03 :: Sayonara Moonlight.

• Teruntuk saya yang gak bisa nonton live Nagao di Yokohama, online maupun offline.

Tak banyak suara yang bergema, selain yang tercipta dari elektrokardiogram tersebut menemani sunyi sepi Nagao Kei yang berkunjung menjenguk sesosok wanita yang terbaring koma setiap harinya. Apalagi kalau tak berharap melihat mata permatanya terbuka.

Tangan yang biasa terbalut sarung tangan putih itu pun ia biarkan telanjang demi merasakan langsung kehangatan samar dari sang pujaan hatinya. Nagao bertanya-tanya kapan wanitanya membuka mata, karena sesungguhnya ia tak mampu lagi jika harus menunggu lebih lama. Berharap sang pujaan hati tahu betapa ingin sekali ia katakan padanya dan mengajaknya pada LIVE pertamanya.

Genggaman Nagao mengerat seiring lara hatinya yang bertambah. "Aku tahu kau juga menantikannya, tapi apa boleh buat, 'kan?" Ia mulai beranjak berdiri, bersiap pergi, walau masih tak rela melepas genggaman tangannya ini. "Aku harus pergi, ya ... ?" Ia sengaja menjeda setiap kalimatnya alih-alih menahan air mata yang siap jatuh kapan saja.

Meski perih, Nagao mengulas senyum lebar nan ceria yang menjadi ciri khasnya. "Tapi tenang saja! Aku akan kembali, jadi ... sampai jumpa ... !"

Bertepatan dengan Nagao yang berpamitan, kedua orang temannya memasuki ruangan dengan salah satunya berkata, "Ah, maaf, Nagao-kun, ayo--"

"Ya," jawab cepat Nagao yang tak mengalihkan pandangannya sedikit pun dari sang pujaan hati yang sampai detik ini terbaring tak berdaya. Cukup membuat keduanya menutup mulut rapat-rapat dengan kekhawatiran terlukis di masing-masing wajah mereka.

Genzuki Tojiro pun Kaida Haru mengerti bagaimana keadaan ini memaksa Nagao Kei untuk tak hanya meninggalkan sang kekasih, tetapi juga menyingkirkan masalah hati, profesionalnya dituntut di sini.

Sementara Nagao yang masih erat menggenggam tangan pujaan sang hati pun berbalik menatap kedua temannya dengan senyum yang jelas menutupi perih. "Ayo!" katanya yang dengan perlahan melepas jari-jemarinya dari sang pujaan hati. Ini bagaikan mengiris hatinya sedikit demi sedikit. Tak terbayang bagaimana hancurnya hati nanti, setelah keluar dari sini.

Genzuki dan Haru tak akan bertanya lagi, meski Nagao merangkul mereka dengan kekehan yang menyelingi. Keduanya tak ada pilihan lain pun ikut terkekeh hanya dengan suara tawa Nagao yang khas ini.

Bersama mereka pergi dan menginjakkan kaki di atas panggung LIVE  pertama mereka sebagai seorang V∆LZ  di Yokohama ini.

Entah mengapa, ia mulai bertanya-tanya tentang tak seperti biasa tangannya terasa begitu hampa cukup lama. Tak seperti biasanya. Ia tahu betul ada kehangatan yang biasa menemani di saat-saat gelapnya yang tak tentu arah. Seketika menimbulkan takut, hingga ia membuka mata, memastikan diri apakah ia benar-benar telah tiada?

"Aku tahu kau juga menantikannya, ... "

"Aku akan kembali, jadi ... sampai jumpa ... !"

Kalimat itu terngiang begitu pilu. " ... Oh." Ia menatap kosong pun sendu tangannya yang terasa sisa-sisa kehangatan seseorang yang samar sudah sosoknya itu.

"Tapi tenang saja! ... "

Tsukihana Aoyuki menarik tangannya tersebut tepat ke arah dadanya, memeluk kehangatannya yang tersisa. Pun bisa ia bayangkan jika kata-kata itu diucapkan dengan senyum khas yang dipaksakan.

" ... Aku akan kembali, jadi ... sampai jumpa ... !"

Merasakan kehangatan dan pedih dalam hati sesaat melukis kembali sosok yang lama tak dilihatnya pun membuat sebuah nama keluar dari mulut Aoyuki. " ... Nagao--"

Seketika itu hembusan angin malam yang memasuki ruang rawat Aoyuki pun seolah mengangkat wajahnya untuk menatap ke depan. Membuat mata permatanya melebar di kala pemandangan di luar dugaan bisa ia saksikan.

Sesuatu yang dia inginkan, sesuatu yang ia harapkan. Namun, masih di luar dugaan yang tak bisa Aoyuki percaya begitu saja adalah ia yang telah berdiri di antara ribuan orang yang menonton LIVE pertama V∆LZ di Yokohama ini entah sejak kapan.

Masih tak bisa dipercaya jika sorak-sorai yang memenuhi udara, nama V∆LZ yang disebut dalam sorak-sorainya, sorot  lampu yang mampu membelah gulita, warna-warni lightstick yang mendukung dalam memeriahkan suasana, terlebih ketiga pemuda yang bernyanyi, menari, dan bercanda tawa di atas panggung sana benar-benar nyata di depan mata .... Aoyuki tak bisa menolak dirinya untuk berdebar dan bersorak bahagia untuk mereka, untuk dia, Nagao Kei yang kembali melukis dirinya dalam Aoyuki melalui kehangatan hati hanya dengan sekali pandang mata dan senyumnya.

"A-Aoshi ...." Nagao masih tak percaya ia mampu menangkap sosok sang pujaan hati di antara ribuan orang yang ada. Ia seolah lebih bersinar walau hanya bermodalkan lambaian tangan dan senyum lebar nan bahagia.

Nagao terdiam seketika dengan jantungnya yang berdebar hebat.

"A-Aoshi? W-wah, kau mulai ngelindur Nagao-kun!" Genzuki mengalihkan pembicaraan seketika menyadari suara Nagao yang memanggil nama pujaan hatinya itu masih bisa terdengar.

"S-sou, sou! S-sepertinya sudah terlalu terbawa s-suasana, ya, haha!" Haru menimpali yang dibalas sorak tawa dari para penonton seperti yang diharapkan. "Y-ya, 'kan? Kalau begitu, ayo, satu lagu lagi! Nee, Nagao-kun?" Haru menarik Nagao dalam rangkulan sebagai isyarat melanjutkan LIVE mereka pun sebagai peringatan untuk tidak membuat masalah.

"E-eh? Oh! Ha'i! Tentu saja, ayo!" Bukannya gemetar merasa diancam, Nagao malah semakin semangat.

Genzuki dan Haru hanya menghela napas dengan harap Nagao tak kelepasan dan setidaknya, ia bersenang-senang dan bahagia, itu saja.

Ketiganya pun melanjutkan. Kali ini semakin banyak menebar kebahagiaan pada para penggemar. Senyum, tawa dan tingkah mereka membuat mereka kebih dari terhibur dan bahagia. Tak sebahagia Aoyuki yang terus menangkap perhatian Nagao tertuju padanya. Ia tidak tahu bagaimana ia bisa sampai di sini dan mengapa Nagao menyadarinya begitu cepat.

Inikah rasanya kekuatan cinta? Geli sekali. Apalagi Nagao tak segan mengirim kedip tepat ke arah Aoyuki.

"Dasar dia ...." Aoyuki tersenyum. Ia tak malu mengakuinya, ketika mampu membuatnya merasa dekat, walau terhalang ribuan penonton lainnya. Pun ia sangat, bahkan terlalu bahagia menerima banyak sekali cinta dari Nagao, hingga jantungnya berdebar hebat, hebat sekali sampai rasanya akan pecah kapan saja.

Aoyuki terkekeh sembari memegang dada kirinya. "Ah, ini aneh, rasanya jantungku terlalu lemah untuk dibilang berdetak dengan tenang ... ," ucapnya seolah bukan masalah dan tak berbahaya. Bahkan ia tetap berdiri di sana dengan pandangan tepat pada Nagao dan kawan-kawannya yang bernyanyi, menari, dan bertingkah.

Aoyuki ingin di sana, memberikan dukungan dan cintanya dengan dan di setiap detak jantungnya. Aoyuki mencintai Nagao segitu banyaknya.

Dan dengan satu hentakan lirik lagi, Nagao, Haru, dan Genzuki mengakhiri LIVE mereka dengan sorak-sorai bahagia dan takjub para penggemar mereka. Ketiganya nampak  terengah-engah dengan senyum di wajah, betapa bahagia mereka mampu memberikan performa yang terbaik di LIVE pertama mereka malam Jum'at ini.

Sementara kedua temannya sibuk menyapa, penutupan, dan berterima kasih, Nagao mencari sosok Aoyuki di antara para penggemar yang kemudian menampakkan sosok sang wanita yang tersenyum bahagia nan tipis mulai meninggalkan tempat LIVE.

Tanpa pikir panjang dengan sedikit pamit dan salam penutupan dengan para penggemar, Nagao menyusul Aoyuki di  ruang ganti segera.

"N-Nagao/Nagao-kun!" Haru dan Genzuki pun ikut menyusul setelah di rasa cukup dengan penutupan dan salam pada para penggemar yang telah hadir. Meski tak banyak tahu apa yang terjadi, tetapi jika itu Nagao, mereka tahu pasti apa yang terjadi.

"Jika dia benar-benar siuman ... , jika Aoshi benar-benar ada di sini dan LIVE kita ... maka, Aoshi ... Aoshi ... !" Sementara Nagao semakin mempercepat langkahnya sembari berhati-hati untuk tak melukai yang berlalu-lalang, sampai akhirnya ia sampai di depan ruang gantinya.

Tanpa ragu ia buka dan berseru, "Aoshi!"

"Nagao--!"

Sesosok wanita berambut navy sebahu dengan manik ruby-nya yang bersembunyi di balik kacamata yang duduk di pinggir ranjang tersebut nampak menoleh dengan terkejut pada tiga pemuda, terlebih Nagao yang ditunggunya itu. Tsukihana Aoyuki tersenyum.

"Omedetou, minna--oh!" Aoyuki terkejut dan hampir jatuh tertidur di lantai sesaat Nagao menyambarnya dengan peluk. Pun ia tersenyum dan perlahan memeluk kembali tunangannya itu.

Sementara Nagao semakin mengeratkan peluk. "Aoshi ... , kau ... , Aoshi, apa yang kau lakukan ... , apa yang kau lakukan di sini ... !" Suara Nagao terdengar parau sembari perlahan melonggarkan, tetapi tak melepas peluknya tersebut. "Bagaimana .... Ah ... ! Kenapa tiba-tiba kau di sini ... ! Kenapa tidak ... , kenapa tidak ...."

"Menemuimu lebih dulu?" Aoyuki tersenyum.

" ... Ya ... , ya, seharusnya begitu ... !" Nagao kembali memeluk Aoyuki dengan erat bahkan lebih kali ini sembari menenggelamkan wajahnya di bahu sang tunangan tersebut.

"Aku tidak akan sempat ... ," jawab Aoyuki terus terang masih dengan senyum.

Nagao menatap Aoyuki dengan bingung. "Apa maksudmu?" Tak biasanya Aoyuki menolak setenang itu.

Sementara Genzuki dan Haru terdiam merasakan hati memilu sesaat menyadari suatu hal lebih dulu, terlebih mendengar kata-kata Aoyuki dan melihat Nagao yang begitu sayangnya membuat mereka meneteskan air mata seketika itu. Sesungguhnya mereka tak kuat jika harus terus di situ. Genzuki dan Haru pun memilih menunduk.

Aoyuki terus tersenyum. "Aku tak punya banyak waktu, tapi ... " Ia menjeda kalimatnya sesaat menyelipkan jari-jemari dinginnya di antara jari-jemari hangat berbalut sarung tangan putih Nagao dan berkata kembali. " ... aku masih sempat mengatakan bahwa aku bahagia bersamamu. Aku senang melihatmu tertawa dan bersenang-senang di atas panggung ... , walau tanpa aku--"

"Apa? Tapi aku melihatmu di antara--!"

"Kein ...." Aoyuki memotong ucapan Nagao dengan tenang dan senyum, berusaha meminimalisir pilu menatap berapa hancurnya sinar bahagia di mata sang tunangan tersebut.

Nagao yang terdiam masih menolak ada sesuatu yang tak beres di situ, meski bibirnya bergetar dan berkata dengan sendu. "Aoshi, tolong, jangan sekarang ...." Ia memohon dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Sesungguhnya Aoyuki juga tak kuat melanjutkan ucapannya, tetapi ia berhasil mengatur emosinya dengan senyumnya sekali lagi. "Maaf, aku ingin kau mendengar semuanya ... , sebelum aku tiada."

"Tidak." Nagao berucap dengan tegas dan mengeratkan pelukannya. "Kau tidak akan ke mana-mana!"

"N-Nagao ...." Genzuki mencoba meraih bahu Nagao. Namun, ditolak oleh sang empu.

Nagao menggertakkan gigi. "Aku tidak akan membiarkanmu pergi!" Air matanya pun mengalir. "Bahkan di Alam Baka sekalipun aku akan mencarimu, Aoshi!" Dia begitu putus asa dan hancur sekali saat ini.

"Mustahil, Kein ...." Aoyuki masih tersenyum sembari meremas pakaian Nagao menahan pedih sesaat akan meninggalkan belahan hati.

"Aoshi!" Nagao nampak menggertak Aoyuki untuk berhenti mengeluarkan sepatah kata lagi dengan suaranya yang parau dan air matanya yang telah membanjiri pipi.

"Aoyuki, kau ...." Giliran Haru yang membuka suara. Pun ia tak kuasa melanjutkan ucapannya.

Sementara Aoyuki yang terus tersenyum pun kali ini berubah menjadi miris dengan tatapan yang kosong nan pedih. " ... Ah, ini aneh ... jantungku berhenti berdetak, tapi aku tak merasa lelah atau sakit ...."

"Diam!" Nagao kembali menggertak sembari mengeratkan pelukan.

"A-Aoyuki ...." Genzuki sendiri tak bisa berkata-kata lagi.

Aoyuki mengusap lembut rambut dark navy panjang Nagao yang sangat ia sukai dengan tangannya yang semakin tembus pandang dan dingin. " ... Tidak apa-apa, meski waktuku habis dan jantungku tak berdetak lagi, aku mencintaimu dalam hidup dan mati ... ," ucapnya yang kali ini dengan suara bergetar disusul dengan air mata yang mulai menetes di pipi.

" ... Akhirnya aku bisa melihatmu tersenyum bahagia lagi sekali lagi, walau harus jadi yang terakhir kali dan tenang karena ada banyak yang mencintaimu, Kein .... "

Nagao menggelengkan kepalanya keras. "Tolong ... , diam, Aoshi ...." Bahkan perih sekali rasanya untuk memanggil nama sang pujaan hati.

Genzuki dan Haru sudah terlanjur menangis sedari tadi.

Sementara Aoyuki tak bisa pergi tanpa pamit. Ia tersenyum dan berkata lagi. "Berbahagialah dan teruslah hidup, Kein ...." Seketika itu sosoknya menghilang, berubah menjadi gumpalan debu putih nan dingin, yakni salju.

Namun, Nagao masih merasakan tubuh dinginnya dalam peluk. Bukan salju, melainkan benar tubuh Aoyuki yang telah memucatlah yang berada dalam pelukannya tersebut. Ia terkejut sekaligus campur aduk sampai mendekap erat tubuh sang tunangan tersebut.

"A-Aoshi ... ?"

Haru dan Genzuki yang turut berduka cita pun menghampiri dan merangkul sang kawan yang tak terhitung berapa kepingan hatinya yang hancur saat ini.

Genzuki menatap tubuh pucat tak bernyawa Aoyuki. " ... Sepertinya wasiatnya adalah berada di sini untuk pamit denganmu, Nagao-kun ... ," lirihnya begitu sendu.

" ... Aoshi ...." Nagao menenggelamkan wajah putus asanya itu di dada sang pujaan hati yang tak lagi ia rasakan naik-turunnya dada dan irama detak jantungnya tersebut. Bahkan ia tak melihat bahkan merasakan sisa-sisa pun kehadiran arwah Aoyuki dalam tubuhnya maupun sekitarnya itu.

Nagao mengangkat wajahnya, menatap wajah pucat tak bernyawa Aoyuki, kemudian membelai pipinya yang dingin dengan tangannya yang tak berbalut sarung tangan putih. " ... Syukurlah kau tenang, Aoshi ...." Ia tersenyum perih dengan air mata yang semakin membanjiri pipi bahkan sampai menetes di wajah pucat Aoyuki. " ... Terima kasih."

"Aku senang menjadi cahaya bagi siapa saja, karena kaulah satu-satunya cahaya yang kupunya. Aku hanya berharap kita bisa bersama sedikit lebih lama."

Story By -freude

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top