Chapter 2. Pertemuan

Happy Reading

---*---

"Aku punya sebuah trik, trik ini biasanya kalian sebut sulap, mau coba?" tanya Paman itu.

"Hah?" seruku dan Alex

Dan dalan sekejap, kepalaku terasa berputar dan yang paling penting aku ingin muntah. Tapi, setelah aku menutup mataku untuk menahan mual, aku merasa pusingku berangsur-angsur menghilang.

"Sampai kapan kalian akan menutup mata?" tanya Paman tadi.

Aku membuka mata dan mendapati hal yang mengejutkan. Sekarang aku sedang berada di ruang tamu rumahku. Sekejap rasa mual ku menghilang dan digantikan dengan kebingungan.

"Tadi adalah sihir teleportasi," ujar paman tadi.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Empat detik

"HAH??!!"

----

Paman Argon-paman yang tadi kami selamatkan-mengaku bahwa dia berasal dari dunia sihir dan kesini untuk menjemputku.

Dan lagi, dia mengatakan bahwa ia membakar rumahnya menggunakan sihir miliknya-api-.

Tapi yang paling mengejutkan adalah dia datang kesini untuk menjemputku dan membawaku ke dunia sihir. Itu berarti aku punya sihir. Aku tidak mengerti. Selama ini aku hidup normal, bahkan mama, papa, dan kakak tidak memiliki sihir bagaimana bisa aku memilikinya. Itu sungguh tidak masuk akal.

Sekarang aku sedang berada di kamarku dan memikirkan jawaban apa yang pas untuk paman Argon.

Ya atau tidak.

Tok tok tok

"Ria ini aku. Boleh aku masuk?" ah, Alex.

"Em, pintunya tidak kukunci kok," jawabku.

Ceklek

Alex masuk dengan pakaian santai dengan membawa dua cangkir cokelat panas. Minuman favoritku.

"Masih memikirkannya?" tanya Alex melewatiku dan menuju balkon di kamarku.

Aku hanya menjawab pertanyaan Alex dengan sebuah gumaman. Aku mengikutinya dan duduk di salah satu kursi yang kusediakan di balkon. Saat aku duduk, Alex langsung menyerahkan cokelat panas itu padaku dan kuterima dengan senang.

Aku meminum cokelat panas ini dengan pelan agar lidahku tidak terbakar, sambil menatap ke depan yang hanya ada halaman belakang rumahku. Lalu aku menengadah dan melihat bulan sedang bersembunyi tetapi bintang tidak. Mereka menampakkan diri walau tidak banyak.

"Kurasa kau harus menerimanya," ujar Alex.

"Kenapa?" tanyaku sambil tetap fokus menyesap cokelat panas dan melihat halaman belakang rumahku.

"Paman itu memang mencurigakan, tetapi kurasa dia bisa dipercaya. Kau harus tahu jati dirimu yang sebenarnya. Lalu saat kau sudah mengetahui jati diri mu yang sebenarnya kembalilah ke sini. Aku akan menanti," ujar Alex menatapku.

Aku balik menatapnya dan melihat wajah sendu yang jarang ia keluarkan. Kami saling bertatap muka dalam waktu yang lama. Aku hanya bisa diam sampai Alex berbicara.

"Ah, sudah jam 1 sebaiknya kau tidur. Besok kau akan melakukan perjalanan yang panjang. Selamat malam," ujarnya sambil mengelus rambutku dan keluar dari kamarku dengan membawa gelas tadi.

--0--

Pagi menjelang dan aku tidak bisa tidur sama sekali. Selama berjam-jam aku memikirkan jawaban yang tepat untuk paman Argon.

Aku keluar kamar dan berjalan menuju ruang makan untuk menjawab paman Argon sekaligus sarapan. Dan kulihat sudah ada Paman Argon serta Alex yang sedang menggunakan apron smbil meletakkan makanan di meja.

"Pagi," ucapku memulai percakapan sambil duduk di kursi meja makan.

"Pagi Ria," Sahut Alex dan Paman Argon berbarengan.

Saat aku ingin berbicara tentang percakapan semalam, Paman Argon berkata,

"Sebaiknya kita sarapan terlebih dahulu. Rasanya kurang sopan jika kita sudah dibuatkan makanan tapi tidak segera dimakan."

Aku hanya diam dan menuruti. Aku kemudian mengambil roti yang telah dibakar dan mengoleskannya dengan selai lalu memakannya. Setelah makan aku meminum susu yang disediakan oleh Alex sebelumnya.

Setelah kami semua selesai makan, aku mengambil piring kotor kami dan meletakkan di tempat cucian lalu mencucinya. Selama aku mencuci piring, Alex dan Paman Argon hanya terdiam. Paman Argon sedang membaca sesuatu di hologram miliknya dan Alex sedang memeriksa agendanya hari ini kurasa.

Selesai mencuci piring, aku mengeringkan tangan dan kembali duduk di kursi meja makan.

"Sebelum Ria menjawab, aku akan bertanya. Alex apa kau mau ikut aku dan Ria ke dunia sihir?" ujar paman Argon

"Eh? Kenapa aku juga diajak?" tanya Alex kebingungan.

"Yah... Baru tadi malam aku mendapat tugas baru, untuk membawa mu juga."

"Tunggu, kenapa paman yakin sekali Ria akan ikut?" tanya Alex lagi. Aku hanya diam dan mengamati mereka berbicara sembari mengupas buah apel.

'Ah, pasti ucapannya semalam untuk keren kerenan,' batinku.

"Kau akan ikut 'kan, Ria?" tanya paman Argon.

Gerakanku yang sedang memasukkan potongan apel yang telah kukupas ke mulutku berhenti setelah mendengar pertanyaan Paman Argon. Sejujurnya hingga saat ini aku masih ragu, aku akan ikut atau tidak.

"Sebelumnya bolehkah aku bertanya?" tanyaku.

"Tentu saja."

"Pertama, kenapa aku harus ke sana?"

"Karena aku mendapatkan tugas untuk membawamu kesana."

"Siapa yang memberi tugas?"

"Ia tak mengijinkanku memberikan identitasnya padamu."

Hah, ini semakin sulit.

"Kedua, setelah tiba disana apa yang akan kulakukan?"

"Semua sisa pertanyaanmu akan terjawab jika kamu memutuskan untuk pergi ke dunia sihir," jawab Paman Argon dengan senyum yang meyakinkan, kurasa.

Ugh, aku benci mengakuinya tapi aku adalah tipe orang yang memiliki rasa penasaran tinggi. Aku menatap Alex meminta bantuan, tetapi percuma. Alex juga sedang memikirkan apa ia akan ikut atau tidak.

"Aku memutuskan ikut!" jawabku dan Alex bersamaan. Aku menoleh pada Alex dan Alex juga menoleh padaku. Kami saling tatap, lalu tertawa bersama.

--0--

Setelah aku dan Alex berkemas. Paman Argon langsung membawa kami ke ruang bawah tanah yang Papaku miliki. Sebelumnya saat Paman Argon mengatakan bahwa kita akan pergi ke ruang bawah tanah ini aku sempat melarang, karena aku sendiri pun tak tahu apa yang ada di dalam. Tapi paman Argon tetap memasukinya sambil mengatakan 'Tidak apa-apa'

Hal pertama yang kulihat disini adalah ruangan yang penuh dengan benda-benda ciptaan papaku. Ah, pantas saja jika Papa sedang libur ia akan kemari. Lalu paman Argon berjalan menuju salah satu ciptaan papaku yang ditutup oleh kain yang sedikit usang.

Saat kain itu ditarik, terlihat sebuah mesin yang penuh dengan tombol serta ada 2 antena di atas mesin itu. Lalu dengan ahli, paman Argon menekan beberapa tombol yang ada di mesin itu. Setelah mesin itu menyala, Paman Argon melanjutkan dengan menekan sebuah tombol yang paling besar. Dan dengan tiba-tiba keluar petir diantara kedua antena diatas mesin. Petir itu semakin besar, hingga terlihat sebuah portal seperti di film yang selalu ku tonton.

"Tutup mata kalian! Mungkin perjalanan ini akan membuat kalian merasa sedikit pusing, tapi tenang ini aman, kok," ujar Paman Argon dengan wajah yang sama sekali tidak meyakinkan.

Pats

Sebuah cahaya menelan kami semua. Setelah itu yang kuingat hanya mataku yang perlahan menutup.

--0--

Aku membuka mata dan melihat langit yang sangat biru. Aku mencoba bangun dari posisi tidurku dan melihat sekeliling. Didepan ku terdapat hamparan bunga luas yang didepannya lagi adalah jurang. Sedangkan di kanan, kiri, dan belakang merupakan hutan.

Srak!

Krek!

Aku yang mendengar suara pun kembali menatap sekeliling. Lalu kulihat pada hutan sebelah kiriku terlihat sebuah sosok berjalan dengan tertatih. Aku dengan was-was memegang belati yang ada di balik jubah yang kukenakan.

Semakin sosok itu berjalan kesini, terlihat bahwa itu seorang pria yang memiliki rambut berwarna pirang dengan tubuh tegap dan mata berwarna hijau. Ia berjalan tertatih, lalu berhenti dan duduk bersandar di sebuah pohon disana.

Entah apa yang aku pikirkan aku langsung berlari menuju pria itu seraya merobek sebagian baju yang kukenakan. Aku melihatnya kesakitan dan berusaha melepas panah yang berada di tangannya.

"Agh!" erangnya.

"Apa anda baik-baik saja?" tanyaku.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanyanya dengan nada sinis dan juga pandangan tajam.

"S-saya tersesat. Ah, ada yg lebih penting dari itu. Berikan tangan anda, saya akan membalutnya agar darahnya tidak keluar berlebihan," ujarku.

Sebelum ia menjawab aku sudah membalut tangannya yang terkena panah tadi dengan kain yang telah ku sobek. Setelah mengikatnya aku melihat kondisi kakinya yang memiliki banyak luka sayatan. Aku pun mengambil sisa kain yang kurobek dan kubalut ke kakinya.

"Graa!"

"Ck! Dasar makhluk tak mau kalah!" ujar orang didepanku ini.

Lalu terdengar langkah kaki beberapa makhluk dan dalam sekejap kami telah dikepung. Mereka bukan manusia, mereka seperti—

"Goblin," jawab orang tadi. Aku yang mendengarnya pun hanya dapat diam dan berpikir.

Disaat pria tadi bertarung aku masih diam mematung dengan ucapannya. Aku masih tetap melamun sampai,

"Awas!"

Dari samping kiri ku terdapat Goblin yang akan menerjangku. Dengan reaksi cepat kukeluarkan belati tadi yang kusimpan. Setelah menangkis serang goblin tadi, aku maju kedepannya dan menebas bagian lehernya.

"Aku boleh membunuh mereka 'kan?" Tanyaku sambil menahan serangan seekor goblin.

"Tentu saja!" ucap pria tadi.

Aku yang mendengar jawaban pria itu langsung saja menebas leher mereka satu per satu.

"Kau lumayan juga!" ujar pria tadi.

"Jangan remehkan aku!" ujarku sambil menebas goblin terakhir.

"Akhirnya selesai!" ujarku sambil merebahkan tubuhku di rerumputan.

Pria tadi pun mengikutiku dan merebahkan dirinya disebelahku. Oh! Aku ingat.

"Bagaimana lukamu?" tanyaku.

"Yah, begitulah," katanya.

Kata-katanya terlalu ambigu dan itu membuatku kesal.

"Oh iya, bagaimana kau bisa berada disini? Padahal tidak banyak orang yang mau memasuki hutan ini loh," katanya lagi. Ceritakan tidak ya? Kuceritakan sajalah. Mungkin dia bisa membantuku.

"Em, sebenarnya aku datang dari bumi. Lalu ada seseorang yang mendatangi ku dan mengatakan bahwa aku seorang penyihir dan orang itu mengatakan bahwa ia mempunyai misi untuk membawaku kesini.

"Lalu aku mengiyakan pertanyaannya untuk membawaku kesini. Akhirnya dia memutuskan kesini untuk menggunakan alat yang ada di laboratorium milik Papaku. Setelah itu aku berasa di telan oleh cahaya dan tiba-tiba aku terbangun disini, sekian."

"Hee, kau ternyata orang bumi. Pantas saja pakaian mu sedikit berbeda."

"Dan pantas saja kau tidak mengenalku,"lanjutnya.

"Eh?"

"Baiklah aku akan memperkenalkan diriku terlebih dahulu. Perkenalkan namaku Leonard Alexander Rownhart, pangeran ke-5 dari kerajaan Avalona."

"He?"

"Hee??"

"HEEE?!"

"Ma-maafkan atas sikap hamba yang kurang sopan, pangeran," ujarku seraya bangun dan berlutut menghapad Pangeran Leo.

"Ahahahaha, tak perlu kau pikirkan. Lagipula, aku tidak suka jika orang yang telah menolongku malah menunduk. Oh, iya, kalau boleh tahu siapa namamu?"

"Ah, maafkan saya yang telat memperkenalkan diri. Nama saya Ria Kloen anda bisa memanggil saya Ria."

"Hm... Ria kah."

"A-anu..."

"Oh, jadi setelah ini kau akan kemana?"

"Em, sebenarnya ak-saya tidak tahu harus pergi kemana. Seperti cerita saya tadi, bahwa saya kesini bersama 2 orang dan salah satunya adalah orang yang ingin membawa saya ke dunia sihir. Dia tidak memberitahu hal yang lain selain membawa saya ke dunia sihir. Jadi sekarang saya tidak tahu harus bagaimana," ujarku yang sedikit meratapi nasib.

"Bagaimana jika kau ikut denganku?" tanya Pangeran Leo.

"Eh? Apakah boleh?"

"Tentu saja. Lagipula kau sudah menyelamatkanku. Jadi ini bukanlah hal yang seberapa," ujarnya sambil tersenyum.

——————————————————

Anu.... Yah.... Maaf :""""""""""
Jangan santet akuu😭😭😭
I luv yu gaes ❤️❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top