Chapter 1. Permulaan
WARNING!!! Typo bertebaran...
–———————————
Aku menatap pantulan diriku di cermin, benar-benar berbeda. Padahal aku hanya mengganti warna rambutku dan memakai kacamata. Aku mengganti warna rambutku menjadi warna coklat. Sebenarnya, rambutku memang berwarna coklat, tetapi sejak aku menjadi artis aku mengganti warna rambutku menjadi merah. Kalau penampilan ku begini tidak akan menarik banyak perhatian.
Aku mengikat rambutku menjadi ponytail, lalu aku menyambar tasku yang berada di kursi meja belajar. Langsung saja aku keluar dari kamarku dan menuju tangga. Aku menuruni tangga dengan setengah berlari.
"Alex, maafkan aku, tadi aku bangun kesiangan jadi tidak bisa membuat sarapan," ucapku sambil menuruni tangga. Aku tak yakin jika dia mendengarnya karena rumah ini saja sangat luas. Sedangkan tangga berada sedikit jauh dari dapur.
"Tidak apa-apa kok. Untung aku bangun pa-"
"Apa-apaan yang kau pakai? Kacamata?" ucapan Alex terpotong saat melihat ku.
"Ada yang salah? Aku hanya ingin menutupi identitas kok," ucapku dengan polos.
"Haah... Sepertinya aku harus ikut pindah sekolah agar ada yang menjagamu."
"Tidak perlu kok aku bisa jaga diri!" ujarku dengan semangat. "Lagipula, kau tetap ingin menjadi artis 'kan. Aku tak ingin menjadi bebanmu. Umurku hampir 16 tahun, jadi tidak perlu kau jaga seperti anak kecil."
"Tapi aku tunanganmu. Aku harus menja--" ucapan Alex terpotong saat aku menempelkan jari telunjukku di bibirnya.
"Aku tahu kau tunanganku. Tapi kita memiliki urusan masing-masing bukan? Kau nggak harus ada disisi ku selalu. Aku tadi sudah bilang bukan umurku hampir 16 tahun," ucapku dengan nada selembut mungkin. Wajah Alex seperti menimang-nimang.
"Baiklah, jaga dirimu baik-baik ya disekolah baru," ucap Alex sambil mengusap kepalaku.
Setelah pembicaraan itu kami mengadakan sarapan pagi. Selesai sarapan, Alex mengantarkanku menuju sekolah baru. Tentu saja dengan Alex yang menggunakan penyamaran.
Ah, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Ria Kloen, aku adalah mantan artis terkenal dan seorang agen rahasia. Orang tuaku bernama Andrew Kloen dan Rosa Kloen. Papaku berprofesi sebagai CEO, lalu Mama berprofersi sebagai Model dan agen khusus. Aku memiliki seorang kakak bernama Gerald Kloen, dia model. Bahkan hebatnya lagi kak Gerald sudah ditawari menjadi model saat umur 12 tahun.
Tetapi mereka semua telah tiada. Hanya tinggal aku seorang di keluarga ini. Tetapi, aku bersyukur, ada Alex yang selalu menemaniku.
Alex Mire, anak dari Dad Glen Mire dan Mom Lisa Mire. Alex juga memiliki saudara kembar yaitu Denish. Alex bekerja dibidang artis dan agen rahasia. Pekerjaan lah yang mempertemukan kami berdua.
Alex menyalakan sepeda motor ninjanya dan langsung keluar dari pekarangan rumah. Aku berpegangan pada pinggangnya karena dia mengendarai motor ninjanya dengan kencang. Untung aku menggunakan rok yang panjang, jika tidak pasti rokku sudah melebat kemana-mana.
Setelah beberapa menit menempuh perjalanan akhirnya aku sudah sampai di sekolah baruku. Ini sekolah yang cukup besar, walaupun tidak sebesar sekolahku dulu sih. Sebenarnya aku tidak tahu ini sekolah apa--akibat terlalu sibuk mengenang masalalu dan yang mengurus pendaftaran sekolah baruku itu Dad. Tapi rasanya, aku tidak asing dengan sekolah ini. Apa aku pernah melihat iklan sekolah ini di televisi ya? Ah, peduliku. Yang penting sekarang kehidupan baruku akan dimulai.
"Ria nanti aku akan menjemputmu. Jadi jangan pulang sebelum aku datang. Aku pergi dulu, bye."
Setelah mengatakan itu Alex langsung pergi dari gerbang sekolah. Aku yang merasa Alex sudah cukup jauh pun berjalan masuk ke sekolah.
Sebelum aku memasuki gedung sekolah, aku bertanya tentang dimana ruang kepala sekolah kepada seorang gadis. Dengan baik hati dia mau mengantarkanku ke ruangan kepala sekolah, jadi aku tidak usah repot-repot untuk menghafal denah yang dia katakan.
Setelah sampai di depan ruang Kepala Sekolah, aku mengucapkan terima kasih kepada gadis itu. Setelah gadis tadi pergi, aku langsung mengetuk pintu ruang kepala sekolah.
Tok tok
"Masuk!"
Setelah mendengar perintah untuk masuk. Aku membuka pintunya secara perlahan. Saat memasuki ruangan yang kulihat pertama kali adalah wajah seseorang yang sangat familiar di mataku.
"Mom!" seruku.
"Hai sayang, apa kabarmu?" ujar Mom seraya memelukku.
"Aku baik-baik saja kok Mom, Alex menjagaku dengan baik."
"Ah, syukurlah. Kukira dia akan membuatmu semakin parah," ujar Mom dengan wajah yang menandakan kelegaan.
"Semakin parah?"
"Ah, abaikan saja. Ayo, Mom antar ke kelas barumu."
Mom berjalan keluar dari ruangan ini, akupun mengikutinya. Kami berjalan di lorong yang sudah tampak sepi. Kurasa para murid dan guru sudah memulai acara belajar mengajar.
Saat melihat Mom berhenti, aku juga menghentikan langkahku.
"Jangan masuk sebelum aku persilahkan ya," ujar Mom yang kujawab anggukan.
Mom membuka pintu ruang kelas lalu masuk kedalamnya tanpa menutup pintu itu. Saat mendengar namaku dipanggil aku langsung saja masuk kelas.
Setelah memperkenalkan diri, akupun mulai belajar di sekolah baruku.
---
Sekarang sudah pukul setengah dua yang berarti para siswa siswi di sekolah ini sudah diperbolehkan pulang. Aku pun berjalan menuju gerbang sekolah untuk menunggu Alex. Sebelum sampai di dekat gerbang tanganku seolah ditahan oleh seseorang yang tidak lain adalah Alex yang sudah menyamar.
"Apa yang kau lakukan disini Alex? Ayo pulang, padahal kau tak perlu repot-repot menyamar segala tau."
"Kita ke ruang kepala sekolah sekarang juga. Papa dan Mama sudah menanti," ujar Alex dengan wajah serius.
Akupun hanya diam saat dia menarik tanganku untuk memasuki gedung sekolah. Banyak orang yang masih berada di sekolah menghentikan aktifitasnya untuk melihatku yang ditarik. Mungkin mereka mengira siapa orang mencurigakan itu atau apa yang dilakukan anak baru itu sehingga dia membawa orang mencurigakan ke sekolah ini.
Saat kami sampai di depan ruang kepala sekolah, dengan santainya Alex membuka pintu itu tanpa mengetuknya.
Brak!
"Alex kau harus mengetuk pintunya terlebih dahulu!" ujarku memperingati.
"Maaf, jadi ada apa Papa memanggil kami kesini? Kurasa ini cukup penting hingga Papa menyuruhku untuk bolos latihan," ujarnya tanpa menoleh kepadaku.
"Aku ingin kalian menyelesaikan kasus. Kasus ini berbeda dari yang lain. Di sebuah perumahan kota ini, ada rumah terbakar tanpa diketahui alasannya. Para polisi berasumsi bahwa mungkin ledakan gas dari dapur, tetapi saat pemadam kebakaran mengecek dapur tidak ada sesuatu yang meledak. Makanya aku ingin kalian menge-"
"Aku tak mau! Itu bukan tugas kami!" ujar Alex memotong ucapan Papa.
"Mau tak mau kau harus melakukannya Alex, iya kan Ria?" tanya Mama berharap.
"Um, aku tak masalah jika harus melakukannya. Lagi pula nanti malam aku luang kok," ujarku.
"Riaaaa kau berkhianat," ujar Alex dengan wajah memelas.
"Eh? Sejak kapan aku berada dipihakmu?" tanyaku.
"Eh?"
"Pfftt.. Ahahahahahahahaha."
Kami satu ruangan pun tertawa.
--0--
Disinilah kami —aku dan Alex—. Didepan rumah yang sudah tak berbentuk lagi dan sekarang sudah jam 9 malam yang artinya rata-rata semua orang sudah tidur. Memang menjengkelkan sih harus bekerja di malam hari, tapi mau bagaimana lagi. Pekerjaan ini sangatlah rahasia jika ada yang mengetahuinya selain keluarga bisa-bisa kami dibunuh oleh pegawai satu kantor.
Kami mulai memasuki rumah yang sudah tak berbentuk ini dengan hati-hati. Kami mulai menelusuri rumah ini dan mencari bukti untuk di tes.
Hhh, kalian tahu? Selain disuruh mencari bukti kami juga disuruh untuk mencari seseorang didalam rumah ini. Katanya sih pemilik rumah ini. Menurut saksi mata pemilik rumah ini masih ada di dalam rumah dan belum keluar rumah sejak dia pindah kesini.
"Ria! Aku menemukan sesuatu!"
Aku langsung berjalan mendekati Alex yang sedang berada di dapur—sepertinya sih— dan mengarahkan pandanganku kepada sesuatu yang ditunjuk Alex.
"Alex... Bukankah itu semacam pintu rahasia?" tanyaku.
"Um, bagaimana kalau kita masuk, lagipula aku sudah mendapatkan bukti untuk di tes bagaimana?"
"Baiklah." Alex mulai membuka perlahan pintu rahasia tersebut.
Dan wala... kita melihat tangga untuk menuju ke ruangan bawah tanah. Ini sama seperti rumahku hanya saja letaknya berbeda, jika letak pintu rahasia ini di dapur, dirumahku pintu rahasia ada di lab Papa.
Kami mulai menuruni setiap anak tangga dengan perlahan. Tiba-tiba obor yang berada di tangga bawah tanah itu menyala.
"Hii... Apakah disini ada makhluk gaibnya???" Ujarku sambil menekan kata-kata 'gaibnya'.
"Jangan coba-coba menakutiku Ria dan soal makhluk gaib, mereka tidak ada."
Kami melanjutkan perjalanan dengan diam. Aku dari tadi memperhatikan dinding-dinding lorong ini.
Setelah kami berjalan lumayan jauh, kami melihat sebuah pintu yang terbuat dari kayu.
"Alex, pintu apa itu?"
"Bagaimana kalau kita masuk ke pintu itu?"
"Boleh lah sekalian uji nyali. Nanti kalau gak kuat tinggal lambaikan tangan ke kamera." jawabku santai.
"Jangan bercanda. Disaat seperti ini bukan waktunya untuk bercanda."
"Ok, sudah muncul sikap serius dari seorang Alex Mire..." gumamku.
Kami mulai berjalan mendekati pintu itu.
Alex mulai membuka pintu tersebut dengan perlahan. Aku memberanikan diri untuk melihat apa yang ada dibalik pintu tersebut. Aku kaget melihat orang yang ada di balik pintu itu. Tanpa berpikir panjang aku langsung menghampiri orang tersebut dan membantunya untuk duduk.
Alex membuka ransel dan mengambil botol minum sport, lalu diserahkan kepadaku. Langsung saja kubuka tutup botolnya dan kusodorkan botol minum itu ke mulut orang tadi. Dengan rakusnya dia meminum minuman tersebut, sampai tersedak.
"Bagaimana Paman? Sudah mendingan?" tanyaku.
"Terimakasih, sudah cukup kok. Kenapa kalian berada di sini?"
"Kami sedang melakukan sebuah tugas. Maaf bertanya tapi, bagaimana paman bisa berada disini?"
"Aku pemilik rumah ini. Karena aku terlalu panik saat melihat kobaran api jadi, aku memutuskan untuk kesini."
"Aku tidak akan berbasa-basi lagi jadi paman, apa kau tahu penyebab keba—,"
"Kau Ria 'kan?!" tanya Paman itu tiba-tiba. Alex pun sidah menampakkan wajah kesal karena perkataannya terpotong.
"Bagaimana Paman bisa tahu aku?" tanyaku.
"Tentu saja! Dan kau pasti Alex kan?!" tanya Paman itu lagi. Terlihat Alex masih kesal karena pertanyaannya terpotong. Sebenarnya jika dalam mode biasa dia akan menjawab pertanyaan tersebut walaupun kesal, tapi kalian ingat 'kan? Jika Alex sedang dalam mode serius.
"Sebelumnya maafkan kami, tetapi Paman ini siapa?" tanyaku.
"Em, sebelumnya aku juga ingin meminta sesuatu. Bolehkah kita pindah tempat? Tempat ini terlalu pengap jika untuk kita bertiga," ujar paman itu.
"Memang kita mau kemana? Jika kami tiba tiba keluar dengan membawamu pasti orang sekitar akan curiga, walaupun awalnya kami dipanggil kesini untuk mencarimu sih," ujar Alex yang kekesalannya mulai berkurang.
"Aku punya sebuah trik, trik ini biasanya kalian sebut sulap, mau coba?" tanya Paman itu.
————————————
Hai haloo
Adakah yang menunggu cerita ini? Aku akan merasa senang jika kalian vote dan komen secara aktif, itu membuatku semangat untuk update.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya😊😊😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top