Bab 30 Bagian yang Hilang

Tangan pemuda itu membelai kepala gadis yang masih tidur tenang. Memandang dengan penuh rasa sayang. Kalau saja waktu itu terlambat datang, dia pasti sudah kehilangan gadis yang dicintainya itu. Namun, dia masih ragu untuk menampakkan diri.

Helaan napas lolos dari bibirnya. Dia meraih buku dan pena di meja, lalu membukanya. Sejenak memandang wajah polos Gretha, kemudian mulai menulis. Tidak lupa membubuhkan tanda tangannya di bagian bawah surat.

Dia meletakkan surat itu di meja, lalu menoleh pada Gretha. Helaan napas kembali lolos dari bibirnya. Senyum sedih terukir dengan kesenduan yang terpancar jelas dari kedua mata biru lautan dalam itu.

"You haven't remembered me, have you, Jenny? Don't worry, Baby! I'll always be here waiting for you, no matter how long it takes. (Kamu belum ingat padaku, 'kan, Jenny? Jangan khawatir, Sayang! Aku akan selalu ada di sini menunggumu, tidak peduli berapa lama.)"

Dia bangkit, lalu membungkuk di atas tubuh Gretha. Mengelus kepala dan pipinya lembut. Bergerak mengecup bibir Gretha lembut, lalu ke dahinya.

"Hurry up and get up, Baby (Cepatlah bangun, Sayang)!"

Setelah berkata seperti itu, dia beranjak ke tas kerja di atas sofa. Dia mengambil sebuah amplop cokelat berisi uang, sebuah paspor, dan visa. Meletakkan semua itu bersama suratnya di dalam pouch Gretha, lalu beranjak keluar.

Dia akan pergi hari itu dan kembali mengawasi Gretha dari jauh. Tidak bisa mengambil risiko kalau dia berada di ruangan itu dan Gretha bangun. Belum saatnya dia menunjukkan diri. Paling tidak, dia akan menunggu sampai ingatan Gretha kembali dengan sempurna.

Klap!

Pintu ruang rawat itu tertutup tepat saat kedua kelopak mata Gretha bergerak terbuka. Menampilkan sepasang kelereng berwarna merah kecokelatan. Menatap langit-langit sejenak, kemudian menoleh ke arah pintu.

Tepat saat itu seorang dokter perempuan masuk. Keterkejutan terpampang jelas di wajahnya, tapi kemudian berganti menjadi senyum. Dokter itu buru-buru mendekat dan memeriksa kondisinya.

"Thank, God! You're finally awake! (Terima kasih, Tuhan! Kamu akhirnya bangun juga!)" Dokter itu sedikit merapikan rambut Gretha.

"Where am I (Di mana aku)?" tanya Gretha pelan.

"Hospital. You've been unconscious for almost four days. What's the last thing you remember? Ah, my name's Camilla. (Rumah sakit. Kamu tidak sadarkan diri selama hampir tiga hari. Apa hal terakhir yang kamu ingat? Namaku, Camilla.)"

"Drowning in the pool (Tenggelam di kolam)."

"A handsome young man brought you here. He was on guard all night during the operation and cried when he found out you were safe. (Seorang pemuda tampan membawamu ke sini. dia berjaga sepanjang malam selama operasi dan menangis saat tahu kamu selamat.)"

"Where is he now? (Di mana dia sekarang?)" Gretha kembali mengedarkan pandangan ke seluruh ruang rawatnya.

"I don't know. He just asked me to take care of you, then left. I also don't know if he will come back or not. (Aku tidak tahu. Dia hanya memintaku menjagamu, kemudian pergi. Aku juga tidak tahu apakah dia akan kembali atau tidak.)"

Gretha terdiam mendengar ucapan Camilla. Dia membiarkan dokter berparas cantik itu memeriksanya. Mengucapkan terima kasih setelah selesai mendengarkan penjelasannya. Dia memandang kepergian Camilla, lalu menoleh ke arah luar jendela.

* * *

"Where's Jason (Di mana Jason)?" Veronica memandang Edwin penuh tanya.

"I don't know, Ronnie. Before he left, he just said that he had a plan. (Aku tidak tahu, Ronnie. Sebelum pergi, dia hanya mengatakan kalau punya rencana)." Edwin menjawab sambil mengupas sebuah apel.

"That's weird (Aneh)," gumam Veronica.

"Hm?" Edwin menatap Veronica dengan alis terangkat, lalu menyodorkan piring kecil berisi apel. "What's the weird thing? Isn't he always like that? Come, then disappear. (Apa yang aneh? Bukankah dia memang selalu seperti itu? Datang, lalu menghilang.)"

Veronica tidak menanggapi ucapan Edwin. Meraih sepotong apel, lalu memakannya dengan kening berkerut. Dia sedang memikirkan sesuatu hal. Sesuatu yang sangat sepele, tapi entah kenapa sekarang terasa begitu aneh. Seolah-olah ada yang salah.

Edwin tampak tidak begitu memperhatikan. Pemuda itu justru sedang mengernyit membaca pesan di ponselnya. Namun, tidak terlihat dia akan membalas pesan itu. Menutup benda itu, kemudian beralih memandang Veronica. Tersenyum kecil melihat ekspresi kesal sekaligus bingung yang dikeluarkannya.

"What are you thinking about (Apa yang sedang kamu pikirkan)?"

"It's about Jason. I don't know why I have strange feeling about him. I feel like his attitude has changed since the last few months. Cold and ... I don't know. (Soal Jason. Entah kenapa aku punya perasaan aneh soalnya. Sku merasa sikapnya berbeda sejak beberapa bulan terakhir. Dingin dan ... entahlah.)"

Edwin tertawa kecil, lalu mengacak rambut Veronica. "He's your boyfriend. You shouldn't think about him that way. (Dia kekasihmu. Tidak seharusnya kamu berpikir seperti itu soal dirinya.)"

"I know (Aku tahu)." Veronica menunduk memandang apel di piringnya.

Edwin kembali tersenyum, kemudian bangkit sambil menepuk pelan kepala Veronica. Dia tidak tahu apa yang tengah dipikirkan oleh gadis itu dan tidak mau bertanya. Cukup dengan melihat setiap perubahan ekspresinya, dia tahu kalau Veronica baik-baik saja.

* * *

Setelah lima hari sadar dari komanya, Gretha memutuskan untuk pulang. Dia bertanya-tanya dalam hati di mana Thomas, Cheryl, dan Nyle. Entah kenapa mereka datang menjenguk atau menemaninya. Dia juga sama sekali tidak berminat bertanya pada Camilla.

"Are you sure about this (Kamu yakin soal ini)?" Camilla menatap Gretha penuh tanya.

"Yeah, I'm fine. Don't worry! (Iya, aku baik-baik saja. Jangan khawatir!)" Gretha yang sedang beres-beres tersenyum menatap dokter itu. "I'll leave a message for whoever helped and brought me here. Please, tell him that I'm fine and go back to Indonesia. (Aku akan meninggalkan pesan untuk siapa pun yang sudah menolong dan membawaku ke sini. Tolong, katakan padanya kalau aku baik-baik saja dan kembali ke Indonesia.)"

"I will (Pasti)." Camilla mengangguk sambil tersenyum. "Ah, I have to go. You can be alone, 'right? (Ah, aku harus pergi. Kamu bisa sendiri, 'kan?)"

Gretha menjawab dengan anggukan, kemudian memandang kepergian Camilla. Menghela napas sejenak dan melanjutkan acara beres-beresnya. Setelah semua barang-barangnya rapi, dia meraih pouch di meja. Mencari ponselnya yang mungkin ada di situ.

"What's this (Apa ini)?" gumamnya saat menemukan paspor, visa, dan surat.

Dia meraih semua itu, kemudian menelitinya. Tertegun menemukan fakta kalau empat buah surat itu memiliki dua identitas yang berbeda. Dia kemudian beralih pada kertas putih yang terlihat rapi. Membuka dan membaca isinya.

For the girl I love so much (Untuk gadis yang sangat kucintai).

I know you're starting to understand everything that's happened, Jenny. However, you still can't remember me. I really wanna be by your side, but somehow, I can't. (Aku tahu kamu mulai memahami semua yang terjadi, Jenny. Namun, kamu masih belum mengingatku. Aku sangat ingin bisa berada di sampingmu, tapi tidak bisa.)

Something's wrong and only you know the answer, Jenny. Please, find a way to figure out that part. As long as you don't find the answer, we'll never be able to meet. Our relationships depend on that part, as do the lives of three different organizations, but interconnected. (Ada sesuatu yang salah dan hanya kamu yang tahu jawabannya, Jenny. Tolong, carilah cara untuk mengetahui bagian itu. Selama kamu belum menemukan jawabannya, kita tidak akan pernah bisa bertemu. Hubungan kita bergantung pada hal itu, begitu juga hidup tiga organisasi yang berbeda, tapi saling berhubungan.)

I love you so much, Jenny. I will always be here waiting and protecting you in silence. (Aku sangat mencintaimu, Jenny. Aku akan selalu ada di sini menunggu dan melindungimu dalam diam.)

Love, JAE.

Gretha mengusap tiga huruf yang tertera di akhir surat. Mengernyitkan dahi sesaat, lalu menatap tas yang tadi diletakkannya di meja. Dering notifikasi yang masuk mengusik perhatiannya. Dia merogoh dan mengeluarkan benda itu.

Memejamkan kedua mata dan merasakan air mata menggenang. Dia buru-buru membuka pesan dari guardian angel-nya. Setelah sekian lama, akhirnya ada balasan.

[My Guardian Angel: You can choose, be who you truly are or come back as Gretha. You can also go to see Jason, Cheryl, and Nyle at Raffles Hospital. (Kamu bisa memilih, menjadi dirimu yang sebenarnya atau kembali sebagai Gretha. Kamu juga bisa menemui Jason, Cheryl, dan Nyle di Rumah Sakit Raffles.)]

Sejenak dia terdiam, lalu memandang kembali paspor dan visa. Berpikir beberapa saat, kemudian menghela napas. Dia meraih buku dan pena, lalu menuliskan sebaris kalimat di situ. Merobek dan meletakkannya di atas bantal. Mengikuti intuisi yang mengatakan kalau penolong misteriusnya akan datang.

* * *

Pemuda itu berjalan perlahan ke arah ranjang yang baru ditinggalkan. Meraih kertas di atas bantal, lalu membuka dan membaca isinya. Senyum terukir di bibir seiring sorot matanya yang melembut dan menggambarkan kelegaan.

I'll find that missing part. (Aku akan menmukan bagian yang hilang itu).

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top