya Bang Zie pada Third Yona yang sedang memilih kaset dangdut sebagai hiburan kami.
"Kalau mau buat berenang orang 10 aja masih bisa, Chief," jawab Third Yona diiringi anggukan Bang Zie.
Satu minggu bersama keluarga baru, teman baru dan patner kerja, membuatku tak terlalu memikirkan beban hidup yang kenyataannya sangat berat.
"Ka, koki siang ini masak apa?" tanya bosun.
Bosun sendiri adalah kepala kerja perawatan kapal atau mandor di bagian departemen dek, menerima order dari Chief Officer. Dibantu oleh juru mudi dan kelasi.
"Mau masak sambal terong sama tempe goreng," jawabku sesuai rencana yang sudah aku dan Mahmud bicarakan tadi.
"Yaaaaaaah," desah mereka semua hampir bersamaan.
"Lemes deh!" sahut seorang perwira mesin yang ikut bersantai di ruang penumpang.
Di atas kapal ini, kami memiliki jabatan masing-masing sesuai ijazah dan sertifikat yang kami miliki. Orang awam mengira jika seorang pelaut semua sama title dan jabatannya. Padahal di atas kapal ibarat sebuah negara kecil ataupun ibarat sebuah perusahaan yang otonomi. Secara garis besar di atas kapal terbagi atas 3 departemen yaitu dek, mesin, dan galley atau dapur.
Untuk departemen dek dan mesin, jabatan awak kapal yang terendah mulai cadet---taruna yang sedang kerja lapangan---sampai chief engineer atau chief officer. Nahkoda atau Master sebagai pimpinan umum di atas kapal. Sedangkan untuk departemen galley atau dapur hanya ada cook dan Steward, kadang hanya cook saja tanpa steward.
"Udah lumayan dimasakin Bass, daripada kita kelaparan," sahut second officer yang bernama Andi kepada third engineer.
Bass adalah sapaan untuk semua perwira di departemen mesin.
"Cond (bacanya 'ken'), kalau kasih terong terus lama-lama tenaga letoy, ngangkat mesin nggak kuat," sahut Anjar, third engineer.
Semua tertawa mendengar gurauan Bass Anjar. Beginilah saat kami berkumpul, tak ada perbedaan jabatan, namun saat bertugas semua profesional. Enaknya bekerja di bagian dek dan mesin, mereka dapat bergantian jaga. Jika sedang bebas tugas, saat kapal berlabuh, mereka dapat jalan-jalan. Sedangkan jika seperi aku dan Mahmud, kami selalu standby di kapal, karena harus memasak 3 kali dalam sehari, menyediakan makan untuk ABK.
Pagi buta kami harus sudah berkutat di galley, karena pukul 6 pagi, biasanya para ABK sudah harus makan. Jam 12 siang, makanan juga harus sudah siap, dan untuk makan malam pukul 5 sore semua harus tersedia. Hanya saat belanja di pasarlah, aku dan Mahmud bisa lama menginjakkan daratan. Selebihnya, kami sibuk di atas kapal.
"Ka, besok kalau kamu ke pasar, aku titip belikan sabun mandi sama odol ya?" pinta Bass Anjar merogoh kantong celananya.
Bass Anjar mengulurkan uang 50.000-an kepadaku, lantas aku mengambilnya.
"Sekalian sisanya belikan apa gitu, biar bisa dimakan bareng-bareng," imbuhnya setelah aku menerima uang dia.
"Siap, Bass," sahutku mengantongi uang titipan Bass Anjar.
"Ka, masak yuk! Udah pukul 10 nih!" ajak Mahmud menghampiriku di ruang penumpang.
"Oke, siap!" Aku langsung saja mengikutinya ke galley.
Di sinilah tempatku berkerja yang sesungguhnya. Membantu koki memasak, menyiapkan makanan untuk ABK, menjaga peralatan di ruang kekuasaanku dan Mahmud. Kami saling membantu saat memasak, entah bagaimana rasanya karena aku sendiri hanya bisa memasak sesuai yang aku bisa. Sambil memasak, kami bercerita dan berbagi pengalaman. Ternyata bekerja berdua dengan Mahmud membuat kami berkawan baik.
Selesai memasak, saatnya aku menyiapkan makanan di ruang makan ABK. Setelah itu, aku membersihkan dapur dan mencuci semua peralatan memasak bersama Mahmud.
"Mandi sana!" suruh Mahmud setelah aku selesai mengepel galley dan ruang makan.
"Kamu aja dulu, aku masih mau ngosek toilet," kataku pada Mahmud.
"Ya udah, aku dulu yang mandi." Mahmud pergi ke kabin tempat private para ABK.
Kabin kapal tempatku bekerja, ruangannya terhubung dengan anjungan, terdapat lorong menuju ke anjungan, dikarenakan kamar kami yang sesuai jabatan saling berhadapan. Aku melanjutkan tugasku, yaitu mengosek toilet penumpang. Biasanya, jika mengosek toilet ABK, aku sekaligus membersihkan diri. Memang melelahkan dan pekerjaan sebagai pelayan masih dipandang rendah di atas kapal.
Setelah bekerja seharian, aku langsung membaringkan tubuhku di kasur busa. Di kamar ini aku tidur bersama 5 ABK, kecuali kamar perwira, setiap kamarnya terisi 6 tempat tidur. Jika kamar perwira satu kamar dihuni 2 orang, kecuali nahkoda dan KKM, satu kamar mereka tempati sendiri.
"Ka, udah mau ngorok kamu?" tanya Mahmud yang juga membaringkan tubuhnya di tempat tidur bawah tempat tidurku.
Aku menengoknya ke bawah, melihat dia sedang menatap tempat tidurku. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu.
"Ada apa, Mud?" tanyaku turun dari tempat tidurku lalu duduk di tepi tempat tidurnya.
Dia bangkit dari rebahannya, mengikutiku duduk di tepi tempat tidur.
"Ka, dipikir orang tua cewekku, pekerjaanku ini bayarannya gede. Seperti perwira gitu. Padahal, aku kerja di kapal hanya sebagai koki. Seandainya orang tua cewekku tahu, nggak semua pelaut itu sama jabatan dan gajinya," keluh kesah Mahmud dengan wajah memelas.
Aku merasa iba mendengar ceritanya, aku langsung teringat Iis dan kedua orang tuanya. Jika Pak Soleh tahu aku bekerja sebagai pelayan, apa dia masih akan memberikanku kesempatan?
"Ck, sudahlah! Jangan pikirkan itu dulu. Sekarang lebih baik kamu mengumpulkan uang untuk ambil ijazah profesi, biar jabatanmu naik, minimal jadi kelasi atau juru mudi dulu," decakku menepuk bahunya agar dia kembali tidur.
"Iya deh." Mahmud kembali berbaring, dan aku juga kembali naik ke tempat tidurku.
Aku menatap atap kamarku, mengingat wajah Iis, membuatku rindu padanya. Sedang apa dia sekarang? Apa dia masih sering mengunjungi rumahku, walaupun aku tidak ada di rumah? Ck! Iis, wanita yang antik, mau sama anaknya, tapi susah untuk mendekati Ibu dan Dion. Kalau ditanya 'Kenapa?' pasti jawabnya, 'Aku belum siap, Azka.'
Sudahlah, memikirkan Iis, membuat kepalaku pusing. Lebih baik aku tidur sekarang. Tubuhku benar-benar lelah dan butuh istirahat.
########
Ini curcol Mas Azka dengan pekerjaan barunya. Memperkenalkan dulu agar cerita berikutnya kalian paham dengan tugas-tugas dan jabatan di atas kapal. Inilah kerumitan jika mengangkat cerita pelayaran, berbeda dengan penerbangan yang hanya ada pilot, pramugari, dan pramusaji yang bekerja di galley. Untuk pelaut, yaaaaa ... inilah, aslinya jabatan mereka lebih banyak. So, yang masih mau memperluas ilmu semoga nggak bosen ya?
Makasih untuk semuanya yang sejauh ini masih mengikuti dan memberikan dukungan sama cerita aku. Semoga bermanfaat.😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top