BALOK III
Bahagianya dalam hati, mendapatkan kesempatan menjadi perwira di kapal pertamanya. Iya! Kini Azka sudah mendapatkan jabatan perwira di kapal feri penyeberangan Lembar-Padang Bai. Seragam putih melekat pada tubuhnya saat dia dinas jaga di anjungan. Sudah hampir satu bulan dia menjabat sebagai Third Officer.
"Man, satu jam lagi kapal sandar di Lembar. Tolong bangunkan yang lain," titah Azka kepada Firman yang kebetulan saat ini sedang bertugas bersamanya sebagai juru mudi.
Setiap ABK kapal sudah memiliki tugas jaga laut dan jaga pelabuhan. Salah satunya tentang prinsip-prinsip umum tugas jaga (Principles Of Watchkeeping In Generelly) yaitu, pengaturan jaga navigasi oleh nahkoda. Di bawah pengarahan dan bimbingan nahkoda, para perwira melaksanakan tugas jaga navigasi dan ikut bertanggung jawab atas keselamatan pelayaran selama tugas jaga, khususnya pencegahan tubrukan dan kandas.
Tak hanya itu saja, pengaturan tugas jaga laut di kapal dilaksanakan sebagai berikut :
1) Jam 00.00 – 04.00 Jaga larut malam (Dog watch) – Mualim II
2) Jam 04.00 – 08.00 Jaga dini hari (Morning Watch) – Mualim II
3) Jam 08.00 – 12.00 Jaga pagi hari (Forenoon Watch ) – Mualim III
4) Jam 12.00 – 16.00 Jaga siang hari (Afternoon Watch) – Mualim II
5) Jam 16.00 – 20.00 jaga sore hari (Evening Watch) – I + II
6) Jam 20.00 – 24.00 Jaga malam hari (Night Watch) – Mualim III
Kecuali diatur lain oleh nahkoda. Waktu dapat disesuaikan dengan keadaan.
"Siap, Third!" Firman melepas kemudinya, lantas dengan cepat digantikan oleh Azka sementara Firman berkeliling mengabarkan kepada seluruh ABK, jika kapal akan bersandar satu jam lagi.
OHN (One Hour Notice) adalah peringatan satu jam sebelum kapal berangkat berlabuh, tiba berlabuh, atau kapal sandar. Semua ABK harus bersiap memosisikan dirinya sesuai yang telah diatur.
Satu jam yang diberikan ASDP sebagai pengurus pelabuhan untuk bongkar muat kapal feri di pelabuhan Lembar-Padang Bai. Setiap pelabuhan memiliki waktu bongkar dan muat masing-masing, sesuai padatnya kapal setempat dan lamanya penyeberangan. Semakin lama waktu menyeberang, maka semakin lama juga waktu untuk bongkar muat.
"Third, udah lesu aja," tegur Zie saat mereka menunggu datangnya kendaraan masuk ke dalam kardek. Azka hanya tersenyum dan menunduk.
Semua perwira, kelasi dan juru mudi tak ketinggalan nahkoda berkumpul di kardek, bersiap untuk mengatur kendaraan di sana. Sesekali mereka bercanda, untuk mejalin keakraban.
"Third, sudah cek air ballast?" tanya Antoni sedikit berteriak karena mereka berjauhan.
"Bentar ya, Chief," kata Azka kepada Zie, lantas mendekati Antoni. "Sudah tadi, Kap," jawab Azka setelah di depan Antoni.
"Oke, bersiap ya, 5 menit lagi kendaraan masuk," pekik Antoni menginterupsi.
Pertukaran dinas jaga dilakukan 4 jam sekali, kebetulan perjalanan dari Lembar-Padang Bai menempuh waktu 4 jam, jika keadaan normal. Maka dari itu, setiap kapal sandar di pelabuhan, pertukaran dinas jaga dilakukan. Setelah muat kendaraan dan penumpang, kini waktunya serah terima jaga. Azka yang tadi berjaga Night Watch, kini akan digantikan sesuai aturan yang berlaku yaitu mualim II, Seconds Yona.
Pertukaran jaga dilakukan, dengan menyerahterimakan jaga dari Azka kepada penggantinya, yaitu Yona. Setelah berada di anjungan, Yona melihat haluan kapal, lampu suar, perintah nahkoda, membiasakan diri dengan situasi yang ada. Azka menyerahkan jaganya dengan memberikan informasi yang diperlukan Yona, seperti posisi terakhir, keadaan cuaca, posisi kapal lain yang mendekati kapal dan hal-hal lain yang dipandang perlu. Sebagai catatan, mualim jaga setelah selesai jaga, diwajibkan meronda kapal terutama pada malam hari. Misalnya pemeriksaan peranginan palka, keran-keran air, cerobong asap, lashingan muatan dan lain-lain.
"Sudah kan, Cond?" tanya Azka memastikan sebelum dia meninggalkan anjungan.
"Iya, sudah. Makasih ya, Third," ucap Yona setelah memahami dan menguasai keadaan kapal.
"Ya udah Cond, aku mau keliling dulu," pamit Azka lantas keluar dari anjungan.
Sebelum pergi beristirahat, Azka berkeliling mengecek seluruh bagian kapal, terkecuali kamar mesin. Saat dia sampai di dapur, perutnya terasa keroncongan. Azka baru ingat, dari tadi siang dia belum mengisi perutnya. Azka membuka pintu ruang makan, dia tak melihat lauk maupun sayur di sana. Hanya rice cooker yang terisi nasi, itu saja tinggal sedikit.
"Third," panggil seseorang dari dapur.
Antara ruang makan dan dapur hanya tersekat plat setengah badan. Jadi, siapa pun yang berada di dapur, dapat melihat siapa saja yang ada di ruang makan.
"Iya." Azka mendongak melihat Mahmud dengan pelayan baru, penggantinya.
"Belum makan ya dari tadi?" tebak Mahmud sudah sangat hafal, Azka terkadang sampai lupa makan jika kapal sedang berlayar.
Azka hanya tersenyum dan mengangguk. Mahmud membuka lemari tempat penyimpanan bumbu, lantas dia memberikan stoples plastik berukuran sedang kepada Azka.
"Itu bagian kamu," imbuh Mahmud, Azka menerima stoples tersebut.
Hati Azka menghangat, ternyata Mahmud tak berubah dan dia masih perhatian kepadanya. Tak ada yang berubah dengan Azka, hanya jabatan dan panggilannya saja yang sekarang berubah. Sikap hubble dan sosialnya bersama teman satu kapal masih sama seperti dulu saat dia menjadi pelayan.
"Makasih ya, Mud," ucap Azka dengan mata berbinar.
Mahmud mengangguk dan tersenyum sangat tulus. Melihat Azka mengenakan seragam putih dengan balok tiga, membuat hati Mahmud tergerak ingin juga seperti Azka. Dari hal itulah, Mahmud memiliki tekad kuat untuk sekolah mengambil ijazah profesi. Azka saja bisa, kenapa dia tidak? Pasti Mahmud juga bisa melakukannya.
"Nasinya tinggal dikit ya, Third," sesal Mahmud, mengapa tadi dia tidak menyisakan nasinya juga.
Karena di kapal, soal makan masih menjalankan sistem, siapa cepat dia dapat. Dengan keterbatasan penyediaan makanan membuat itu terjadi. Meskipun ada kantin di kapal feri, namun hanya cup mie dan mie instan makanan berat yang mereka jual.
"Nggak apa-apa, ini sudah cukup, Mud. Mau makan seberapa sih, Mud? Ini juga sudah kenyang," kata Azka menyenangkan hati Mahmud.
Mahmud tersenyum saat memerhatikan cara Azka makan dengan sangat lahap meski hanya mendapat lauk ayam opor. Mahmud senang melihat Azka makan lahap seperti itu. Dari dulu di antara ABK yang lain, hanya Azka yang tidak pernah memrotes masakannya. Mau itu kurang sedap ataupun rasanya keasinan, Azka tetap menyantapnya dengan lahap.
"Kok jam segini udah racik-racik, Mud?" tanya Azka melihat jam tangannya yang baru menunjukan pukul 02.00 waktu setempat.
"Besok pagi pas sandar di Padang Bai, aku mau turun belanja, Third. Kan sandarnya jam 5 Subuh, jadi sebelum aku turun, sarapan sudah siap," jelas Mahmud langsung dipahami Azka, karena dulu dia dan Mahmud juga sering melakukan hal yang sama.
"Ooooh, iya-ya. Jadi ada waktu lama, ya ... sekalian jalan-jalan, nunggu kapal balik ke Padang Bai lagi. Kalau nggak keberatan, aku mau nitip sesuatu boleh nggak, Mud?" tanya Azka sebelum merepotkan Mahmud.
"Boleh, mau nitip apa kamu?" jawab Mahmud dengan senang hati.
"Cuma minta tolong belikan roti kering sama mie instan. Buat persediaan kalau sewaktu-waktu lapar," ujar Azka terkekeh dan memberikan uang 50 ribuan kepada Mahmud.
Mahmud menerima uang tersebut dan ikut terkekeh.
"Mud, kembaliannya balikin ya, tinggal selembar itu. Maaf, belum terima gaji lagi," imbuh Azka yang memang benar adanya, tinggal itu uang yang dia punya.
Mahmud tertawa kecil memahami keadaan Azka.
"Oke, siap! Tenang saja. Nanti aku kembalikan uang sisanya," ujar Mahmud kembali meracik bumbu bersama patner barunya.
Azka telah menyelesaikan makannya, dia membersihkan meja makan dan mencuci semua piring yang kotor, tanpa Mahmud memintanya. Itu karena kesadaran dari Azka sendiri yang tak suka melihat tempat kotor dan berantakan.
"Third, sudah biar nanti Paul yang mencucinya," tegur Mahmud melihat Azka mengusap piring-piring kotor dengan sabun.
Di ruang makan tersebut, memang disediakan tempat untuk mencuci piring sekaligus rak piringnya. Awalnya bertujuan agar para ABK setelah menggunakan peralatan makan bisa dapat langsung mencucinya. Namun kesadaran itu masih kurang, alhasil, pelayan dan koki yang membersihkannya.
"Sudah nggak apa-apa, dulu aku juga sering melakukan ini kan?" tolak Azka masih terus melanjutkan mencuci gelas sisa teman-temannya minum.
Jika sudah seperti itu, Mahmud hanya berterima kasih dan membiarkan Azka melakukan hal sesuka hatinya. Yang pasti apa pun yang Azka lakukan tak pernah merugikan siapa pun, justru menguntungkan bagi mereka. Setelah semua beres dan bersih, Azka harus kembali ke kamarnya untuk beristirahat, sebelum kapal sandar lagi.
"Mud, aku ke kamar ya? Ini tinggal nyapu sama ngepel," pamit Azka.
"Oke, makasih," ucap Mahmud untuk yang kesekian kalinya.
Azka keluar dari ruang makan, dia sedikit berlari menaiki tangga menuju ke kabin ABK. Rasa lelah mendera, bahunya terasa pegal dan ingin sekali dia segera beristirahat. Walaupun dia menyadari jika sebentar lagi akan ada peringatan sandar, namun setidaknya dia masih punya waktu untuk membaringkan tubuhnya.
Berbeda dengan kamarnya yang dulu, kini Azka satu kamar bersama Yona. Di kamar itu hanya terisi dua orang saja. Azka melepas sepatunya, disusul dengan melepas seragam putihnya. Kini dia hanya memakai celana kolor dan kaus putih tipis.
"Haah!!! Akhirnya bisa berbaring juga," desah Azka panjang, mensyukuri nikmat yang baru saja terasa.
Otot-ototnya yang tadi kaku dan tegang, kini perlahan mulai melemas. Azka merelakskan diri sesaat sebelum nanti kembali bekerja. Goyangan kapal karena ombak membuat Azka seperti dininabobokan. Saat dia memejamkan mata, bayangan Iis memenuhi otaknya.
"Apa kamu masih marah sama aku, Is?" lirih Azka bertanya pada dirinya sendiri tanpa berujung jawaban.
Azka sering mengirim SMS kepada Iis, memberikan kabar tentangnya. Namun, sampai saat ini Azka belum memiliki kesempatan untuk memberitahu Iis, jika sekarang dirinya sudah naik jabatan menjadi perwira.
"Jika memang kamu jodohku, aku yakin Allah akan selalu menjagamu untukku, Is. Namun, jika kamu bukan jodohku, semoga ada pria lain yang lebih baik dari aku, yang akan menjadi pendampingmu," ucap Azka pelan sebelum dia memejamkan matanya yang semakin terasa berat.
Mengingat Iis membuat dadanya sesak dan terasa penuh beban. Dia menghela napas dalam untuk mengurangi beban di dalam dadanya. Selama ini, banyak wanita yang dikenalkan teman-temannya, namun tak ada satu pun yang Azka lirik bahkan saat mereka mengajak Azka mengobrol, Azka selalu menjaga jarak dan bersikap dingin. Itu dia lakukan untuk menjaga perasaan Iis dan membentengi diri agar tak mudah tergoda dengan wanita lain. Azka memegang teguh komitmennya demi Iis.
########
Siapa bilang pelaut mata keranjang? Lepas tali lepas cinta. Itu sih kata balada palautnya Bang Tantowi Yahya. Hehehe
Nggak semua pelaut seperti itu. Pelaut juga manusia biasa yang terkadang bisa khilaf. Hihihih
Aku lagi bahagia, dapat ini dari Mas Azka versiku. Hahahaha
Mas Azka ini selalu bisa buatku ketawa dan nggak tahu apa yang kita bicarakan, pasti ujungnya kita ketawa. Meskipun pada akhirnya kami bersanding dengan pilihan masing-masing, tapi kami membuktikan jika tak selamanya mantan itu meninggalkan luka dan nggak semua mantan itu jahat. 😆
Curcol dikit.🙈😉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top