NIAT BAIK

Berulang kali Azka melakukan salat Istikharah untuk memantapkan hati. Hingga dia memberanikan diri meminta pendapat pada Ratmi dan juga Dion. Setelah keluarganya mendukung, Azka mengumpulkan keberanian menanyakan langsung status Katrin. Gayung pun bersambut, Katrin menerima Azka dengan baik. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk berkunjung ke rumah kedua orang tua Katrin.

"Iya, insya Allah kalau kapal sandar di Jakarta, kita akan melamar Katrin ya, Bu," ujar Azka dari ujung telepon dengan Ratmi.

"Tapi kamu sudah menemui keluarganya kan, Ka?" Ratmi hanya memastikan jika Azka sudah mencari tahu tentang latar belakang Katrin dan juga keluarganya.

"Alhamdulillah sudah, Bu. Begitu Katrin menjawab ajakanku untuk menikah, dia langsung memberi tahu orang tuanya. Kami juga sudah mengobrol lewat telepon. Dan juga kebetulan pas kapal sandar di Jakarta beberapa minggu lalu, aku sempatkan datang langsung ke rumah orang tua Katrin," jelas Azka.

"Terus bagaimana respons keluarganya?"

"Alhamdulillah, baik. Mereka menyambutku dengan baik dan memperlakukanku sangat baik. Insya Allah semua akan lancar, Bu."

"Alhamdulillah, lega hati Ibu. Kalau sudah dapat jadwalnya, langsung kabari Ibu ya?"

"Iya, Bu. Sudah malam, Ibu istirahat ya?"

"Iya. Kamu hati-hati kalau kerja."

"Iya, Bu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Senyum merekah di bibir Azka, kesabarannya bertahun-tahun akan berbuah manis. Allah selalu memberikan yang terbaik, dari segala ujian yang telah kita lewati.

***

Beberapa bulan menjalani hubungan jarak jauh, malah nyaris seperti ta'aruf karena setelah Azka mengutarakan niat baiknya yang ingin menjalin hubungan serius dengan Katrin beberapa bulan sebelum dia kembali ke Semarang, mereka tidak pernah bertemu lagi. Selama ini mereka hanya berkomunikasi lewat telepon. Katrin maupun Azka saling mengenal lebih jauh dari informasi keluarga masing-masing. Azka mendekat pada keluarga Katrin, begitupun sebaliknya, Katrin mendekat pada keluarga Azka. Hingga mereka sudah merasa saling cocok dan nyaman.

Dalam hati Ratmi tidak ada lagi keraguan. Katrin adalah wanita yang dia idamkan selama ini untuk mendampingi Azka. Lemah lembut, sayang keluarga, dan mampu sabar serta setia menunggu Azka.

Setelah menanti beberapa minggu, akhirnya jadwal kapal bersandar di Jakarta. Seperti yang sudah mereka rencanakan, keluarga Azka akan melamar Katrin. Dua hari sebelum acara lamaran, Katrin mendampingi Ratmi dan Dion terbang ke Jakarta. Sembari menunggu kapal sandar, Dion dan Ratmi menginap di penginapan dekat dengan komplek perumahan Katrin.

"Assalamualaikum," sapa Azka dari ujung teleponnya.

"Waalaikumsalam," jawab Katrin yang sudah tidak sabar ingin bertemu. "Aku sudah menunggu di pintu keluar pelabuhan. Di depan warung kopi, mobil sedan hitam," ujar Katrin.

"Oke, aku ke sana. Ini masih jalan."

"Iya, aku tunggu."

Panggilan pun terputus. Beberapa menit menunggu, terlihat Azka keluar dari pelabuhan, Katrin membuka kaca jendela mobilnya.

"Azka!" panggil Katrin.

Senyum mengembang di bibir Azka saat melihat paras cantik wanita pujaannya. Lantas Azka melangkah lebar menghampiri.

"Jangan suruh aku nyetir mobil, aku belum bisa. Kalau nyetir kapal, baru bisa," ujar Azka jujur menciptakan gelak tawa Katrin.

"Iya. Ayo, naik!" titah Katrin.

Azka lalu mengitari mobil duduk di sebelah Katrin.

"Kita mau ke mana dulu?" tanya Azka memasang sabuk pengamannya.

"Kemarin sih hantaran sudah beres semua."

"Siapa yang beli?"

"Aku sama Ibu. Tapi pakai uang kamu," jawab Katrin tersenyum lebar lalu menjalankan mobilnya.

Azka terkekeh. "Terus kurang apa sekarang?"

"Kurang cincin."

"Kenapa kemarin nggak beli sekalian?"

"Masa aku semua sih?"

"Iya nggak apa-apa."

"Cincinnya kamu saja yang milih, kalau aku yang beli, takut kemahalan."

"Kenapa? Kalau kamu suka, beli saja."

"Aku nggak mau ya dipikir matre atau cari kesempatan dalam kesempitan. Kemarin waktu belanja hantaran saja aku mikir-mikir, takut kalau kemahalan."

Azka tertawa lepas sampai memegangi perutnya.

"Emang habis berapa sih belanja kemarin?" tanya Azka penasaran.

"Ada sih 5 juta-an."

"Emang beli apa aja?"

"Aku kan manut sama Ibu, katanya suruh beli jarik sama kebaya, terus seperangkat alat make up, perlengkapan mandi, pakaian dan aksesoris kayak handuk, sandal gitu deh pokonya. Pisang raja juga kemarin sudah beli, jajan pasarnya udah aku pesenin, tinggal cari cincin," jelas Katrin sambil fokus menyetir.

"Murah banget cuma habis 5 juta?"

"Ngapain beli yang mahal-mahal, Azka? Kebaya, aku juga jarang pakai, merek alat mandi dan make up-ku juga biasa saja, umum seperti yang dipakai orang-orang."

Azka tersenyum dan puas mendapat jawaban Katrin. Selain cantik, Katrin juga pintar mengatur uang.

"Kita mau cari cincin di mana?" tanya Azka.

"Ke toko mas depan situ saja ya?" tunjuk Katrin pada toko pinggir jalan.

"Yakin itu jualannya mas asli?"

"Yakin, Azka. Ya Allah, ngapain kalau mas palsu dia sampe buka toko sebesar itu? Aneh-aneh saja kamu ini!"

"Ya bukannya gitu, biasanya kan cewek-cewek Jakarta sukanya beli dan belanja di mal. Apalagi kamu dokter, takutnya gengsi pakai barang yang dijual pinggir jalan."

Katrin tersenyum menoleh Azka.

"Ka, terus kalau aku dokter, aku juga harus mengikuti cara hidup seperti dokter-dokter lain, gitu? Meskipun profesi sama, tapi kami punya kehidupan pribadi masing-masing. Ilmuku untuk menyembuhkan orang yang sakit, bukan untuk mencari uang yang banyak." Katrin membelokkan mobilnya parkir di depan toko mas yang dia maksud.

Semakin lama Azka mengobrol dengan Katrin, tujuan hidupnya dan Katrin sama, meski jalan mereka berbeda.

"Turun yuk!" ajak Katrin melepas sabuk pengamannya.

"Habis beli cincin cari makan ya? Aku lapar," pinta Azka membuka pintu mobil.

Katrin terkekeh menutup mulutnya dengan tangan.

"Iyaaa," sahut Katrin lantas keluar dari mobil.

Mereka membeli cincin untuk lamaran nanti malam, sebagai tanda pengikat jika Katrin adalah calon istri Azka.

***

Malam pun tiba, keluarga Katrin dan beberapa tetangga sekitar rumah menjadi saksi bahwa putri bungsu dari pasangan Bapak Anwar dan Ibu Listiana sudah dilamar Azka. Suasana hangat di ruang tamu rumah minimalis orang tua Katrin. Keakraban tercipta di sana, apalagi Ratmi dan Listiana banyak mengobrol dan saling bercerita banyak hal.

"Oh, jadi gitu ceritanya?" sahut Listiana saat Ratmi menceritakan awal dia kenal dengan Katrin.

"Sakit membawa berkah ya, Bu?" sahut Anwar yang mendengarkan cerita Ratmi.

Semua yang ada di ruang tamu tertawa bahagia.

"Iya, Allah memang baik. Dia memberikan sakit pada saya, ternyata Allah ingin menunjukan calon mantu," ujar Ratmi melirik Azka dan Katrin yang menunduk malu karena sedari tadi menjadi sasaran empuk untuk godaan dan candaan.

"Namanya jodoh nggak tahu di mana ketemunya ya, Bu. Yang satu kerja di laut, satunya kerja untuk masyarakat," timpal Hafif, kakak kandung Katrin yang sudah menikah dan memiliki satu anak.

"Kayak teri di laut, daun singkong di kebun, ketemunya di warung Padang, ya?" tambah Anwar semakin membuat suasana ramai dengan gelak tawa.

Malam semakin larut, tetangga yang diundang sebagai saksi lamaran juga sudah pulang.

"Pak Anwar, Bu Listiana, kami pamit dulu. Terima kasih sudah menerima baik kedatangan kami. Makan malamnya juga enak, saya suka," ujar Ratmi saat mereka berada di teras rumah.

"Iya, Bu Ratmi, sama-sama. Saya senang Bu Ratmi suka dengan masakan saya," ucap Listiana dengan senyum tulus yang tidak pernah pudar dari bibirnya. "Oh, iya, terus rencananya kalian mau balik ke Banyuwangi kapan?" tanya Listiana menoleh Katrin.

"Insya Allah besok lusa, Ma. Soalnya Dion kan nggak bisa lama-lama libur sekolah," sahut Katrin yang berdiri di samping Azka.

Dia terlihat cantik dan anggun mengenakan baju kebaya simpel bewarna putih. Kepalanya tertutup hijab selaras dengan pakaiannya.

"Oh, iya. Dion masih sekolah kok, ya?" timpal Anwar merangkul Dion yang berdiri di sampingnya.

"Iya, Om. Sebentar lagi juga mau tes, jadi nggak bisa lama-lama izinnya, takut ketinggalan pelajaran," jelas Dion sopan.

"Iya, bener. Sekolah yang rajin ya? Biar bisa seperti abangmu dan juga Kak Katrin, sudah punya penghasilan sendiri di usia muda," pesan Anwar mengacak rambut Dion sayang.

"Iya, Om." Dalam hati Dion terenyuh, dia seperti mendapatkan perhatian seorang ayah yang sudah lama tidak ia dapatkan.

"Terus ini, Azka langsung mau balik ke kapal?" tanya Anwar.

"Besok pagi balik ke kapal, Om. Lusa baru turun lagi, mengantar mereka ke bandara."

"Oh, gitu? Iya, ya, ya," sahut Anwar merangkul Dion berjalan ke pelataran diikuti yang lain.

"Kalau kerja hati-hati loh, Ka," pesan Listiana.

"Iya, Tante."

"Ya sudah, Ma, Pa, Katrin antar mereka dulu ya?"

"Iya, langsung pulang loh, Trin. Sudah malam," pesan Anwar.

"Iya, Pa."

Mereka saling berjabat tangan, setelah berpamitan Katrin lantas mengantar mereka ke penginapan. Selepas Ratmi dan Dion turun, Azka masih duduk manis di samping Katrin.

"Trin, kalau balik ke Banyuwangi hati-hati ya? Titip Ibu," pesan Azka yang selalu mengingatkan Katrin untuk menjaga ibunya.

"Iya, Azka. Kamu tenang saja. Insya Allah kami akan baik-baik sampai di Banyuwangi. Dan kamu juga jangan terlalu khawatir sama keadaan Ibu, alhamdulillah kesehatannya sudah stabil lagi dan dia sudah nggak lagi kerja yang berat-berat. Fokus saja sama pekerjaan kamu," ujar Katrin menenangkan hati Azka agar tidak terlalu mencemaskan Ratmi.

Perasaan Azka sedikit lega, adanya Katrin di tengah kehidupannya, sangat membantu. Katrin bisa diajak kerja sama untu menjaga Ratmi. Jika hanya mengandalkan Dion saja, Azka tidak bisa. Semakin hari, Dion akan disibukkan dengan urusan sekolahnya. Akan sulit bagi Dion membagi waktu antara belajar dan mengawasi Ratmi.

"Ya sudah, aku masuk dulu. Besok aku mulai urus surat cuti sebelum kita menikah, aku usahakan satu Minggu sebelum ijab kabul aku sudah libur," ujar Azka.

"Iya, aku juga akan urus cuti setelah sampai di Banyuwangi. Besok pagi aku antar kamu ke pelabuhan ya?" tawar Katrin.

Azka mengangguk dan tersenyum manis.

"Huum. Hati-hati. Assalamualaikum," pesan Azka lalu membuka pintu mobil.

"Waalaikumsalam," jawab Katrin lantas Azka keluar dari mobil.

Azka menunggu mobil Katrin sampai tidak terlihat, rumah Katrin dan penginapan hanya berbeda komplek tapi masih satu wilayah.

***

Katrin dibuat pusing tujuh keliling, dia bolak-balik mengurus semua sendiri, rencana pernikahannya dengan Azka. Apalagi Katrin harus mem-booking ke tim pedang pora perguruan tinggi tempat Azka menempuh pendidikan pelayaran, sampai perlengkapan atribut dan lain sebagainya. Keadaan itu membuat Katrin emosi tak tentu.

Rencana awal dari Azka maupun Katrin tidak ingin mengadakan resepsi yang terlalu ribet, tapi kedua belah pihak keluarga menyayangkan kalau tidak pakai upacara pedang pora. Mengingat Azka seorang alumni taruna pelayarana dan sepertinya acara pedang pora ini jadi salah satu kebanggaan orang tua mereka. Sampai akhirnya mereka pun menurut mengadakan acara pedang pora di resepsi nanti.

"Kamu kenapa?" tanya Azka halus dari telepon saat mendengar suara Katrin merengek.

"Aku pusing, Azka. Cape," keluh Katrin. "Ribet banget ngurusin pedang poranya. Belum yang lainnya, kapan sih kamu pulang?" Suara Katrin terdengar parau, seperti orang sedang menangis.

Azka menghela napas panjang, ingin rasanya dia membantu Katrin, tapi dia bisa apa? Diizinkan pulang saja satu minggu sebelum hari H ijab kabul.

"Sabar ya, Bu Dokter. Maaf, karena permintaan keluarga kita, kamu jadi ribet sendiri. Coba, nanti aku telepon Dion ya, aku minta dia bantu kamu," usul Azka.

"Jangan! Dion masih sibuk persiapan tes."

"Terus gimana dong? Ini yang aku khawatirkan kalau pakai acara pedang pora segala. Sudah tahu aku sibuk di laut, pasti nggak bisa bantu kamu."

"Ya sudah, kan niatnya kita juga mau nyenengin orang tua, Ka. Nanti aku minta bantuan Bu Indah saja deh."

"Beneran nggak apa-apa? Jangan dipaksain kalau nggak kuat. Nanti malah kamu sakit."

Perasaan Katrin yang tadinya campur aduk tak keruan, saat Azka memberi perhatian, berubah membaik.

"Iya, insya Allah aku masih kuat kok."

"Emangnya masih kurang banyak ya yang harus disiapkan?" tanya Azka tidak tega jika semua Katrin sendiri yang menyiapkan.

"Lumayan sih, tapi soal gedung dan katering, Mama yang ngurus. Kemarin sih katanya sudah booking gedung, tinggal cari kateringnya."

"Oh, syukur kalau gitu. Yang penting gedung sudah dapat, jadi agak tenang. Terus apa lagi yang kurang?"

"Besok mau lihat undangan di Banyuwangi kota dulu, terus cari cinderamata ke Bali sama Bu Indah. Aku juga sudah cari-cari info perias pengantin di Jakarta."

"Sudah dapat?" tanya Azka.

"Sudah ada pandangan sih, entar aku minta tolong Mama buat lihatin ke sana."

"Iya sudah kalau gitu, aku percaya sama kamu. Kalau biaya yang kemarin aku transfer kurang, bilang ya?"

"Iya, Azka. Kita sudah sepakat pakai uang berdua. Jadi jangan bahas itu, uang yang kemarin kamu transfer saja sudah lebih dari cukup."

"Iya-ya. Ya sudah, sekarang kamu istirahat, jangan bergadang."

"Iya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Panggilan pun berakhir.

##########

Aku jahitin kebaya dulu ah! Siapa tahu dapat undangan. 😅😄
Siap-siap kondangan dan ikut acara pedang pora ya??? Siap kan???

Terima kasih untuk vote dan komentarnya. Menuju akhir ceritaaaaaa. Bab berikutnya selesai ya?

Part terakhir, mohon sabar menunggu ya????

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top