TLP : 7

"Pagi sekali kau sudah bangun."

"Oh hai Jacob..."ujar Thomas melihat temannya sudah bangun.

Jacob memperhatikan wajah Thomas. "Sepertinya kau tidak bisa tidur..."tebaknya

Thomas menarik napas dan mengusap wajahnya. "Yah....Entahlah...aku tak merasa mengantuk..."

"Apa karena tugasmu itu? Apakah kau sudah menemukan gadis yang mungkin adalah putri Lily yang hilang?"

Thomas menggeleng dengan wajah sendu. "Itulah...aku sudah melihat semua gadis dan mereka bukan putri yang hilang."

"Kau yakin?"

"Ya. Sangat yakin."

"Oh...apa itu berarti putri Lily tidak ada di desa ini?"

"Kau sudah memastikan semua gadis datang bukan?"tanya Thomas

"Ya semua sudah aku kirim undangan. Dan kulihat semua datang..."ujar Jacob lalu mendadak ia berhenti berbicara dan dahinya berkerut

"Kenapa kau?"tanya Thomas heran

"Tidak...tidak semuanya datang...ada satu yang tak hadir dalam pesta itu..."gumam Jacob kembali teringat saat ia melihat Leah yang berdiri dan mengamati pesta dari kejauhan

"Apa?! Apa maksudmu? Bukankah semua gadis telah hadir?!"

"Hanya satu yang tak datang, Thomas. Leah tidak datang...."Ujar Jacob. Thomas menatap Jacob. "Apa itu berarti kemungkinan Leah..."

"Aku tak tahu tapi aku harus memeriksanya."sahut Thomas mendadak merasa mendapat pencerahan. Ia beranjak berdiri. "Aku mau jalan menghirup udara segar dulu."

"Baiklah...."

Thomas pun keluar rumah. Udara pagi hari yang sejuk menyambut dirinya. Ia merapatkan jaket dan melangkah tak tentu arah. Ya, batinnya, kenapa ia bisa lupa dengan gadis yang sempat menarik perhatiannya. Ia merasa tak melihat kehadiran Leah kemarin malam. Semua gadis telah ia amati tapi ia yakin mereka bukanlah putri Lily. Tidak ada yang mendekati sosok putri. Hanya Leah. Mata hijaunya. Tapi itu tak cukup. Thomas harus memastikan satu hal lagi untuk membuktikan apakah Leah memang putri Lily atau bukan. Thomas baru saja melewati tempat pesta semalam ketika melihat sosok yang dikenalnya.

"Leah?"bisik Thomas. "Sedang apa gadis itu sepagi ini? Penduduk desa masih tertidur karena lelah sedangkan ia sudah bekerja...."


"Selamat pagi, Leah."

Leah terlonjak kaget dan menoleh melihat Thomas berdiri tersenyum padanya yang membuat hati Leah berdesir senang. "S...selamat pagi..."

"Pagi sekali kau sudah berjalan di desa."

"Oh aku harus mengantarkan pesanan telur ini."

"Boleh aku mengantarmu?"

"Apa?!"

"Kalau kau tak keberatan..."Ujar Thomas lalu berjalan mendahului. "Mari..."

Leah pun berjalan bersamanya. Entah kenapa ia merasa senang bisa bertemu dengan Thomas. Thomas menoleh padanya dan tersenyum kecil yang membuat wajah Leah merona dan membalasnya dengan malu.

"Kulihat kau tidak datang di pesta kemarin."

"Oh...ya...aku tak datang..."

"Sayang sekali. Pestanya sangat meriah."

"Ya...pasti sangat meriah...."sahut Leah lalu mereka kembali terdiam hingga tiba di rumah salah satu penduduk dan Leah menyerahkan pesanan telurnya.

"Kau sudah lama tinggal di sini?"tanya Thomas ketika mereka kembali berjalan

"Ya sejak kecil tapi...."

"Tapi apa?"tanya Thomas

"Ah entahlah. Aku merasa aku tak bisa mengingat masa kecilku."

Thomas menoleh menatap Leah dengan alis terangkat. "Satupun tak kau ingat?"

"Kadang...aku merasa aku seperti pernah tinggal di sebuah rumah yang besar dan indah...tapi Entahlah...mungkin itu hanya mimpi..."ujar Leah tersenyum

"Kau sudah mau pulang?"

Leah menatap Thomas. "Hm sebenarnya tidak. Aku ingin pergi ke sebuah tempat sebelum pulang..."

"Oh...tempat apakah itu? Apa aku boleh ikut?"tanya Thomas. Leah terperangah menatap Thomas. Thomas menyadari mungkin ia terlalu cepat bertindak. "Tidak apa-apa jika kau keberatan aku ikut. Kau pasti terganggu karena aku seperti membuntutimu ya..."

"Ah tidak...sama sekali tidak. Kau boleh ikut. Kau pasti akan menyukainya..."sahut Leah dengan malu dan wajah merona

Thomas tersenyum. "Jika demikian aku akan ikut denganmu."

Leah membalas senyumnya dengan dada berdebar. Lalu ia pun berjalan lebih dulu dan Thomas mengiringinya. Ia berjalan melewati jalan setapak menuju rumahnya tapi mengambil jalan lain ketika bertemu belokan. Ia terus berjalan hingga naik ke sebuah bukit kecil dan berhenti seraya membalikkan badan

"Lihatlah..."ujar Leah menunjuk ke arah belakang Thomas

Thomas menoleh ke arah yang ditunjuk Leah. "Wow..."gumamnya melihat pemandangan indah terhampar di hadapan mereka. Terlihat pemandangan desa Tadre dengan latar gunung menjulang tinggi dan hutan hijaunya.

"Indah sekali bukan?!"ujar Leah seraya duduk di tanah. Memeluk lutut dan menatap keindahan di hadapannya dengan mengulum senyum

Thomas mengikutinya duduk di tanah. "Kau sering kemari?"

"Ya..."

"Tempat yang indah. Aku bisa menghabiskan waktu berjam-jam di sini."ujar Thomas ikut duduk di samping Leah.

"Aku sering kemari terutama jika aku sedang bosan di rumah..."

"Ya, tempat yang cocok untuk menyendiri dan berpikir..."

"Betul.."sahut Leah menoleh pada Thomas

Thomas menatap Leah. Terdiam melihat wajahnya yang cantik. "Kau tahu, Leah, kau gadis yang manis...."ujarnya yang membuat hati Leah melambung. Wajah merona Leah membuatnya semakin menarik bagi Thomas. "Kenapa kau tak pernah mau berteman dengan penduduk desa? Kulihat kau lebih suka sendiri..."

Leah terdiam lalu mengalihkan pandangan ke hadapannya. Thomas merasa menyesal akan perkataannya. "Maaf aku tak bermaksud..."

"Tidak apa. Memang seperti itu kenyataannya bukan?!"ucap Leah tersenyum miris. "Aku memang tidak pernah berteman dengan mereka. Aku tahu itu...."

"Semua penduduk desa sayang padamu."

Leah tersenyum kecil. Ya andaikan rasa sayang mereka sama seperti orang tuanya. Leah tak pernah sekalipun merasakan hal itu. "Dari sini kadang aku bisa melihat kegiatan di bawah desa. Aku paling suka kemari saat matahari terbenam. Sangat indah sekali saat itu. Ketika matahari sudah hilang, digantikan dengan cahaya dari dalam rumah penduduk. Dari sana aku bisa melihat aktivitas di dalam rumah. Aku sering melihat keluarga makan malam bersama, duduk dan berbincang...mereka tampak harmonis..."ujar Leah dengan nada iri dan sendu

Thomas menatap Leah. Merasa tak tega.

"Bagaimana denganmu? Berapa lama kau akan liburan di sini? Pesta sudah selesai bukan?!"

"Ya...."sahut Thomas mendesah, kembali teringat akan tugasnya. Seharusnya ia sudah kembali ke istana untuk melaporkan hasil pencariannya. Tapi ia merasa enggan untuk pergi. Ia masih ingin mengetahui perihal Leah. Memastikan kecurigaannya. "Aku masih betah di sini, terutama setelah kau mengajakku kemari..."

Leah merasa wajahnya panas. "Bukankah istana juga merupakan tempat yang indah?"

"Ya. Indah dan besar. Di sana pun terdapat taman yang luas. Tapi aku merasa lebih bebas di sini, Leah. Tapi aku memang tak bisa di sini terus..."

"Kau harus lebih sering kemari saat senggang, Thomas..."gumam Leah merasa berat jika harus berpisah dengannya

"Tentu..."

"Leah!"

Leah terlonjak kaget dan bergegas berdiri seraya membalikkan badan. Thomas pun ikut terkejut dan berdiri. Melihat seorang pria berusia lanjut berdiri di belakang mereka dengan wajah berang. Thomas melihat Leah yang ketakutan dan gemetar.

"A...a...ayah..."

Thomas menaikkan alisnya. 'Ayah Leah.'batinnya. Ia menatap pria yang tampak menahan amarah.

"Apa yang kaulakukan di sini?!"

"A...aku..."

"Kami hanya berbincang biasa, Tuan Winter. Leah telah menunjukkan tempat indah ini padaku."

Leah menoleh menatap Thomas dengan wajah ngeri. Betapa beraninya pria ini, ujarnya dalam hati, berharap ayahnya tidak akan semakin berang.

"Aku tidak bertanya padamu."ujar Tom ketus lalu kembali menatap Leah. "Pulanglah!!"

Leah mengangguk dengan badan bergetar. Ia harus bersiap menerima hukuman. Ya...ayah pasti akan segera menghukumnya karena ia telah lancang berbincang dengan orang asing. Leah menahan tangis, cemas memikirkan hukuman yang akan ia terima. Leah menatap Thomas seraya pergi, "Sampai jumpa lagi, Thomas..."

Thomas mengangguk simpati pada Leah. Tom menatap Leah dengan mata menyipit tak suka lalu ia beranjak pergi tanpa mempedulikan Thomas

"Jangan hukum dia, tuan Winter."pinta Thomas. "Anakmu tak bersalah. Aku yang mengajaknya pergi."

Tom berhenti melangkah dan menoleh pada Thomas. Wajahnya tampak benci dan marah. "Ini bukan urusanmu."

"Akan menjadi urusanku jika kau memperlakukannya dengan tak adil. Ia gadis baik. Tak seharusnya anda kejam pada putri anda sendiri."

"Aku hendak berbuat apa pada gadis itu bukanlah urusanmu!"

"Apa anda tak tahu siapa aku?! Aku yakin semua penduduk desa sudah tahu siapa aku, kecuali Leah mungkin..."

Tom hanya mendengus lalu pergi meninggalkan Thomas. Thomas terdiam melihat kepergian Tom. Entah kenapa ia merasa ada yang aneh dengan Tom dan Leah. Kenapa ia tidak menyebut Leah sebagai putrinya? Apa hanya perasaannya saja? Kenapa Tom melarang dan tak suka Leah berteman dengan penduduk desa? Kenapa mereka harus hidup menyendiri? Semua kejanggalan itu membuatnya semakin penasaran dan curiga.

Thomas memutuskan untuk turun dari bukit dan pulang ke Rumah Jacob. Ia ingin membaca kembali laporan mengenai keluarga Winter. Thomas melangkah melewati jalan desa dan membalas sapaan tiap penduduk yang bertemu dengannya. Sejak pesta itu, hampir semua penduduk mengenalnya dan ramah padanya, terutama para gadis. Mereka memandang dirinya sebagai pria yang pantas menjadi pendamping. Ya siapa yang tidak mau menjalin kasih dengan seorang pria kaya dan kepercayaan raja. Hidupnya pasti akan terjamin jika bisa menikah dengan Thomas. Ia mempercepat langkah karena tak ingin aktivitasnya terhambat ketika bertemu dengan seorang gadis muda

"Hai Thomas..."sapa sebuah suara merdu dan menggoda

Thomas terhenti dan mengeluh dalam hati. Ini bukan saat yang tepat, batinnya. Tapi ia tetap berhenti dan membalas sapa sang gadis karena tak ingin membuat masalah. "Hai Martha."

"Kau mau ke mana?"tanya gadis muda itu seraya mendekat dengan langkah menggoda

Thomas menahan dirinya untuk tidak mengumpat. Ia tidak suka dengan gadis penggoda. Tapi ia sadar ia tidak bisa bertindak kasar sebagai utusan dari istana. "Pulang..."

"Pulang ke istana maksudmu?"tanya Martha dengan mata melebar kaget

"Ya tentu saja. Tugasku sudah selesai di sini."

"Oh kenapa kau tidak memperpanjang tinggal di sini sebentar lagi? Kau belum melihat banyak tempat indah di desa ini."

"Lain kali...Hei...Oswald!!"seru Thomas saat melihat temannya. Ia merasa lega bisa lepas dari Martha. "Aku harus segera pergi. Masih ada urusan yang harus kulakukan! Sampai nanti!"

"Hei kau bilang kau harus segera pulang!"protes Martha yang tak mendapat jawaban karena Thomas sudah menjauh. Martha menghentakkan kaki karena kesal lalu beranjak pergi.

"Gadis itu sepertinya menyukai anda."ujar Oswald tersenyum jail

"Jangan bercanda, Oswald. Ayo...aku ingin melihat sesuatu."

"Bukankah seharusnya kita bersiap pulang? Tugas kita sudah selesai dan tidak menemukan jejak putri."

"Ya aku tahu tapi aku masih ingin memeriksa satu hal."

"Apa itu? Apa aku boleh mengetahuinya?"

"Akan kukatakan setelah kita tiba di rumah Jacob."

"Baiklah."sahut Oswald mengerti dan melangkah bersama Thomas.




Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top