18. Jamuan Makan Malam Kerajaan

Yang ada di benak Elisa ketika Janesse menyebut soal jamuan makan malam adalah acara makan dengan menu supermahal dan peralatan makan berkilat dari emas yang harus digunakan sesuai urutan tertentu. Tapi rupanya dia salah.

Dia pertama kali sadar bahwa dia keliru ketika Kitty memberitahunya bahwa jamuan ini akan dilaksanakan di Quinzes Lair, bukan di Dining Hall, tempat di mana mereka biasa makan malam. Kata Kitty, Dining Hall hanya digunakan oleh anggota kerajaan dan sifatnya pribadi. Sementara Quinzes Lair dipakai khusus untuk jamuan resmi. Oleh karena itu ketika Eugene dan Elisa tiba di Calondria, mereka diajak minum teh di Dining Hall, karena George sudah yakin Eugene adalah sepupunya. 

Elisa baru tahu kalau ternyata setiap ruangan di istana tak bisa sembarangan digunakan.

Quinzes Lair letaknya di lantai dasar, berseberangan langsung dengan Tea Hall. Ruangan itu lebih mirip sebuah aula, nyaris seluas Pretory Hall. Ada meja makan super besar di tengah ruangan, kayunya hitam dan mengilap. Di atasnya tertata rapi beragam peralatan makan bersepuh emas yang semuanya sudah dipoles maksimal. Jendela-jendelanya dibiarkan terbuka, memperlihatkan panorama langit malam yang tak kalah menawan. Bunga-bunga lili putih ditempatkan dalam bejana-bejana porselen raksasa, semuanya cantik dengan embun-embun sungguhan di setiap kelopak bunganya. Sebuah kolam buatan telah ditambahkan di salah satu sudut aula, dengan air mancur mini dan patung malaikat kecil dari es.

"Gute noir, Santionesse Harris," Johnston sang butler menyapa Elisa ketika dia sudah sampai tepat di depan pintu Quinzes Lair. Malam ini pria tua itu tampak berseri-seri. "Bagaimana kabar Anda malam ini?"

"Baik sekali, Johnston. Mengapa Anda tidak bergab–" Elisa hampir menyebut bergabung, lalu disadarinya butler tidak pernah ikut dalam makan malam bersama mereka. "Bertugas di dalam?"

"Hari ini saya bertugas menjadi penerima tamu, Ma'am," jawab Johnston sopan, meski tampangnya sedikit terhina. "Apa Anda punya nama tengah?"

"Nama tengah?" ulang Elisa. "Uh, tidak. Untuk apa?"

Johnston tidak menjawab. Tiba-tiba dia berteriak keras. "SANTIONESSE ELISABETH HARRIS DARI PRANCIS!"

"Sebetulnya Elisa saja."

"Maaf. Silakan masuk, Ma'am."

Elisa menarik gaunnya sedikit (agak kepanjangan di bagian ekor) dan memasuki Quinzes Lair perlahan-lahan, berusaha tampil seanggun mungkin. Ada sekitar dua puluh orang di situ, dan semuanya berpakaian lengkap: para pria mengenakan setelan jas hitam dan dasi kupu-kupu putih, sementara para wanita bergaun panjang dan memakai tiara. Mereka menatap Elisa dengan ingin tahu. Elisa tersenyum, tapi bibirnya bergetar karena gugup. Aku sama sekali tidak kenal orang-orang ini! Elisa sedikit lega melihat Valion Francis Alpine yang pernah sekali ditemuinya saat dia dan Eugene mengunjungi Galabrielle. 

Sambil menyusuri si meja makan super besar, Elisa mulai kebingungan di mana dia harus duduk sampai dilihatnya kartu-kartu kecil dengan huruf-huruf melingkar yang ditulis dengan tinta emas terletak di atas setiap piring.

Elisa menangkap senyum Andrea Casiraghi, agak jauh di ujung meja. Syukurlah! Dengan perasaan lega, dia menghampiri si pangeran Monaco, tetapi Andrea buru-buru menggeleng.

"Tidak Elisa, tempatmu bukan di sini," bisiknya pelan. "Kau seharusnya duduk di dekat Valion Armand Darcy dari Melsborough."

Ya ampun. Siapa itu?  "Di mana tempatnya?"

"Di seberang," Andrea mengedik. "Dekat Valionesse Christina Callrond dari Castellord."

"Yang mana Christina Callrond?"

"Itu, yang bergaun biru–"

"Andrea, aku tak kenal mereka semua!"

"Ouch!"

Gaun Elisa tersangkut kaki kursi dan dia nyaris jatuh terjerembab seandainya Andrea tidak menahannya. Para Valione itu meliriknya, beberapa pura-pura tidak melihat, tetapi ada juga yang menutupi senyum geli mereka dengan tangan.

Sambil mengumpat dalam hati karena malu dan gugup, Elisa berbalik dan berjalan hati-hati menuju kursi kosong di sebelah Valionesse Christina Callrond. Valionesse Callrond adalah seorang wanita senior bertampang karismatik yang bisa disangka Ratu Calondria oleh orang yang tidak tahu. 

Valionesse Callrond tersenyum samar pada Elisa, membuat wajahnya tambah panas. "Jamuan makan malam pertama Anda, Santionesse Harris?"

"Ya," jawab Elisa jujur. Wajahnya kini seperti terbakar sehingga rasanya dia mau menyambar teko air dan mengguyur diri.

"Tak perlu canggung," kata Christina, nyaris keibuan. "Anda harus menendang sedikit gaunnya saat berjalan agar tidak terserempet. Dan selalu tersenyum."

"Oh, terima kasih," kata Elisa penuh syukur. "Anda baik sekali."

"Bukan masalah," balas Christina anggun. Tiara di kepalanya berkilauan. Wanita tua itu mengedik kecil pada pria muda tampan di sebelah Elisa. "Kalau kau kebingungan, tanya saja Armand. Dia akan membantu."

Elisa melirik pria tampan di sebelah kanannya. Rupanya pria itu juga sedang asyik mengamatinya.

"Armand Darcy," katanya sambil meminta tangan Elisa. "Valion Melsborough."

"Elisa Harris," Elisa menjulurkan tangannya yang gemetar dan membiarkan Darcy mengecupnya. "Senang bertemu dengan Anda, Valion Darcy."

"Kalau Anda perlu sesuatu, tak perlu sungkan." Darcy mengedip dan membalas senyum Elisa, sepertinya sudah memahami tugas barunya malam itu. "At your service!"

"CELESTINE EUGENE L'ALCQUERINE!"

Teriakan lantang Johnston di ambang pintu menyita perhatian semua orang. Elisa melihat Christina Callrond terkesiap kaget di sebelahnya, sementara Darcy kelihatan seperti melihat hantu. Di seberang meja, Andrea bertepuk tangan pelan, tetapi tak ada yang mengikutinya.

Elisa baru dua kali melihat Eugene mengenakan setelan formal: saat pesta pernikahan Madam Selena, dan saat upacara pemakaman ibu Yvonne. Waktu itu Eugene memakai jas murah yang dibelinya di toko swalayan dan ukurannya sedikit kebesaran. Setelan Eugene kali ini pas sekali, Lucra del Santos sepertinya tak salah mengukur jas itu. Hasilnya luar biasa, Eugene tampak berbeda – Elisa hampir tak mengenalinya. Eugene juga memakai sebuah selempang biru bersulam emas lambang Calondria. Rambutnya yang pirang telah disisir, alisnya yang tebal juga sudah dirapikan, membuat mata biru elektriknya kelihatan semakin cemerlang.

"Anda bertemu dengannya di panti asuhan?" bisik Darcy ingin tahu.

"Ya. Kami bersama-sama sejak kecil."

"Dan dia tidak tahu sama sekali soal apa yang sudah dilakukan keluarganya di Calondria?"

"Tidak," jawab Elisa mantap. Dia sudah menduga orang-orang tak akan semudah itu mempercayai Eugene. "Dia terpisah dari mereka bertahun-tahun lalu."

Darcy mendengus. Elisa melirik Christina. Wanita itu memicing pada Eugene, seolah mencoba menguak identitas tersembunyi dalam dirinya.

Eugene rupanya menyadari sambutan yang dingin ini. Dia berhenti tersenyum dan mulai berjalan menunduk.

Oh. Tidak. Mereka tak boleh bikin Eugene minder! "Eugene!" Elisa mulai bertepuk tangan. "Pangeran Calondria!"

"Santionesse," bisik Darcy heran. "Apa yang Anda lakukan?"

"Celestine Eugene sudah menunggu sepuluh tahun untuk bertemu dengan keluarganya," kata Elisa sambil bertepuk tangan semakin keras. Dia tahu dia kelihatan seperti orang sinting tapi dia tak peduli. "Dan keinginannya terwujud."

"Tapi saudara kembarnya membuat onar di negara ini!"

"Tepat sekali. Saudara kembarnya, mereka dua orang yang berbeda. Celestine Eugene sama sekali tidak tahu soal itu." Elisa menambahkan cepat-cepat. "Dan Anda harus memanggilnya Celestin!"

Darcy mengernyit pertanda kurang setuju.

Selang beberapa detik, Elisa mendengar suitan-suitan dari ujung meja dan tepukan tangan kedua. Rupanya itu Andrea yang bersuit-suit dan ikut bertepuk tangan dengan semangat.

Christina  bertatapan dengan pria di sebelah kirinya dan ikut bertepuk tangan pelan. Yang lain mulai mengikuti – tidak seantusias Elisa dan Andrea, tapi sekedarnya saja. Beberapa jelas tidak terkesan tapi masih bisa menahan diri. Disemangati seperti ini, Eugene kelihatan lebih rileks. Dia menghampiri kursinya di seberang Andrea dengan agak terburu-buru, dan mengangguk singkat pada para Valione.

"QUINZES CELESTINES!" teriak Johnston lantang.

George masuk ke dalam ruangan itu. Janesse berjalan sedikit di belakangnya, lalu disusul Ratu Raquelle. Janesse dan George selalu berjalan dalam posisi seperti ini: George berada di paling depan karena dia raja.

"Selanjutnya Celestin Eugene akan berjalan di belakang Quinze Celestine," bisik Christina memberitahu. "Prime Celestine akan berada di urutan terakhir."

"Formasinya sesuai dengan urutan calon penerus tahta Calondria," sambung Darcy, matanya bergulir mengikuti George dan Janesse yang bergerak ke tempat mereka di kepala meja. "Sekarang sahabat Anda berada di urutan kedua, Santionesse."

 Sudah ada yang memberitahu Elisa soal itu. "Saya tahu."

"Bukankah itu prospek yang menjanjikan?" bisik Darcy, nyaris terdengar politis. Elisa membalasnya dengan tertawa hambar, dia tidak tahu apa sebenarnya maksud pria itu. Prospek yang menjanjikan? Memangnya aku dan Eugene akan menikah?

George belum duduk. Dia masih berdiri dan memandang para tamunya, kelihatan puas dan cemas. Janesse yang berdiri tegak di seberang Eugene tersenyum pada si pangeran baru. Eugene membalas dengan anggukan ragu-ragu.

"Selamat malam, para Valione yang terhormat," sapa George. Ruangan itu langsung berubah hening. "Terima kasih sudah menjawab undangan jamuan makan malam ini. Seperti yang sudah saya beritahukan, malam ini saya ingin mengenalkan kepada Anda semua, sepupu saya yang..." George berhenti sejenak lalu mengerling pada Eugene. "Yang baru pertama kali berkunjung ke Calondria. Eugene L'alcquerine adalah, seperti yang bisa Anda semua tebak, saudara kembar Edward L'alcquerine."

Eugene menatap sopan para Valione seolah meminta izin mereka. Dua orang Valion di seberang Elisa membuang muka dengan tampang getir sementara yang lain membalas Eugene dengan senyum formal yang agak dipaksakan.

"Saya paham bahwa ini adalah penemuan yang mengejutkan," sambung George, kini terdengar lebih mendesak. "Meski begitu, ini tidak membatalkan hak Eugene sebagai pangeran Calondria. Saya berharap Commes memahami hal ini dan menyetujui hak-hak Eugene sebagaimana yang tertera dalam hukum tentang hak dan kewajiban seorang Celestin."

Seorang pria berambut keperakan dan bertampang angkuh berdeham dari ujung meja yang satunya. Elisa menyipit membaca papan nama di atas piring pria itu. Namanya Santiago Sylreds. "Wakil dari Halmar meminta Celestin Eugene menyediakan bukti biologis yang menyatakan dirinya betul berhubungan darah dengan Quinz Celestin."

"Pembuktian DNA pasti akan dilakukan untuk urusan-urusan legal, Valion Sylreds," jawab George. "Meski saya pribadi merasa itu tidak perlu."

Beberapa Valione tertawa kecil.

"Wakil dari Castellord," kata sebuah suara dari sebelah Elisa. Semua tatapan tertuju pada Christina. "Meminta Celestin menjelaskan asal-usulnya dan bagaimana beliau bisa menemukan Calondria."

Eugene membuka mulut bersiap menjawab tetapi George memotongnya. "Harus saya katakan bahwa itu bukan kisah yang menyenangkan, Valionesse Callrond, dan saya khawatir bisa mengurangi selera makan kita semua. Oleh karena itu, saya berharap kita bisa bersabar sedikit dan menunggu setelah jamuan ini selesai. Bagaimana menurut Anda, Santionesse Harris?"

Elisa tidak menyadari bahwa George menanyainya. Dia sibuk mengagumi betapa berkilaunya peralatan makan di atas meja, sampai dia merasa semua orang sedang memandanginya. "Aku?" Dia tersentak. "Ya, tentu saja."

George mengedik pada seorang pelayan yang siap di sebelahnya dan duduk. Elisa dan para Valione lain mengikutinya. Para pelayan yang dari tadi berdiri di belakang mereka bergerak maju serentak. Pelayan Elisa menghamparkan sehelai serbet makan di pangkuannya – Elisa nyaris menepuk tangan si pelayan karena mengira dia akan menarik piringnya. Pelayan itu lalu mengambil papan nama kertas di atas piringnya dan membalik peralatan makan ke posisi siap dipakai. Dari luar ke dalam, kata Elisa dalam hati sambil mengamati berbagai jenis sendok, pisau dan garpu yang mirip versi mini alat-alat penyiksaan zaman kuno.

"Alors mangeré!" kata George. "Selamat makan!"

Para pelayan mengisi gelas air. Lalu makanan pembuka dihidangkan: sejenis sup berwarna pucat semi-transparan yang meskipun beraroma harum, Elisa tak yakin dia berselera menghabiskannya. Tak boleh menyesap, tak boleh menghirup, tak boleh menyeruput... halaman lima buku panduan cara makan jamuan kerajaan... Elisa mengambil sendok perak besar di baris terluar peralatannya. Tak boleh berdenting, tak boleh mengangkat siku, tak boleh membungkuk ke arah piring. Dia melirik ke kanan dan kiri, para Valione menikmati hidangan mereka dengan lancar, sama sekali tak kesulitan dengan segala peraturan makan itu. Dari kejauhan, Eugene menyedok supnya dengan kaku, menyicipinya sedikit dan bergidik.

Suara derap langkah yang terburu-buru melayang masuk dari luar ruangan. Awalnya tak ada yang menyadari suara itu, tapi ketika derapan itu menguat, orang-orang menoleh ke arah pintu dan melongok ingin tahu.

George berhenti menikmati supnya.

"QUINZ CELESTIN! QUINZ CELESTIIIIN!"

Seorang wanita menghambur masuk ke dalam ruangan. Pakaiannya yang serba hitam berkibar dengan liar dan rambut panjangnya yang awut-awutan menutupi wajahnya. Johnston si butler bergerak menghentikan si wanita tapi dia sudah meluncur ke arah George, tangannya menggelepar-gelepar seperti tersetrum listrik.

"QUINZ CELESTIN!"

Ratu Raquelle bangkit dan menghampiri wanita itu. "Crassulacea! Ada apa?"

Crassulacea mulai merintih dan menjerit seperti orang sinting. Dia terhuyung sambil gemetar hebat di samping George.

"DIA DI SINI! DIA DI SINIIII!"

"Tenangkan dirimu, Crassulacea. Siapa yang kau maksud?" Ratu Raquelle mengusap rambut Crassulacea agar wajahnya terlihat jelas. "Astaga, George, dia terluka!"

Darah merah kental yang melumuri tangan Prime Celestine seolah menyalakan alarm kebakaran. Wajah Crassulacea bersimbah darah, sebuah luka robek menganga di dahinya. Para Valione langsung gempar. George dan Andrea melompat berdiri, empat orang pengawal bergerak siaga mengelilingi Ratu Raquelle dan Crassulacea dalam sebuah lingkaran kecil, sisanya mulai berkordinasi dengan para kolega mereka lewat kabel yang terpasang di belakang kepala meraka.

"Apa yang terjadi padamu?" pekik Ratu Raquelle sambil menggoyang-goyang tubuh si wanita sinting. "Siapa yang melakukan ini padamu?"

Tangan Crassulacea yang kurus dan berdarah-darah menangkap lengan Ratu Raquelle. "Mark L'alcquerine!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top