TLP : 6

Aura kegembiraan semakin terasa di desa Tadre seiring semakin dekatnya pelaksanaan pesta tersebut. Taman luas yang terletak di tengah desa dan tempat pesta akan berlangsung mulai dibersihkan dan dihias. Pita dan balon terpasang di tiap sudut. Rumput liar sudah dipotong. Hampir tiap hari penduduk desa membicarakan mengenai pesta tersebut. Semua menantikan pesta tersebut dengan antusias dan senang, kecuali Leah dan keluarganya.

Leah hanya bisa berjalan melewati dan berusaha untuk tidak mendengarkan pembicaraan orang mengenai pesta itu. Ia merasa pedih. Betapa inginnya ia bisa ikut pergi ke perayaan tersebut. Ingin sekali ia bisa terlibat dalam persiapan serta datang ke pesta yang paling ditunggu di desanya

"Leah...."

Leah berhenti melangkah. Satu-satunya pria di desa yang mau memanggilnya. Ia berdiri diam sementara pria tadi mendekatinya bersama seorang pria lainnya. Seharusnya ia berjalan terus dan tidak membiarkan dirinya berbincang dengan orang lain, sesuai perintah sang ayah.

"Hai selamat siang, Leah. Kau mau ke mana?"

Leah terdiam. Jacob tampak menatap sambil menunggu jawaban darinya. "Aku...aku baru saja mengantarkan telur."

"Ah kenalkan temanku, Thomas Harlaw."kata Jacob

Leah melirik pria tampan di sebelah Jacob. Bertubuh tinggi tegap dengan mata birunya. Mulutnya menyunggingkan senyum seraya mengulurkan tangan. Meski ragu, Leah menyambut uluran tangan Thomas. "Aku Leah."gumamnya lirih.

"Hai senang berkenalan denganmu, Leah."ujar Thomas. Lalu mendadak ia terdiam terpaku melihat manik mata hijau milik Leah. Membuatnya teringat akan putri yang hilang. Warna hijau yang sama. Tapi apakah ia memang putri Lily?!

Leah tersenyum gugup. Senyuman yang dilontarkan Thomas membuat perutnya mulas dan menahan napas. Baru kali ini ia melihat pria setampan dan gagah seperti Thomas.

"Jadi...apa kau juga antusias dengan perayaan yang semakin dekat?! Kau pasti sudah siap dengan gaun cantikmu."ujar Thomas

Leah terdiam terpaku. Ia tak tahu harus berkata apa. Leah tahu Thomas adalah utusan istana. Jika ia mengatakan tidak akan datang, ia cemas Thomas akan marah. Leah menatap Jacob yang membalas tatapannya dengan mengangkat alis. Lalu mendadak Jacob seakan tahu kebenarannya.

"Ya ia pasti akan datang. Semua penduduk desa sudah diundang."ujar Jacob seraya diam-diam mengedipkan mata pada Leah, mengerti akan kesulitan Leah.

Leah merasa bersyukur dan menarik napas lega. Ia melihat Thomas yang terus mengamati dirinya dan wajahnya merona. "Aku...aku harus pergi..."

"Baiklah, sampai jumpa lagi..."

Leah mengangguk dan melangkah pergi.

"Gadis yang manis dan pemalu."ujar Thomas menatap kepergian Leah

"Manis? Hm..kau tertarik padanya?!"sahut Jacob nyengir

"Aku hanya memujinya..."

"Kau sudah lama tinggal di sini dan bertemu dengan banyak wanita tapi hanya Leah yang kaubilang manis, teman!"

Thomas hanya terdiam sambil tersenyum kecil. Ia akui Leah memang gadis termanis dan cantik yang ia lihat selama di desa Tadre. Thomas sudah melihat dan bertemu dengan banyak gadis. Semuanya memiliki pesona tersendiri tapi tak satupun yang menarik minatnya sampai ia bertemu Leah. Seorang gadis pendiam yang cantik. Ia berpikir andaikan Leah mau berdandan sedikit pasti gadis itu akan menarik banyak minat para pria di desa Tadre. "Sudah..lebih baik kita fokus dengan tugas kita, tugasku lebih tepatnya."

"Tak ada salahnya kau melakukan tugasmu sambil mencari calon pendamping, Thomas."ujar Jacob meringis. "Tapi sepertinya kau akan kesulitan dengan Leah."

"Kenapa?"

"Orang tua Leah sangat keras padanya. Kasihan gadis itu tak memiliki teman karena larangan dari orang tuanya."

Thomas masih memikirkan mengenai manik mata Leah yang mirip dengan putri Lily. Apakah mereka oang yang sama? Ataukah hanya perasaannya saja? Saat menatap mata itu Thomas merasakan sesuatu. Tapi ia masih tak yakin gadis sederhana itu adalah putri. "Keluarga Leah sudah lama tinggal di sini?"

"Kakek Leah pemilik peternakan di desa ini. Sedangkan Tom, ayah Leah, sempat pergi merantau saat remaja. Aku tak tahu ia pergi ke mana. Cukup lama dan baru kembali beberapa minggu setelah ayah Tom meninggal dan mewariskan peternakan padanya. Saat itu ia datang bersama istrinya dan Leah."

"Berapa usia Leah saat itu?"

"Hmm aku kurang tahu, tapi mungkin saat itu ia berusia 4 tahun."

Thomas mendadak berhenti dan menatap Jacob dengan wajah aneh.

"Kenapa kau?"tanya Jacob heran

"Jacob, apa kau bisa membantu menyelidiki kehidupan keluarganya sebelum datang ke desa ini?!"

Jacob membelalakkan matanya. "Hei jangan kau bilang kau curiga Leah adalah......"

"Aku tak tahu tapi semua bisa saja terjadi, Jacob. Tak ada salahnya bukan?!"

Jacob mengangguk. Merasa kecurigaan Thomas masuk akal. Ia harus melihat dan memeriksa segala kemungkinan. Jacob tak percaya jika Leah memang seorang putri. Mendadak ia merasa tahu apa alasan orang tua Leah selalu melarangnya berteman dengan penduduk. Tapi itu hanyalah dugaannya. Ia tak berani memutuskan sebelum tahu kebenarannya.

Sementara itu Leah terus berjalan menuju rumahnya. Ia merasa sedih saat berjalan melintasi desa dan telinganya banyak mendengar perbincangan penduduk mengenai pesta tersebut. Mereka begitu antusias menyambutnya. Ia juga sudah melihat dekorasi yang mulai dipasang. Begitu indah dan warna warni. Leah merasa iri. Ingin sekali ia bisa menghadirinya. Terlintas dalam benaknya untuk mencoba diam-diam. Tapi apakah itu mungkin? Bisakah ia pergi dari rumah? Beranikah ia melakukan hal tersebut? Tidak, batin Leah seraya menggelengkan kepala. Leah tak berani mengambil resiko ketahuan dan menerima hukuman dari sang ayah. Ia sudah sering menerima hukuman saat tidak mematuhi perintah ayahnya. Dari yang ringan hingga berat dan menakutkan.

Leah mendesah pasrah seraya membuka pintu pagar rumahnya. Semua hanya akan menjadi impian belaka. Leah berjalan menuju pintu rumah ketika melihat sosok pria yang dikenalnya sebagai kepala desa. Ia menatap dengan heran. Ada apa gerangan pria itu mengunjungi rumahnya?

"Ah hai Leah, kau sudah pulang?!"ujar pria itu ketika menyadari kedatangan Leah

"Hai Leo..."sahut Leah

"Apa orang tuamu ada di dalam?"

"Seharusnya ada. Apa anda sudah mengetuk pintu?"

"Ya tapi tak ada yang membuka. Aku sudah mencari ke belakang tapi orang tuamu tak terlihat. Apa mereka pergi?"

Leah mengenyit bingung. Ayah ibu masih ada saat ia pergi tadi. Dan sangat jarang terjadi mereka pergi berdua. "Anda yakin? Aku akan mencoba membantu mencari ayah ibuku."

"Baiklah."sahut Leo tersenyum

Leah membuka pintu dan masuk ke dalam rumah. Diikuti oleh Leo di belakangnya. "Ayah....ibu...."panggilnya tapi tak ada jawaban. Rumah pun tampak sunyi. Leah melangkah ke arah dapur dan tak ada siapapun.

"Kelihatannya mereka sedang pergi."

"Tapi...tak mungkin. Biasanya ayah dan ibu akan memberi pesan padaku jika mereka pergi. Dan tak biasanya mereka pergi berdua meninggalkan rumah tanpa pesan apapun."

"Mereka masih ada saat kau pergi?"

"Ya..."

Lalu Leah mencoba mencari ke lantai atas. Masuk ke kamar orang tuanya dan kosong. Ia melangkah ke kamar serta kamar kerja milik ayahnya, tidak ada siapapun. Leah melihat dari jendela, mencoba mencari sosok orang tuanya tapi tak ada. Semua pintu kandang ternak tertutup. Leah merasa bingung dan kembali turun

"Ayah Ibu sepertinya Sedang pergi."

"Oh..sayang sekali. Kalau begitu aku menitipkan undangan ini padamu saja."

Leah melihat surat yang disodorkan Leo dan mengambilnya. Memandang dengan penasaran.

"Itu undangan pesta yang sudah ditunggu penduduk."ujar Leo tersenyum menyadari rasa ingin tahu Leah.

"Oh..."sahut Leah dengan wajah merona.

"Kau akan pergi bukan?!"

"Ah...aku...aku tak tahu...."

"Kau harus pergi."ucap Leo nyaris memerintahnya. Ia harus memastikan semua gadis di desanya pergi karena kepentingan Thomas.

Leah menatapnya dengan takut lalu kembali menunduk memandangi surat di tangannya. Leo menyadari perkataannya mungkin membuat Leah takut.

"Ini pesta yang meriah. Kau pasti akan senang di sana. Karena itu kalian harus datang. Aku tahu ayahmu sangat pendiam tapi tak ada salahnya kalian bergaul bukan?!"

Leah hanya terdiam. Ia sudah dilarang untuk hadir dalam perayaan tersebut. Leah hanya mengangguk.

"Aku pamit dulu. Masih ada beberapa surat yang harus kukirim. Sampai jumpa di pesta nanti ya, Leah. Jangan lupa ajak ayah ibumu."

"Ya..."sahut Leah mengantar Leo keluar pintu lalu ia kembali menutupnya. Melangkah ke ruang duduk dan duduk di sana sambil masih memegang surat itu. Percuma saja ia membukanya karena tidak akan datang.

Ia bertanya dalam hati ke mana gerangan orang tuamu. Sangat jarang terjadi mereka pergi tanpa memberi pesan padanya. Leah menaruh surat di meja dan beranjak bangun menuju dapur. Memutuskan untuk memasak makan malam. Orang tua Leah datang tepat pada saat Leah sudah selesai masak dan menyiapkan peralatan makan di meja makan.

"Ayah...ibu...kalian dari mana?"tanya Leah saat mereka masuk dan langsung menyesal ketika melihat ayahnya yang tampak kesal.

"Bukan urusanmu kami pergi ke mana."sahut ayahnya ketus

"Oh maaf, Ayah. Tapi tadi Leo datang kemari mencari kalian."

Tom menatap Leah dengan mata lebar dan tampak kalut. "Apa?!"

"Ya. Dia mengantarkan undangan kemari."

"Undangan apa?"tanya Ibu penasaran

"Undangan pesta perayaan ulang tahun Raja...."gumam Leah lirih

Tom mengebrak meja menyebabkan peralatan makan terlontar jatuh dan Leah kaget setengah mati hingga tak berani bernapas. "Bukankah aku sudah mengatakan padamu untuk tak pergi?!!"

Leah menunduk dengan tangan bergetar. "Ak....aku....."

"Tom, tenanglah. Leo hanya mengantarkan undangan..."ujar Gyda

Tom menarik napas lalu mendelik menatap Leah. "Dan kau....aku melarangmu pergi ke pesta itu! Mengerti?!"

"Y..ya...ayah...."

"Sudahlah, semua akan baik saja, ayo kita makan. Aku sudah lapar sekali."ujar Gyda

Leah membantu mengambil peralatan makan yang jatuh lalu ikut duduk. Membagikan piring dan makanan dengan gemetar. Lalu mereka makan dalam diam. Leah merasa penasaran ke mana gerangan orang tuanya pergi tadi. Dan kenapa ibu mengatakan semua akan baik saja. Ada apakah? Apakah ada masalah dengan peternakan mereka?! Ingin sekali ia bertanya tapi Leah yakin ayah pasti akan marah.

———

"Oh akhirnya hari ini tiba juga!"

"Ya aku sudah tak sabar ingin segera memulai pesta nanti."

"Kalian harus melihat gaun baruku. Gaun paling indah yang pernah kumiliki."

Leah hanya bisa mendesah pasrah mendengar semua pembicaraan penduduk desa. Ia melangkah dengan lesu. Kenapa ayah selalu melarangnya berteman? Hanya untuk berbicara saja di larang. Leah merasa hidupnya sangat tertekan. Ia bergegas pulang dan segera menghabiskan waktu dengan bekerja di peternakan. Melupakan pesta itu.

Menjelang sore para penduduk mulai datang ke tempat pesta. Balon warna warni tergantung dan bergoyang tertiup angin. Tercium wangi harum hidangan pesta yang lezat bercampur aroma lembut bunga. Taman kota mulai ramai. Yang wanita mengenakan gaun cantik dengan hiasan rambut. Para prianya tampak gagah dalam pakaian terbaik mereka. Keramaian semakin riuh ketika hari mulai sore, terdengar hingga ke kediaman Leah

Leah bisa melihat cahaya terang dan suara musik dari tempat tersebut. "Pesta sudah di mulai..."gumamnya sedih. Ia begitu ingin melihat pesta itu hingga akhirnya nekat untuk menyelinap pergi. Seharusnya tak masalah, karena aku hanya akan mengintip sebentar, batinnya

Leah melangkah keluar diam-diam dan menarik napas lega karena orang tuanya tak menyadari. Ia bergegas menuju bagian tengah kota. Suara ramai mulai terdengar lebih jelas. Lalu ia pun berdiri di balik rumah penduduk dan mengintip. Ia menatap dengan mata lebar. Pesta itu begitu ramai dan meriah. Semua orang tampak gembira. Ada yang sedang menari, menyanyi, berbincang dan lainnya. Ia menatap dengan iri pada gaun indah yang dikenakan para tamu wanita. Berharap ia pun bisa mengenakan gaun seindah itu. Tanpa sadar Leah menitikkan air mata. Merasa hidup tak adil padanya.

Leah tak sadar bahwa ada sosok yang diam-diam memperhatikan dirinya. Ia menatap gadis itu berdiri dengan tangan terkepal dan menggigit bibir seraya menangis. Hatinya terenyuh melihat gadis cantik itu. Sosok itu tahu apa yang menjadi kesedihan sang gadis. Ia merasa tak setuju dengan cara didikan orang tuanya. Tak mengerti mengapa gadis itu dilarang untuk berteman dengan penduduk desa. Dan hal itu semakin membuatnya curiga.







Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top