14. Permintaan Eugene


Dokter Patterson memperhatikan sosok lemah di hadapannya. Sang dokter meraih lengan kurus pria itu dan meraba denyut nadinya. Wajah pria itu tertutup rambutnya yang berantakan.

Pria itu bergerak sedikit.

"Bagaimana Dokter?" kata Lady Samantha gusar. Dia memeluk kepala putranya. "Apa penyakitnya?"

"Sepertinya Edward hanya mengalami dehidrasi ringan."

"DEHIDRASI!" Lady Samantha memekik berang. "Dia sangat menderita, dokter! Anda harus memberinya obat untuk menenangkannya! Dia menjerit dan mengigau semalaman! Saya tak tega melihatnya terus-menerus menderita seperti itu! Anda harus mengobatinya!"

Sang dokter memicing. "Apa Edward mengalami demam?"

"Kadang-kadang."

"Hanya pada malam hari?"

"Sepanjang waktu."

Hmm. Menarik. "Tapi kondisi Edward saat ini sepertinya cukup prima."

Lady Samantha mulai terisak dengan pedih. Dia mengerjap-ngerjap dan menelan ludah, berusaha menegarkan diri. "Lihat ini! Edward terserang malaria!"

Dokter Patterson menunduk mengamati bintik-bintik merah itu. "Ini sisa reaksi alerginya, Madam, bukan malaria. Akan hilang dengan sendirinya. Lagipula Calondria sudah bebas dari malaria selama seratus tahun."

"Saya ingin agar Edward tetap dirawat di rumah sakit!" Lady Samantha ngotot.

"Bukan saya yang memutuskan apakah Edward bisa tetap di rumah sakit atau tidak, Madam," kata Dokter Patterson hati-hati. "Anda harus meminta izin pada Quinz Celestin."

"Tapi George akan bertindak berdasarkan keputusan Anda!" pekik Lady Samantha histeris. "Edward tak mungkin kembali ke penjara dengan kondisi seperti ini! Bisa-bisa dia mati!"

Dokter Patterson menatap Lady Samantha dan Edward berganti-gantian. Apa betul penyakitnya separah ini? Sejauh pengetahuan medis sang dokter, Edward L'alcquerine kelihatan baik-baik saja. Agak pucat dan lelah, tapi prima. Rasanya itu wajar, apalagi setelah pulih dari alergi laktosa waktu itu.

"Edward hanya perlu lebih hati-hati menyeleksi makanannya. Dia alergi terhadap laktosa dan produk turunannya. Saya pikir Anda sudah tahu soal ini."

"Tinggalkan kami sendiri!" bentak Lady Samantha. Dia mulai mengemasi barang-barang Patterson dengan gemas. "Tak ada gunanya Anda di sini jika Anda tak bisa meringankan penderitaannya, Dokter!"

"Tapi Ma'am—"

"Pergi!"

Lady Samantha mengambil ancang-ancang, sepertinya siap menyerang. Dokter Patterson menyambar peralatannya dan bergegas pergi dari situ. Aku harus memberitahu Mores, pikirnya.


...


Terdengar ketukan pelan di pintu.

George tersentak dari lamunannya. "Masuk!"

Pintu kamarnya terbuka. Fabio, salah satu pelayan pribadinya, membungkuk hormat. "Gute noir, Quinz Celestin. Saya diminta Celestin Eugene untuk mengecek apakah Anda sudah tidur. Beliau ingin bertemu Anda."

George melirik jam meja. Janesse masih membaca di kamar sebelah. Ada apa Eugene menemuiku malam-malam begini? 

"Tak masalah. Izinkan dia masuk."

Fabio mengangguk patuh lalu menghilang keluar. George bisa mendengar Eugene mengucapkan terima kasih pada Fabio sebelum masuk dengan ragu-ragu.

Eugene memakai piyama biru bergaris yang membuatnya tampak semakin jangkung. Sesaat George bergidik melihat betapa miripnya Eugene dengan Edward. Eugene, bukan Edward, katanya pada diri sendiri. Dan mereka kembar identik.

"Selamat malam, George."

Eugene berdiri dua setengah meter darinya—radius percakapan yang lumayan jauh. Rupanya dia menganggap ini adalah jarak yang paling aman untuk berbicara denganku.

"Selamat malam, Eugene. Ada yang bisa kubantu?"

"Aku ingin membahas sesuatu," kata Eugene canggung. "Ini soal ayahku."

"Ah," desah George. Kejadian menghebohkan kemarin subuh. Tapi rasanya aku bukan orang yang tepat untuk mendiskusikan ini, Eugene. Apa aku harus mengirim Eugene pada Ma? "Tentu saja. Silakan duduk!"

Eugene duduk di salah satu kursi bulat di dekat kaki tempat tidur. Dia meremas-remas tangannya, kelihatannya kalut.

"Apa kau sudah tahu bagaimana caranya ayahku kabur dari istana?"

"Dia bukan kabur," kata George. Dia menimbang-nimbang. Apakah aku harus memberitahu Eugene soal ini? "Crassulacea yang membantunya."

"Tapi bukankah semua pintu keluar istana sudah di segel malam itu?" tanya Eugene. "Bagaimana cara Crassulacea membantunya?"

George menatap Eugene dalam-dalam. Eugene. Bukan Edward. "Ada sebuah jalan rahasia yang bisa dipakai untuk keluar masuk istana. Hanya beberapa orang saja yang tahu soal jalan itu. Empat tahun lalu, aku memakai jalan rahasia itu untuk kembali ke istana dan mengeklaim kembali tahta Calondria sewaktu peristiwa kudeta oleh Lady Samantha."

Eugene mengembuskan napas panjang. Dia diam sebentar sebelum bersuara lagi. "Kau minta agar ayahku ditangkap," katanya dengan suara bergetar. "Apa yang akan kau lakukan padanya jika dia tertangkap?"

"Jangan salah paham dulu Eugene. Aku hanya ingin bertemu dengannya," kata George, berusaha memantapkan pemahaman Eugene soal tindakannya. "Sekarang kita semua tahu kalau ibuku menyelundupkan Mark L'alcquerine ke istana ini lewat bantuan sopirnya, Hans. Ibuku bertemu dengannya dalam perjalanan menuju Paris. Bagaimana caranya ayahmu sampai di sana, tak ada yang tahu. Kata Hans, ayahmu menabrakkan diri ke mobil ibuku karena melihat bendera Calondria di lampu depannya."

Eugene menatap George dengan mata birunya yang jernih. "Apa menurutmu ayahku sengaja melakukannya? Supaya dia bisa kemari, ke Calondria?"

"Menurut ibuku, itulah tujuannya," kata George. Dia bisa merasakan betapa tegangnya Eugene. "Rupanya Mark sudah mendengar apa yang dilakukan Lady Samantha dan Edward empat tahun lalu. Meski begitu, kita tak tahu pasti sampai bertanya langsung pada Mark. Bukannya aku meragukan ibuku, tapi jika Mark betul-betul ingin bertemu keluarganya, mengapa dia harus kabur?"

"Kurasa ayah takut tertangkap lagi," kata Eugene hati-hati. "Dia dipenjara karena ulahku. Pasti dia khawatir kau akan menyerahkannya ke kepolisian Prancis."

George terbelalak. "Apa maksudmu? Apa yang kau bicarakan?"

"Sepuluh tahun yang lalu, aku mencuri sebuah tas berisi uang. Tiga setengah juta Euro."

George merasa perutnya berputar.

"Aku dan Edward sering terpaksa mencuri," lanjut Eugene. "Namun hari itu aku tertangkap. Ayahku mengaku pada polisi bahwa dialah yang mencuri tas itu demi menyelamatkanku. Sebagai gantinya, dia yang dipenjara. Aku tak pernah melihatnya lagi sejak saat itu. Ibuku memutuskan untuk kabur dari Paris karena tak mau lagi berurusan dengan ayahku, dan suatu hari di stasiun kereta, aku terpisah dengan mereka."

"Jadi..." cerita ini terlalu luar biasa bagi George, dia berharap dia bisa memahaminya dengan benar. Elisa tidak menceritakan yang sebenarnya. "Ini kisah sebenarnya?"

"Ya," Eugene mengangguk. "Aku pingsan di depan pintu panti asuhan dan bertemu Elisa di sana. Dia tahu kisah yang sebenarnya, tapi aku memintanya merahasiakannya karena aku malu punya ayah yang seorang narapidana. Tapi sekarang rasanya seluruh anggota keluargaku adalah narapidana."

"Aku minta maaf," kata George hati-hati. "Aku betul-betul tak tahu soal itu. Kurasa apa yang dilakukan ayahmu sungguh ksatria."

"Aku tak ingin ayah ditangkap lagi," kata Eugene memelas. "Sekarang seluruh anggota keluargaku sudah berkumpul di sini, di Calondria. Ibuku dan Edward tak bisa dibebaskan, aku bisa menerimanya. Tapi ayahku sudah menanggung hukuman yang tak seharusnya diterimanya. Seandainya ayahku berhasil ditangkap, kumohon biarkan dia pergi."

"Aku menjamin ayahmu akan baik-baik saja selama dia tidak melanggar hukum di Calondria," kata George, berusaha tidak terdengar emosional. "Aku yakin dia sudah dibebaskan dari masa tahanannya di Prancis dan tidak kabur. Selain itu, sebagai warga Prancis, Mark tak perlu memusingkan urusan imigrasi jika ingin ke Calondria."

"Bukannya aku bermaksud tidak sopan, George," kata Eugene sambil tertunduk. "Tapi mereka keluargaku. Ibu dan saudara laki-lakiku sudah dipenjara. Kau dan Janesse juga keluargaku, hanya saja..." 

Dia kehilangan kata-kata dan lurus-lurus menatap George.

"Lady Samantha dan Edward dipenjara karena mereka melanggar hukum," kata George. Dia memaksakan diri balas menatap Eugene. Saat ini Eugene sedang menempatkannya pada posisi sulit dan dia tak akan sanggup memihak jika Eugene mendesaknya. "Dan meski berstatus raja, aku berada di bawah hukum..."

Ada keheningan yang janggal. Kedua sepupu itu hanya saling tatap satu sama lain, kebingungan pada situasi pelik yang menjebak mereka.

George menekan bel dan memesan teh, agar situasinya jadi lebih nyaman. Dia pribadi tidak suka topik ini, tapi dia menghargai Eugene karena berani langsung mendiskusikannya.

"Aku tak bisa berjanji apa-apa padamu, Eugene," kata George, dan hatinya terasa dihujam sebilah pisau. "Aku sudah meminta Alfred berkonsolidasi dengan pemerintah Prancis soal ayahmu. Aku akan berusaha menemukan ayahmu secepat mungkin."

"Apa kau bisa mengizinkan ayahku tinggal disini bersama kita, di Calondria?"

Seorang pelayan datang dan membawakan teh. George memaksa Eugene untuk meminum tehnya. Dia tak bisa mengambil keputusan sekarang ini dan memberi harapan pada Eugene, apalagi jika kenyataannya nanti tak sesuai prediksi mereka.

Aku perlu waktu untuk berpikir.

"Jika Mark L'alcquerine memang ingin ke Calondria demi menemui keluarganya," kata George hati-hati. Teh yang hangat seolah membantu meluruskan jalan pikirannya. "Aku akan mengatur supaya dia diperbolehkan tinggal di sini. Akan kutempatkan keluargamu di sebuah daerah yang diawasi salah satu Valione, sehingga kalian akan aman."

Mata Eugene berkaca-kaca. Dia mengambil cangkir tehnya dengan tangan gemetar, lalu mengangkatnya dengan gaya bersulang.

"Ano la'treiz."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top