22. Senjata Pamungkas
Otak Elisa bekerja cepat.Bagaimana aku memberitahu mereka? Dia menelan ludah. Aku harus memberitahu mereka. Ini semua cuma jebakan!
"Santionesse Harris," sapa salah seorang penjaga. "Bukankah seharusnya Anda berada di istana? Ada perlu apa?"
"Saya membawa pesan dari Eugene."
"Pesan dari Celestin?"
"Ya. Untuk saudara kembarnya. Ini penting sekali."
"Maaf. Edward tidak bisa menerima kunjungan. Anda bisa menitipkan pesan itu kepada kami."
"Tidak, saya sendiri yang harus menyampaikannya," kata Elisa. Telapak tangannya mulai dingin dan berkeringat, tetapi dia mencoba tenang. "Bisakah saya masuk?"
"Anda tidak punya izin untuk menjenguk Edward," kata penjaga itu. "Tunggu sebentar. Akan saya tanyakan ke dalam."
Si penjaga menutup pintu kembali tapi rombongan penawan Elisa yang menyamar dalam setelan perawat dan dokter mendadak menyerang. Si berewok—pimpinan rombongan itu—menendang pintu itu dengan keras hingga menghantam wajah si penjaga. Mereka menarik Elisa dan menerobos masuk ke dalam.
Mores Barsequeral ada di dalam. Dia terperanjat ngeri. "Apa-apaan ini?"
Si kepala penjara tak sempat bertindak lebih jauh. Para penjahat itu langsung menyerbunya— tiga orang sekaligus—dan meringkusnya. Sisanya bergulat dengan para penjaga penjara— mereka sungguh beringas dan tak segan-segan menyakiti. Kepala salah satu penjaga dibenturkan dengan brutal ke lantai hingga berdarah.
Di tengah kekacauan itu, Elisa beradu pandang dengan Mark L'alcquerine yang entah bagaimana caranya bisa bergabung dengan kelompok itu. Mau tak mau, Mark juga ikut-ikutan bergumul dengan para penjaga.
Mark berjanji menyelamatkanku.
Seperti hantu, pria itu muncul di tengah-tengah gubuk tempat Elisa ditahan tadi dan berjanji akan menyelamatkannya. Rupanya Mark tahu kalau si berewok dan gerombolannya akan mengacaukan acara pelantikan Eugene, persis seperti yang Elisa duga. Mark tidak sempat menjelaskan lebih jauh, tapi dia meyakinkan Elisa bahwa dia tak punya maksud jahat.
"Tunggu!" Mores tersengal. Bibirnya robek. "Siapa kalian?"
Elisa hanya bisa memejamkan mata. Kaki tangan si berewok juga meringkus dokter Patterson dan dua orang perawat.
"Kejutan!" kata si berewok. Dia mengedik pada Edward. "Halo, Bos!"
Edward melompat bangkit dari tempat tidur dan tertawa terbahak-bahak. Semula Elisa mengira Edward sedang tertidur, tapi rupanya dia menunggu sambil berpura-pura. Edward sama sekali tidak tampak sakit—Elisa tahu, semua ini sudah direncanakannya. Elisa melirik Mark yang tercengang menatap putra sulungnya itu. Ini pertama kalinya Mark melihat Edward, setelah sepuluh tahun. Namun Mark tidak mengatakan apa-apa, jelas Edward tidak lagi mengenali sosok ayahnya saat ini. Mark mundur dan menahan dirinya.
"Kerja bagus, Carlos," kata Edward. "Semua lancar, kurasa?"
"Ada yang mencoba menyelamatkan gadis itu tapi sudah diringkus," kata si berewok yang bernama Carlos itu. "Dan kami dapat mobilnya. Kami pikir mobil itu akan lebih memudahkan Anda masuk ke istana."
Edward mengangguk-angguk puas. Dia menghampiri Elisa, langkah-langkahnya santai tapi mengancam, dan mencoba menjabat tangan Elisa. Gadis itu merenggut melepaskan diri, tapi Edward menariknya. "Terima kasih, Elisa. Tanpamu, semua rencana ini akan kacau balau."
"Santionesse Harris?" Mores tercengang. "Apa maksud semua ini?"
"Elisa telah memainkan perannya dengan sangat baik," kata Edward, kali ini terdengar puas sekali. "Aku butuh seseorang untuk membebaskanku dari rumah sakit terkutuk ini. Eugene tak mungkin melakukannya, tapi untungnya dia bawa teman yang bisa diandalkan. Terima kasih atas bantuanmu, Elisa"
"Aku tahu kau tidak sakit, Edward!" bentak dokter Patterson keras. "Kau baik-baik saja. Semua catatan medismu...."
"Oh, terima kasih atas pujiannya, dokter," potong Edward tak sabar. "Bagaimana akting sakitku? Sangat meyakinkan, bukan? Eugene juga layak mendapat pujian ini. Dialah yang membawa tart susu itu kemari, atas permintaanku tentu saja. 'Oh, sudah lama sekali aku tak makan sesuatu yang manis dan lezat'," rengeknya, berpura-pura memelas. "'Ayo, dik. Bawakan kakakmu ini sesuatu dari istana. Sudah lama aku tidak mencicipi makanan enak...'"
"Kau tidak akan ke mana-mana," dengus Mores. "Kau akan kembali ke—"
BRAAK!
Carlos baru saja memukul kepala Mores dengan ketel air. Mores bergeletar sedikit, lalu jatuh pingsan. Elisa menatap Mark, mencoba mengatur strategi. Pria itu menggeleng pelan, mengisyaratkan Elisa bahwa sekarang bukan waktu yang tepat. Elisa tahu mereka sudah terlambat. Dia berdoa dalam hati. Semoga terjadi mukjizat.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang, Bos?" tanya si berewok.
"Kalian akan penjara, untuk membebaskan ibuku dan Lambert," kata Edward. "Sementara Elisa masih harus memerankan satu adegan kecil lagi."
"Tidak akan," kata Elisa tegas. "Tak akan kubiarkan kau—ouch!"
Edward menyambar pipi Elisa dan meremasnya. "Peraturan pertama kalau kau ingin jadi putri: jangan banyak mulut," desisnya kejam. "Aku punya kejutan untuk George, Janesse, dan para keparat lainnya di Faranvareza. Kalau kau tak mau menurut, aku terpaksa harus menghabisi mereka semua."
...
"Tidak, tidak. Kita seharusnya berbelok ke kiri!"
"Ke kanan, aku yakin sekali!"
"Tidak. Sebelah situ adalah perbatasan Spanyol!"
"PERCAYA SAJA PADAKU!" raung Jo jengkel. "BELOK KIRI!"
Kitty menutup mulut rapat-rapat. Hans membanting stir mobil ke kiri, Mercedes itu melompat dan langsung berderum maju.
"Apa menurutmu kita harus memberitahu Valion Sylreds?" tanya Kitty. "Kita menerobos bersama selusin pasukan begini ke kotanya, tidakkah lebih baik jika dia tahu akan ada penyerbuan seperti ini?"
"Ada orang-orang brengsek yang bersemayam di kotanya dan dia tak tahu menahu soal itu," tukas Jo, masih sama jengkelnya. "Sekarang mereka bikin huru-hara. Tak ada bedanya jika Valion Sylreds tahu atau tidak. Waktu kita tidak banyak."
"Baiklah."
"Kau tidak apa-apa?"
"Aku baik-baik saja." Carlos. Kencan romantis mereka di Istambul waktu itu. Hidup bebas di jalanan. Masa lalu yang indah.
"Kita harus memikirkan keselamatan Elisa," kata Jo, seolah bisa membaca pikiran Kitty. "Kita dulu adalah salah satu dari mereka, Kitty. Namun kita sudah membuat pilihan. Saat ini kita bukan bagian dari mereka. Kita warga Calondria, dan kita punya tanggung jawab besar pada Quinz Celestin!"
"Aku tahu itu," sahut Kitty. Jo benar, mungkin dia punya hubungan spesial dengan Carlos, tapi itu dulu sekali, sebelum pacarnya itu memutuskan untuk memihak kubu Lady Samantha sementara dia mempertaruhkan leher dengan menyelundupkan George kembali ke Calondria.
Mereka tiba di sebuah hutan pinus lebat di lembah yang berbukit-bukit. Daerah itu begitu sunyi, tapi Kitty langsung mengenalinya.
"Sepertinya tidak ada apa-apa di sini," kata Jo.
"Pondok itu didesain agar tersembunyi," jawab Kitty. "Letaknya di tengah-tengah hutan. Kita harus menemukannya."
Tiba-tiba ponsel Kitty berdering. Itu adalah ponsel khusus yang hanya terhubung dengan satu nomor saja.
"Halo?"
"Kitty, kembalilah ke istana sekarang," kata Alfred si perdana menteri. Kitty langsung menyalakan mode pengeras suara supaya Jo bisa ikut menyimak percakapan itu. "Elisa baru saja tiba di istana. Dia sedikit terluka tapi baik-baik saja."
"Dia sudah kembali?" tanya Jo tak percaya. "Kok bisa?"
"Dia datang dengan Lexus milik kerajaan Monaco. Celestin Casiraghi dan pasukannya berhasil membebaskannya. Rombongan mereka punya pengawal sendiri."
"Tapi sebelumnya Celestin Casiraghi lah yang menelepon ke istana dan meminta pasukan ke Larsgard untuk membantunya membebaskan Elisa," kata Jo heran. "Apa gunanya meminta tolong jika dia bisa melakukannya sendiri?"
"Beliau salah memprediksi situasinya. Rupanya pasukannya mampu membebaskan Elisa," jawab Alfred, kedengaran lega. "Sama seperti Elisa, Celestin Casiraghi juga terluka dalam usaha pembebasan itu dan sayangnya harus segera kembali ke Monaco untuk beristirahat. Beliau tak akan mengikuti acara pelantikan."
Jo melirik Kitty dan gadis itu tahu rekannya tidak bisa menerima fakta ini begitu saja. Terasa antiklimaks.
"Yang penting sekarang Elisa sudah kembali," sambung Alfred cepat. "Kita berutang besar pada Monaco hari ini. Quinz Celestin akan melanjutkan upacara pelantikan itu sesuai jadwal. Kupikir kalian berdua tak mau ketinggalan."
Sambungan telepon itu terputus.
"Jadi..." Jo terbata, kelihatan sekali kehilangan selera. "Kita akan kembali ke istana."
"Ya," angguk Kitty. "Pencarian Mark L'alcquerine adalah urusan Alfred. Tugas kita sudah selesai. Hans, kita kembali sekarang."
Hans menyalakan mesin mobil dan mengarahkan stir sehingga mobil berputar balik. Mereka bergerak pelan menjauhi hutan pinus.
Sekonyong-konyong, terdengar letusan senapan dari dalam hutan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top