KABAR MENGEJUTKAN
"Kapten Azka!" seru wanita bertubuh proposional berlari kecil ke arahnya.
Pria bertubuh tegap, tampan, menawan dengan bodi yang membuat para wanita terpesona menoleh menunggu wanita itu mendekatinya.
"Ya," sahut Azka dengan senyum terbaiknya.
Wanita itu memberikan sebuah amplop putih kepada sang nahkoda sebuah kapal tanker.
"Ini ada titipan dari kantor, katanya kiriman dari Semarang," kata wanita tadi yang sudah akrab dengan Azka.
"Makasih ya, Bu Widya," ucap Azka kepada kepala cabang perusahaan tempat ia bekerja sekarang.
"Iya, sama-sama. Ya sudah, kalau begitu saya turun dulu." Widya melenggang pergi keluar dari anjungan.
Fian Azka Mahardhika, seorang nahkoda VLGC (Very Large Gas Carier) Gas Pertamina 1 merupakan kapal yang dimiliki oleh perusahaan Pertamina, kapal ini memiliki panjang 226 meter, lebar 37 meter dan tinggi 51 meter, berkapasitas angkut 45.000 metrik ton elpiji yang merupakan salah satu kapal terbesar di dunia milik Pertamina.
Setelah beberapa bulan mengikuti diklat ijazah profesi, pengambilan sertifikat khusus, dan menunggu berbulan-bulan, akhirnya semua yang dia butuhkan keluar. Kini dia memiliki ANT II, tak berapa lama ia pun diterima di kapal Pertamina. Tak mudah Azka sampai di titik yang selama ini ia impi-impikan. Bekerja di kapal feri hampir 5 tahun sebagai mualim I, barulah tabungan Azka cukup untuk mengambil ijazah profesi, sertifikat khusus, dan biaya hidup selama ia tidak bekerja. Azka mengikuti diklat di salah satu kampus pelayaran Jakarta kurang lebih satu tahun, sambil bekerja para waktu untuk menyambung hidup selama ia tidak bekerja di laut.
Kerjaan apa pun Azka lakukan, bermodalkan ijazah SMA, dia bisa bekerja di restoran shift malam. Dia tidak memedulikan gengsi, asal bisa bekerja halal, mendapatkan uang untuk hidupnya sendiri agar tidak merepotkan Ratmi, Azka jalani. Pagi sampai siang dia mengikuti pelajaran khusus untuk pengambilan ijazah profesi, menjelang malam dia bekerja di restoran sampai restoran itu tutup. Keuletan dan kesabaran Azka bertahun-tahun kini membuahkan hasil, apa yang dia inginkan tergapai juga.
Azka membolak-balikan amplop yang Widya berikan tadi, ia membaca tulisan di balik amplop itu, ternyata dari wanita tersayang yang selama ini tidak ada kabarnya. Azka mendaratkan bokongnya di kursi samping jendela. Senyum terukir tipis di bibir saat tangannya mulai membuka amplop itu. Betapa hati Azka sangat merindukan kekasihnya itu, sudah hampir dua tahun ia tidak dapat menatap wajah olivenya. Azka membuka selembar kertas bertuliskan goresan tangan Iis.
Untuk Azka
Assalamualaikum wr. wb
Dengan datangnya surat ini, aku ingin mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya. Aku sudah tidak bisa bertahan menunggumu pulang, Ka. Sayangku ke kamu juga sudah luntur seiring jarak kita yang memisahkan. Maaf Azka, aku sudah menerima lamaran dari pria lain. Aku harapkan kelapangan hatimu untuk merelakanku menikah dengan pilihanku dan orang tuaku. Aku pikir aku bisa sabar dan setia menunggumu sampai kembali, tapi nyatanya, pria ini dapat meyakinkanku jika sudah waktunya untuk aku berkeluarga. Maaf, aku nggak bisa menunggumu. Semoga suatu saat kamu dapat menemukan wanita lain yang lebih baik dari aku. Terima kasih karena selama ini kamu sudah setia denganku. Sekali lagi, aku minta maaf.
Wassalam
Dari Iis
Betapa hancurnya hati Azka hingga berkeping-keping setelah membaca surat dari Iis. Dia tidak menyangka Iis akan berbuat seperti itu. Azka pikir Iis bakalan setia menunggunya hingga dia kembali pulang, mengingat bagaimana Iis dulu sangat setia menemaninya, berjuang dari awal saat ia menjadi taruna hingga kini ia menjadi seorang nahkoda. Ini bukanlah perjalanan yang mudah dan singkat, melainkan penuh dengan tahapan-tahapan dan kesabaran yang tinggi. Namun apa boleh buat, ternyata kesetiaan Azka selama ini dibalas dusta oleh Iis. Azka meremas kertas yang berada di genggamannya. Hatinya hancur dan terasa sakit.
"Apakah ini balasan kesetiaanku sama kamu, Is? Apa kamu tahu bagaimana susahnya menjaga hati dan godaan seorang pelaut? Itu sangat sulit, Is," lirih Azka yang seharusnya Iis mendengarkan ungkapan tersebut. Namun sayang, Iis tak dapat mendengar jeritan hati Azka.
"Kapten, mau keluar nggak?" tanya seorang Chief officer yang bertanggung jawab sepenuhnya atas muatan yang ada di atas kapal serta pengoperasian bongkar muatnya dan supervisi perawatan kapal.
Azka mendongakkan kepalanya menatap Dirga, patner sekaligus kawan baiknya di kapal itu.
"Nggak deh, Chip," jawab Azka lalu menunduk lesu memainkan kertas yang sudah tak beraturan tersebut.
Dirga memerhatikan wajah sedih Azka, lalu ia menarik kursi dan duduk di depannya. Dirga merebut kertas yang masih dalam genggaman Azka, ia membaca surat itu.
"Gilaaaaaa! Wedoaan macam apa dia, Kap? Kurang apa sih kamu, Kap? Ganteng udah pasti, gaji udah gede, kehidupan udah terjamin, terus? Kenapa ini bisa terjadi?" pekik Dirga kaget.
Azka hanya mengedikan bahunya, benar apa kata Dirga. Biasanya menjadi nahkoda di kapal tanker memiliki gaji hingga $4000, karena Azka saat ini bekerja di kapal Pertamina, mungkin saja gajinya Rp 65 juta itu kecil. Namun fasilitas dan jaminan masa depan yang dijanjikan Pertamina membuat Azka bertekad bertahan di kapal tersebut. Angannya untuk mensejahterakan keluarganya kelak sudah terkonsep dalam pikiran Azka.
"Sudahlah Chief, biarkan saja, usia Iis memang sudah matang dan sudah waktunya dia berkeluarga. Mungkin keluarganya juga nggak mau kalau Iis dikatakan perawan tua, mengingat usianya 27 tahun karena menungguku dia harus menyia-nyiakan waktunya," hibur Azka pada dirinya sendiri.
"Tapi Kap, lihatlah dirimu sendiri. Harusnya Iis melihat perjuanganmu dan mendengarkan alasanmu, kenapa hingga saat ini kamu belum juga melamarnya. Ini juga buat masa depan kalian nanti," ucap Dirga belum bisa menerima keputusan Iis.
Azka hanya tersenyum miring, diusianya yang sudah menginjak kepala 3 membuatnya mulai saat ini harus memikirkan pasangan hidup. Tapi, bagaimana bisa ia mencari sosok yang baik baginya? Sedangkan kesehariannya saja hanya berada di atas kapal, terombang-ambing di lautan.
"Kalau sudah jodoh nggak akan lari kemana, Chief. Sudahlah, sana katanya mau keluar," kata Azka mengalihkan pembicaraan mereka.
"Kalau nggak dicari, mana bisa datang sendiri!" sahut Dirga langsung berdiri melenggang keluar dari anjungan. Azka hanya tersenyum getir mengiringi kepergian Dirga.
Seorang pelaut yang bekerja di kapal, kehidupannya lebih banyak tercurah di tengah perairan. Mereka hanya memiliki waktu menginjak daratan ketika kapal sedang bersandar mengisi bahan bakar ataupun air tawar. Berbeda dengan kapal penumpang yang hampir setiap waktu dapat bersandar saat memuat dan menurunkan penumpang.
Azka berjalan menuju kamar pribadinya, di sana dia membungkus semua kenangannya bersama Iis. Semua surat yang sering Iis kirimkan kepadanya, tertata rapi di laci.
"Mungkin dengan mengikhlaskanmu bersama yang lain akan membuat hatiku lega dan cara ini lebih cepat menyembuhkan luka di hatiku, Is. Semoga pilihanmu itu adalah orang yang selama ini kamu inginkan, aku hanya dapat berdoa untukmu, semoga keluargamu kelak menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, dan warohmah," ucap Azka sembari menyusun semua kenangannya bersama Iis, lalu ia masukkan ke dalam kardus mie instan.
Azka mengangkat kardus tersebut lalu keluar dari kamar menuju ke gudang kapal. Dia menyimpan rapat-rapat semua kenangannya di dalam gudang. Usai mengunci gudang, Azka berjalan ke haluan kapal. Dia berdiri di ujung kapal sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Dia menatap lurus ke depan, terlihat hamparan air biru dan gelombang air yang saat ini sedang tenang. Senyum mengembang di bibirnya, walau hatinya saat ini sakit dia dapat terhibur dengan pemandangan alam yang masih alami di ujung timur pulau Jawa itu. Ikan lumba-lumba dapat Azka lihat saat melompat-lompat di tengah laut.
Sungguh indah karunia-Mu ya Allah, Engkau datangkan sakit di hatiku, namun Engkau juga memberikan pelipur lara yang tidak semua orang dapat melihatnya. Batin Azka masih mengembangkan senyuman untuk menghibur diri.
Mengarungi lautan yang luas dalam waktu yang lama, menghadapi tantangan di lautan yang amat keji adalah warna-warni kehidupan seorang pelaut. Sebagai seorang pelaut sejati rasa bosan, jenuh, rindu kepada keluarga di rumah bukanlah sebuah tantangan berat lagi. Melainkan menaklukkan samudra adalah tujuan utama sang pelaut, karena dermagalah tujuan akhir penantiannya untuk melepas rindu.
"Kap, sedang apa?" tanya Farid seorang juru mudi atau able boy yang bekerja mengemudikan kapal sesuai orderan dari officer dan membantu bosun melakukan perawatan kapal.
Bosun sendiri adalah boatswain yang bertanggung jawab terhadap perawatan kapal melalui orderan dari chief officer atau mandor kerja para kelasi dan juru mudi saat bekerja di lapangan. Kelasi atau ordinary seaman ialah membantu bosun melakukan perawatan kapal seperti mengecat, membersihkan karat (chipping), dan lain sebagainya yang termasuk perawatan kapal.
Azka menoleh ke belakang dengan senyum tipisnya. "Sedang menikmati senja, Rid," jawab Al kembali menatap lurus ke depan.
"Nggak turun, Kap? Yang lain pada turun," tanya Farid lalu duduk di kursi yang sengaja tersedia di sana.
"Nggak Rid, kamu jaga hari ini?" tanya Azka ikut duduk di sebelah Farid.
Dengan mengobrol, mungkin saja Azka akan sedikit melupakan apa yang baru saja ia alami.
"Iya Kap, lagi jaga, jadi nggak bisa turun." Farid mengeluarkan kertas dari saku celananya.
Azka hanya memerhatikan Farid yang sedang fokus membaca.
"Kenapa?" tanya Azka melihat perubahan raut wajah Farid yang terlihat gelisah.
"Ini Kap, ibuku ngirim surat. Katanya aku harus segera melamar pacarku. Soalnya orang tua pacarku sudah mengejar terus. Mereka takut, jika aku hanya mempermainkan dia," jelas Farid berat hati.
"Terus apa masalahnya?" sahut Azka heran.
"Masalahnya, aku merasa belum siap dan belum mampu, Kap. Aku merasa kasihan kalau nanti setelah menikah pun, aku nggak akan bisa menemaninya di rumah," ujar Farid membuat Azka terkekeh.
Azka menepuk bahu Farid dan mengaca pada pengalamannya sendiri.
"Ini waktunya kamu menunjukan keseriusanmu kepadanya, Rid. Jangan kamu tunda lagi, sebelum nanti pada akhirnya kamu yang akan menyesalinya," ucap Azka yang tak ingin Farid mengalami apa yang dulu pernah ia alami sehingga kini ia harus merelakan pujaan hatinya dengan orang lain.
"Tapi, Kap ...," bantah Farid yang masih merasa ragu.
"Kalau kamu yakin jika dia adalah wanita pilihan terakhirmu, segeralah pinang dia. Soal dia nanti akan kamu tinggal berlayar setelah menikah, itu adalah risiko dia karena sudah menikah dengan seorang pelaut. Ingat ya Rid, seorang pelaut itu hanya butuh wanita yang tangguh dan setia menantinya kembali," nasihat Azka kepada anak buahnya.
Setelah mendengar nasihat Azka, Farid merasa memiliki keyakinan yang kuat. Jika Tuhan sudah menggariskan takdir-Nya, tak ada seorang pun yang mampu menolak. Begitupun jodoh, jika Tuhan sudah mempersiapkan, pastilah itu akan terjadi, namun jika Tuhan belum menunjukan jodoh yang tepat, usaha dan doa adalah jalan kita berikhtiar.
"Iya, Kap. Sekarang aku yakin jika Ani adalah jodoh yang Allah kirimkan untuk menjadi pendampingku. Sekarang ataupun nanti sama saja, jika sudah takdirnya sama Ani, pasti akan terjadi," ujar Farid dengan perasaan lega.
Azka hanya mengangguk, andaikan saja kala itu ia tak keras kepala untuk melanjutkan pendidikannya, mungkin saat ini Iis sudah menjadi istrinya, namun Azka belum tentu dapat menjadi nahkoda seperti sekarang ini. Hidup ini adalah pilihan, jika sudah memutuskan sesuatu, pastilah akan ada korban yang tersakiti oleh keputusannya.
Penyesalan? Untuk apa diratapi, jika akhirnya dia memutuskan untuk berhenti menunggu dan berlari kepada cinta yang lain. Hanya doa yang mampu Azka kirimkan untuk kebahagiaan wanita yang selama ini sudah menjadi pemacu dalam kariernya.
"Kehilangan kesempatan itu sangat menyedihkan, Rid. Kalau saja bisa aku memutar kembali waktu, mungkin saja aku nggak akan kehilangan dia," kata Azka tiba-tiba mengutarakan perasaan yang sedari tadi ia pendam.
Farid menoleh cepat kepada Azka yang menatap lurus ke depan menatap keindahan matahari yang hilang di garis cakrawala.
"Maksudnya, Kap?" tanya Farid tak memahami maksud ucapan Azka.
"Aku kehilangan wanita yang selama ini mencintai dan aku cintai karena keegoisanku. Memang selama ini dia nggak pernah mengejarku untuk cepat-cepat menikahinya, namun isi hati orang, siapa yang tahu, Rid? Apalagi komunikasi kita yang nggak selancar pasangan yang lain, jadi kita kurang mengerti apa yang sebenarnya diinginkan pasangan kita," ujar Azka menoleh Farid dengan senyuman tipis dan menahan rasa pedih di hatinya.
"Mungkin dia bukan jodoh yang Allah kirimkan untuk menemani dan mendampingimu, Kap. Allah sedang mempersiapkan wanita yang lain untuk menopangmu dari belakang kala kamu lelah dan yang akan menunggumu di darat dengan kesetiaannya. Yang pasti, Insya Allah, dia lebih baik dari yang sebelumnya," tukas Farid menghibur hati Azka.
Benar kata Farid, Allah mengirimkan seseorang dalam hidup kita entah hanya untuk sesaat ataupun untuk selamanya. Namun satu yang pasti, di saat itulah kita akan melakukan hal yang terbaik untuknya. Dengan begitu, jejak kenangan tak lagi menyakitkan, melainkan sebuah proses yang postif.
"Iya, kamu benar, Rid. Mungkin Allah masih menyimpan dia dan Allah akan mempertemukan kami nanti di waktu yang tepat," sahut Azka menepuk bahu Farid.
"Kalau anak gaul zaman sekarang nih ya Kap, ngomongnya 'move on' gitu ...."
Azka tergelak tawa lepas mendengar celotehan Farid. Setidaknya hatinya kini sedikit lega karena dia mengeluarkan unek-uneknya kepada Farid.
#########
Alhamdulillah, sudah jadi nahkoda ya, Ka. Kapan dong kamu melamar aku, Kamu???😂😂😂😂😅
Aku siap menunggumu, Ka. Insya Allah, kamu pulang, kita naik ke pelaminan. ASYEEEEEK!!!!!!😅
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top