Bab 27 Gretha dan Veronica
"Kalau begitu, bukankah bagus aku ada di pihaknya?" Veronica berbalik dengan seulas senyum sinis.
"Dia sudah tewas, 'kan? Aku menembaknya, membunuhnya," ucap Gretha.
Veronica tertawa kecil. "Kamu pikir Tuan Hynde bodoh? Dia mengawasi dari gedung ini, tapi di ruangan lain. Pria yang kamu bunuh itu adalah salah satu tangan kanannya."
Gretha mengernyit mendengar ucapan Veronica. Dia menahan sakit di tubuhnya, lalu bangkir. Berdiri memandang Veronica yang menyilangkan tangan di depan dada. Berusaha mencari sosok Veronica yang dikenalnya dulu. Namun, sayang hasilnya nihil.
"Aku akan mengembalikan Jason kalau memang itu yang kamu mau."
"Tidak perlu, aku sudah dapat penggantinya. Kamu pasti bertanya-tanya siapa dia. Sayangnya, aku tidak boleh membongkar hal itu, sebelum kamu memberikan benda yang diinginkan Tuan Hynde."
"Maksudmu ...," Gretha diam berpikir sejenak, "microSD yang kucuri dua tahun lalu?"
"Bukan, tapi benda lain yang kamu bawa."
"APA?" Tanpa sadar Gretha berteriak kesal. "Benda apa? Aku tidak merasa mengambil apa pun selain microSD itu."
Veronica memutar kedua bola matanya malas. Kalau bukan karena dilarang, dia ingin menembak Gretha. Rasa bencinya jauh lebih besar, sehingga membutakan pikiran. Dia tidak peduli lagi kalaupun Gretha benar-benar adik kandungnya. Menoleh kembali memandang Gretha, lalu membuang semua senjata yang dibawanya.
"Mau apa kamu?" tanya Gretha.
"Ayo, lawan aku!" tantang Veronica. "Masih ada sedikit waktu."
"Tidak, aku tidak mau bertarung denganmu," sahut Gretha.
Namun, Veronica tidak peduli akan hal itu. Bergerak dengan gesit menyerang Gretha yang jelas langsung menghindar. Untuk beberapa saat, Gretha hanya menghindari serangan Veronica. Dia sama sekali tidak berminat untuk membalas.
Sementara itu, Veronica terus melemparkan pukulan dan tendangan. Rasa kesal di hatinya meningkat karena Gretha sama sekali tidak membalas. Berkali-kali serangannya mengenai Gretha, tapi gadis itu hanya mengernyit dan mengeluh kesakitan. Emosi membuatnya meraih pisau di lantai, lalu menghunuskannya ke perut Gretha.
"Kamu benar-benar mau membunuhku, ya?" Gretha bertanya sambil menepis tangan Veronica.
"Kalau kamu tidak mau mati, balas seranganku!" tandas Veronica.
Gretha menghentakkan tangan Veronica untuk menjatuhkan pisaunya. Namun, Veronica berhasil mengambilnya kembali. Gretha menghindar mundur dari hunusan mata pisau. Menabrak dinding, lalu melempar tubuh ke samping. Berjalan mundur menjauhi Veronica.
Menunduk, lalu menggerakkan tangan mendorong tubuh Veronica menjauh. Dia sendiri kemudian bergerak menghindar ke tempat lain. Gerakannya sendiri melambat karena kelelahan dan luka di lengan serta pahanya. Namun, hal itu tidak membuat Veronica kasihan.
"Ayo, Jenny! Mau sampai kapan kamu menghindar?" Veronica menyabetkan pisau di tangannya hingga menggores pipi Gretha.
"Ouch!" Gretha mengeluh pelan merasakan mata pisau menembus kulitnya. Dia bergerak mengusap darah yang keluar. "Aku hanya berusaha menahan diri dengan mengingat ucapan wanita bersyal merah di bandara," ucapnya.
"Ucapan apa?" Veronica menendang kursi yang digunakan Gretha menghalanginya, sehingga menimbulkan suara brak cukup keras.
"Apa pun yang terjadi, Tuan Hynde tetap ayahku dan kamu tetap saudariku," jawab Gretha.
"Aku tidak peduli itu!" Veronica menekankan ucapannya.
Gretha terhempas ke belakang saat Veronica menendang perutnya keras. Merintih kesakitan saat kepala dan punggungnya menghantam dinding. Ambruk ke lantai dalam posisi telungkup. Merintih pelan dan berusaha bergerak, kemudian bangkit berdiri.
Dia bisa melihat kekesalan di kedua mata Veronica. Namun, ada air mata yang menggenang di sana. Dia tidak tahu apa yang membuat Veronica memasang ekspresi kesal sekaligus sedih seperti itu. Kalau masalah Jason, dia mengaku salah di sini dan akan terus berusaha meminta maaf.
"Aku lelah, Ronnie. Apakah kamu tidak? Lebih baik, kita hentikan soal ini. Aku akan mengembalikan Jason padamu dan kalau kamu mau mau ikut Tuan Hynde, aku tidak akan melarang lagi," ucapnya pelan.
"Sudah kukatakan, aku tidak mau Jason!" bentak Veronica. "Aku mau kamu menjauh dari kehidupan kekasihku!"
"Baiklah, baiklah. Akan kuturuti soal itu, tapi siapa kekasihmu? Aku yakin dia bukan Nyle karena kamu tidak menyukainya."
"His twin brother (Saudara kembarnya)!" tandas Veronica, lalu kembali menyerang Gretha.
"What? Twin brother? (Apa? Saudara kembar?)" Gretha menepis, lalu menghindari tusukan pisau Veronica. "Dia tidak pernah mengatakan kalau punya saudara kembar."
Veronica pun berhenti menyerang dan menatap Gretha. Tajam ke dalam kedua matanya. Seolah mencari kebohongan di sana. Namun, Gretha mengatakan yang sejujurnya.
BLAARRR!
Suara debuman keras mengusik perhatian mereka. Getaran terasa kuat hingga membuat mereka terjatuh. Namun, dengan cepat juga mereka bangkit. Memandang sekitar sejenak, lalu saling bertatapan.
"Aku tidak peduli siapa sebenarnya yang kamu cintai, tapi aku tidak akan pernah membiarkanmu merebutnya juga dariku." Veronica maju sambil menghunuskan pisaunya.
"Can we talk about this later (Bisa kita bicarakan soal ini nanti)?" tanya Gretha sambil menghindar.
"No and I won't (Tidak dan aku tidak mau)!" ketus Veronica.
Veronica kembali menyerang Gretha membabi buta, sementara Gretha sendiri bergerak menghindar. Suara gemerisik di alat komunikasi mengusik perhatian Gretha. Membuatnya kurang waspada terhadap serangan Veronica.
Gretha terdiam dengan posisi bersandar di dinding, lalu menunduk memandang ke bawah. Dia memegang tangan Veronica dan memejamkan mata sejenak. Merasakan sakit yang mejalar ke seluruh tubuhnya. Setelah beberapa saat, dia membuka mata dan memandang Veronica.
"I hope, it's enough to stop you from chasing us (Aku harap, ini cukup untuk menghetikanmu mengejar kami)." Veronica melepaskan tangannya dari pisau yang menancap di perut Gretha.
"Apa maksudmu?" tanya Gretha pelan.
"Bom sudah dipasang di seluruh gedung ini. Tenang saja, bukan untuk membunuhmu, tapi melenyapkan Paman Thomas. Selamat tinggal Jenny!" Veronica tersenyum sinis, lalu berbalik pergi.
"Kamu mau ke mana? Di mana Tuan Hynde yang asli?" Gretha bertanya dengan susah payah.
"Pergi. Ada helikopter di atap gedung ini. Mungkin mereka sedang dalam perjalanan ke sana," jawab Veronica.
"Ronnie? Ronnie! VERONICA!"
Sayangnya, Veronica tidak mendengarkan panggilan Gretha. Berlari menyusuri lorong turun ke lantai sebelas, lalu berbelok ke sebuah ruangan. Edwin sudah menunggunya di situ. Meraih pinggangnya, lalu turun menunggakan tali yang sudah dipasang. Pergi keluar dari gedung yang perlahan mulai runtuh.
Sementara itu, Gretha melepaskan pisau di perutnya. Dia tidak berusaha untuk turun, tapi justru berlari ke atap. Berusaha bergerak secepat mungkin tanpa memedulikan rasa sakit yang ada. Sesekali berhenti saat terdengar suara ledakan dan terasa getaran.
"Ayo, Jenny! Kamu pasti bisa!" gumamnya memberi semangat pada diri sendiri.
Beruntung gedung itu tidak terlalu tinggi, hanya setinggi dua puluh satu lantai. Satu lantai sebelum atap, dia berhenti dan terdiam. Terdengar suara deru helikopter. Dia pun mempercepat langkah dan menggebrak pintu yang tidak terkunci.
"STOP (BERHENTI)!"
Sosok pria yang berjalan menuju ke helikopter pun berhenti, lalu berbalik. Memandang gadis yang ada di depannya tanpa senyuman. Terdengar riuh suara pengawal-pengawal pria itu saat kembali getaran karena leadakan.
"You better get out of here immediately when there's still have a chance (Lebih kamu segera turun dari sini ketika masih ada kesempatan)."
"Why? Why did you ...? (Kenapa? Kenapa kamu ...?)" Gretha tidak sanggup meneruskan ucapannya.
Tuan Hynde tampak tidak berniat menjawab. Memandang tajam seolah berusaha mematri sosok Gretha dalam ingatannya. Setelah itu, memberi isyarat pada pemuda di sebelahnya. Pemuda itu pergi, lalu kembali dengan sebuah bungkusan. Tuan Hynde melemparkan bungkusan itu ke dekat Gretha.
"Go and have a better life. I've never had a desire to hurt you. If you already know the truth, you can keep it. About Ronnie, I'll tell her. Remember this, Jenny! I did all of this, to keep ypu and Ronnie safe. (Pergi dan mulailah hidup yang lebih baik. Aku tidak pernah punya keinginan untuk menyakitimu. Kalau kamu sudah tahu yang sebenarnya, simpanlah. Soal Ronnie, aku yang akan memberitahunya. Ingatlah ini, Jenny! Aku melakukan semua ini untuk melindungimu dan Ronnie!)"
Setelah berkata seperti itu, Tuan Hynde berbalik dan melanjutkan langkah menuju ke helikopter. Rasa benci membuatnya tidak mau memandang Gretha terlalu lama. Dia tidak ingin semakin membenci dirinya dan juga ibu kedua anaknya karena membunuh Gretha. Biarlah rasa benci ini menjauhkan Gretha darinya, tapi juga membuatnya tetap aman.
"Wait! Please, wait! WAIT!" teriak Gretha. "I'm tired of living like this! Ronnie hates me because I took the boy she loved, you abandoned me, and I never knew my mother. At least, give me some answers! (Aku lelah hidup seperti ini! Ronnie membenciku karena aku mengambil laki-laki yang dicintainya, kamu meninggalkanku, dan aku tidak pernah mengenal ibuku. Setidaknya, beri aku jawaban!)"
"You're not my biological daughter, but Ronnie was. (Kamu bukan anak kandungku, tapi Ronnie iya.)" Hanya itu yang dikatakan Tuan Hynde, lalu masuk ke helikopter.
Pria itu memandang Gretha yang bergerakmengambil benda di dekatnya. Gadis itu kemudian mendongak memandang helikopternyayang terbang menjauh. Tak lama, ledakan cukup keras menggetarkan tempat itu danmembuat Gretha terjatuh. Dia melihat Gretha bangun, lalu melangkah limbung menujuke pintu dan menghilang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top