TLP : 4

Esok paginya Thomas mengikuti Jacob ke kantor yang terletak di tengah desa. Kemunculannya di desa membuat para penduduk bertanya-tanya. Tapi mereka tak berani bertanya langsung. Jacob yakin ia akan segera ditanyai saat tidak bersama tamunya.

"Ini laporan yang kupunya."ujar Jacob menyodorkan setumpuk dokumen ke hadapan Thomas dan Oswald

"Wow...banyak sekali..."gumam Oswald.

"Mari kita segera mulai membacanya."ujar Thomas mengambil tumpukan paling atas

"Well...hari ini akan menjadi hari yang panjang..."ujar Oswald menarik napas seraya membuka dokumen

"Aku harus mengunjungi Mr.Pott untuk membicarakan masalah perayaan tersebut."

"Baiklah...maaf merepotkanmu..."

"Tidak masalah."ujar Jacob melangkah menuju pintu dan keluar. Sejenak ia menutup mata menikmati matahari pagi dengan angin sejuknya. Lalu ia menarik napas, membuka mata dan berjalan menuju kediaman Mr.Pott

Jacob memikirkan masalah putri Lily. Ia tahu cerita sang putri dari ibunya. Ia masih ingat Bagaimana antusias sang ibu saat menceritakan kelahiran putri Lily yang lalu berubah menjadi sedih di bagian putri yang menghilang. Jacob tak bisa membayangkan jika putri memang benar tinggal di desanya selama ini. Ia memikirkan kemungkinan siapa orangnya tapi tak menemukan petunjuk. Hampir semua penduduk sudah tinggal di sini sejak kecil seperti dirinya.

"Jacob..."

Jacob memiringkan kepala. "Oh Selamat pagi, Mrs. Ovens.."

"Apa kabarmu?"

"Baik. Bagaimana dengan anda?"

"Sangat baik. Jacob, aku melihatmu berjalan bersama dua orang pria asing. Siapakah mereka?"

Jacob meringis. Sesuai dugaannya, ia pasti akan ditanyai dalam waktu singkat. Penduduk desa Tadre memang tak terlalu banyak tapi mereka merupakan orang yang selalu ingin tahu. Begitu pula halnya dengan gosip. Kabar sekecil apapun pasti akan menyebar dengan cepat dalam satu Hari. Jacob yakin seluruh desa sudah tahu mengenai kedatangan Thomas dan semua pasti sedang berspekulasi siapa pria itu dan untuk apa ia kemari.

"Maaf, Mrs.Ovens. Saya belum bisa memberitahu sekarang. Tapi dalam waktu singkat anda akan mengetahui maksud kedatangan mereka."

"Oh ayolah. Tak bisakah kau memberitahuku sekarang?"

'Dan membiarkan seluruh desa Tahu sebentar lagi? Tentu saja tidak!'ujar Jacob dalam hati. Ia hanya tersenyum dan menolak sekali lagi. Membuat wajah Mrs.Ovens cemberut. Jacob pun pamit pergi menuju tempat tujuannya

——

"Leah..."

"Y..ya...ayah..."sahut Leah kaget mendengar Tom memanggilnya hingga menjatuhkan sendok. Ia bergegas mengambil di lantai dekat kursinya lalu kembali duduk.

"Setelah sarapan, antarkan telur ke rumah keluarga Delilah. Kau mengerti?!"

"Ya..."

"Dan jangan terlambat pulang atau berbicara dengan siapapun."

"Ya, Ayah."

"Sebaiknya kau bersiap pergi agar bisa segera pulang dan bekerja."gumam Gyda

"Ya bu.."sahut Leah menatap ibunya.

Selesai sarapan dan mencuci peralatan makan, Leah mendatangi Tom yang sudah menyiapkan keranjang isi telur untuk ia bawa. Leah memakai mantel lalu berjalan keluar. Ia kembali melewati jalan biasa menuju desa. Berjalan sambil menghirup hawa pagi yang segar. Leah lebih menikmati berada di luar rumahnya. Ia senang bisa mendapat tugas mengantarkan pesanan para penduduk. Dulu warga lebih suka mendatangi peternakan Tom, tapi mereka semakin segan karena sikap Tom dan Gyda yang dingin. Akhirnya mereka lebih memilih meminta Leah yang mengantar. Meski Leah pendiam dan jarang berbicara, ia tidak memiliki sikap dingin dan galak seperti orang tuanya.

"Hai Leah..."

Leah menoleh kaget dan melihat Hedwig Flynn berdiri di belakangnya seraya tersenyum. "Hai Mrs. Flynn.."

Hedwig Flynn adalah penjahit terkenal di desa Tadre. Dengan keahlian dan tangan ajaib, ia bisa menjahit sebuah gaun yang indah. Hampir semua gadis desa memesan gaun padanya. Kecuali Leah. Ya Hedwig selalu merasa kasihan pada Leah yang selalu memakai gaun sederhana dan bertambal di beberapa tempat. Seharusnya gadis seusia Leah memakai gaun indah, bukan gaun yang lusuh dan tipis seperti yang saat ini Leah pakai. Leah gadis yang manis, batinnya, ia pasti akan cantik jika mengenakan gaun berwarna cerah. Ia tak habis pikir kenapa Gyda tak pernah memanjakan Leah

"Apa kabar, Leah?"

"Baik, Mrs. Flynn."

"Kapan kau mau mengunjungi tempatku? Aku punya beberapa gaun untukmu, sayang."tawar Hedwig.

"Oh aku..."gumam Leah panik. Hedwig memang sering menawarinya berkunjung ke tempat kerjanya untuk mencoba gaun buatan Hedwig. Ia masih ingat saat kecil dulu Hedwig memberinya sebuah gaun indah berwarna pink. Tapi gaun itu tak tahan lama karena Gyda tak suka dan merusaknya. Tom marah dan menghukumnya dengan berat. Membuat Leah tak ingin menerima pemberian orang lagi. "Aku tak bisa...terima kasih..."

"Sebentar saja. Aku ada gaun yang pasti cocok denganmu."

"Lain kali saja, Mrs.Flynn.."

"Baiklah. Hanya butuh waktu sebentar kok. Aku tunggu kabar darimu ya."ujar Hedwig.

Leah mengangguk dan berlalu pergi dengan cepat. Tak ingin terlambat dan mendapat teguran dari ayah. Ia hendak berbelok ketika bertabrakan dengan seseorang, membuat keranjang isi telur jatuh dari tangannya

"Oh!!"pekik Leah putus asa melihat telur yang pecah berhamburan di jalanan. Ia langsung panik ketakutan. "Oh tidak! Bagaimana ini...."

"Maafkan aku. Aku tidak berhati-hati..."

Leah tak membalas juga melihat orang yang telah ditabraknya. Ia berlutut dan memandangi telur dengan frustasi. Semua telur telah pecah. Tak mungkin ia mengantar telur pecah. Air mata menggenang. "Oh tidak...bagaimana ini..."gumamnya ketakutan

"Aku akan mengganti semua telurmu."

Leah mendongak dan mengenali pemuda di depannya adalah asisten kepala desa.

"Ah kau anak dari pemilik peternakan Tom Winter bukan?!"kata Jacob. Leah hanya diam dan menunduk kembali dengan wajah sedih. Begitu sendunya hingga Jacob merasa tak tega. "Maafkan aku."

"Tak apa..."sahut Leah menahan tangis.

"Aku akan mengganti semua."

"Apa?!"

Jacob tahu ayah Leah memiliki sifat dingin dan galak. "Ayolah ikut aku!"ujarnya seraya menarik tangan Leah hingga berdiri dan melangkah bersamanya

"T..tapi..."gumam Leah kaget. "Kau mau bawa aku ke mana?!"

"Aku sudah bilang akan mengganti telurnya kan..."

Leah mendengarnya dengan kaget. Ia merasa jengah Jacob menggandeng tangannya. Pertama kalinya ia digandeng seorang pria. Tom saja tak pernah melakukannya. Leah merasa wajahnya panas ketika menyadari banyak pasang mata menatap mereka saat melewati jalanan desa.

"Aku Jacob."

Leah menatap Jacob. "Aku...aku Leah..."

"Maaf ya aku sudah membuat telurmu pecah. Boleh kutahu pesanan milik siapakah telur itu?"

"Delilah..."

"Ah syukurlah. Ia wanita yang baik."

Leah hanya diam. Ia masih khawatir dengan ayahnya. Semoga saja ia tak terlambat atau ketahuan bahwa telurnya pecah semua. Leah menunduk malu menyadari beberapa gadis menatap dirinya berjalan bersama Jacob. Ia bisa merasakan tatapan mereka yang menusuk. Ada yang penasaran maupun tak suka.

Jacob terus berjalan hingga tiba di peternakan milik keluarga Fabre. "Hai Lucian!"

Pria yang dipanggil Lucian menoleh dan nyengir melihat Jacob. "Hai Jacob!"sapanya lalu ia melihat Leah yang berdiri di belakang Jacob dan mengenyit penasaran.

"Aku hendak membeli telur. Apa kau ada persediaan ?"

"Telur?!"sahut Lucian bingung. Ia menggaruk kepalanya dengan mimik tak mengerti. "Hm kenapa kau membeli di tempatku sedangkan kau bersama anak Tom Winter?!

Jacob meringis. "Panjang ceritanya. Bisakah aku membelinya sekarang?"

Lucian mendekat dan berbisik di telinga Jacob, "Sejak kapan kau dekat dengan Leah? Kau mendahului aku."

Bisikan Lucian terdengar cukup jelas hingga ke telinga Leah dan membuat wajahnya panas. Jacob hanya tertawa. "Aku bertemu dengannya. Ayolah jangan memperpanjang waktu. Aku hendak membeli telurmu!"

"Baiklah, tunggu sebentar, pria penggerutu!"ujar Lucian seraya masuk ke sebuah bangunan

"Jacob, apa kau benar-benar membeli telur itu? Aku tak ingin merepotkanmu."

"Oh ayolah aku memang salah karena tidak berhati-hati tadi. Anggap ini sebagai permintaan maafku."

"Ini telurmu! Kalian tak mau mampir dulu?"tanya Lucian menatap mereka berdua.

"Ah lain kali saja."sahut Jacob mengambil bungkusan telur dan memberi uang pada Lucian.

"Well datanglah juga ke sini, Leah."ucap Lucian dengan tulus.

Leah hanya mengangguk lalu mereka berdua pergi.

"Ini telurmu..."

"Terima kasih."sahut Leah dengan malu menerima bungkusan tersebut.

"Boleh aku mengantarkan kau?"

"Apa?! Tak usah. Aku bisa sendiri kok."

"Tak apa. Ayolah..."

Leah hanya bisa pasrah dan mengikuti Jacob. Mereka pun kembali jalan bersama. Selama beberapa saat mereka jalan dalam diam. Tak ada pembicaraan hingga Jacob yang memulai.

"Jika suatu saat ada pesta di desa kita, apakah kau mau datang hadir?"tanya Jacob teringat akan rencananya dengan Thomas. Ia juga ingat bahwa umur Leah pun sesuai kriteria Putri Lily.

Leah menoleh padanya lalu kembali menatap jalan di depannya. Ingin sekali rasanya ia pergi tapi Leah yakin ayah pasti tak akan memberi ijin. Ia juga tak memiliki gaun cantik. "Kurasa aku tak bisa..."gumamnya lirih

"Apa? Maaf aku tak mendengar jawabanmu."ujar Jacob.

"Aku...aku tak bisa..."ujar Leah dengan wajah merah

"Oh...boleh tahu alasannya?"

"Aku..."ujar Leah ragu. Tak mungkin ia mengatakan sang ayah pasti akan melarangnya. Ia tak mau mengambil resiko Jacob mendatangi Tom dan meminta ijin padanya. Tom pasti akan marah dan menghukumnya. Leah merinding membayangkan hal itu. Ia bisa terkena hukuman berhari-hari. "Aku tak punya gaun..."

"Oh..."sahut Jacob merasa tak enak hati meski menurutnya Leah tak membutuhkan gaun indah karena ia sendiri memiliki wajah cantik. "Jika..jika kau memiliki gaun yang bisa kaupakai, apa kau akan datang?"

"Mungkin saja..."

Jacob tersenyum. "Well kuharap aku bisa melihatmu di pesta dengan gaun pesta. Kuyakin kau pasti akan terlihat cantik. Kau memiliki wajah yang manis dan cantik, Leah."

Leah merasa wajahnya panas mendengar pujian Jacob. Pujian pertama kali yang ia dengar. "Terima kasih..."

"Bagaimana kabar orang tuamu?"

"Oh...mereka baik..."

"Leah..."ujar Jacob

"Ya?"tanya Leah melihat Jacob yang tampak ragu

"Ah tidak..."

"Kau mau mengatakan apa? Katakan saja."

Jacob melirik Leah lalu bertanya,"Apa kau bahagia bersama orang tuamu?" Setelah menanyakan hal itu, Jacob langsung merasa tak enak hati. Ia sering melihat wajah Leah yang sendu, tak pernah sekalipun Jacob melihat Leah tersenyum.

Leah menunduk diam.

"Maafkan aku sudah menanyakan hal seperti itu..."

"Tidak apa. Aku bahagia kok bersama ayah ibu..."

"Well tapi kenapa kau tak pernah bergaul dengan kami? Kulihat kau selalu sendirian. Tak pernah berbincang. Dan kuyakin ini pertama kalinya kau berkomunikasi denganku bukan?"

Leah tersenyum dan Jacob senang. Baru kali ini Jacob melihat Leah tersenyum.

"Kau tahu? Kau terlihat cantik saat tersenyum. Cobalah untuk sering melakukannya."

"Terima kasih, Jacob. Kau orang yang baik dan ramah."ujar Leah berdiri menghadap Jacob ketika ia sudah tiba di rumah Delilah. "Kau tak akan mengantarku sampai masuk ke dalam bukan?!"

Jacob menyeringai. "Tentu saja tidak. Tak masalah jika aku hanya antar sampai sini? Aku masih ada urusan..."

"Ah tidak apa. Aku bisa sendiri. Sekali lagi terima kasih atas bantuanmu, Jacob."

"Aku senang bisa berbincang denganmu. Para pemuda di desa pasti akan iri jika tahu aku bersamamu. Kuyakin aku pria pertama yang berjalan bersamamu."ujar Jacob nyengir.

"Kau menggodaku ya..."sahut Leah dengan wajah merona

Jacob tertawa."Sampai ketemu lagi, Leah."

"Bye, Jacob. Terima kasih sekali lagi."

Jacob tersenyum mengangguk lalu berjalan pergi meninggalkan Leah yang masuk pekarangan rumah Delilah. Leah merasa lega Delilah tidak marah akan keterlambatannya dalam mengantar telur. Dari sana ia bergegas pulang. Ia sadar ia akan mendapat teguran dari Tom karena terlambat pulang. Leah bergegas pulang, nyaris berlari.

Tiba di rumah ia melihat ibu sedang mengurus kandang ayam. Leah tak melihat sosok Tom di manapun. Leah menarik napas lega. Setidaknya kali ini ia aman. Leah pun mulai mengerjakan pekerjaan rumah. Ia kembali teringat pertemuannya dengan Jacob. Jacob pria yang baik, batinnya. Leah merasa senang bisa berbicara dengannya. Merasa bersyukur mendapat seorang teman. Ia berharap bisa bertemu dengannya lagi.




Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top