Bab 26 The Painful Truth
"Engh ...." Gretha melenguh pelan.
Mengerjapkan mata sejenak, lalu bangun dengan cepat. Kepalanya masih terasa pening. Entah sudah berapa lama dia tidak sadarkan diri.
"Sudah bangun?"
Suara itu mengusik perhatiannya. Dia menoleh menatap sosok pemuda yang berdiri bersandar di pintu. Topeng hitam setengah wajah yang dikenakan, membuatnya tidak bisa mengenali sosok pemuda itu. Memperhatikannya berjalan mendekat, lalu meletakkan segelas es cokelat di meja sebelah ranjang.
"Jason ada lantai empat belas kamar nomor dua puluh dekat tangga darurat. Kamu punya waktu dua jam untuk menyelamatkan Jason dan Cheryl." Pemuda itu menatap Gretha.
"Kamu siapa?" tanya Gretha.
"Tanyalah hatimu." Pemuda itu membungkuk, menyelipkan rambut Gretha, lalu meraih leher belakangnya. Menyatukan bibir mereka sejenak, lalu berbisik, "I will always be waiting for you (Aku akan selalu menggumu)."
Setelah berkata seperti itu, pemuda itu beranjak pergi. Namun, berhenti sejenak di pintu dan berujar tanpa menoleh, "Pergilah! Ingat, waktumu hanya dua jam. Jangan sampai ketahuan!"
Gretha memandang kepergian pemuda itu, lalu meraih minuman di meja. Membaca pesan yang tertulis di gelasnya. Senyumnya merekah, kemudian buru-buru keluar. Mengernyit memandang dua tubuh dari penjaga kamarnya yang tergeletak di lantai.
Dia mengambil senjata yang ada di pinggang mereka, lalu membawanya. Tujuan pertamanya adalah lantai empat belas. Menyelinap tanpa suara menaiki tangga, kemudian mengintip sejenak memastikan tempat itu aman. Namun, sayangnya ada dua orang berjaga di depan kamar Jason.
Melihat hal itu, dia meraih meraih ke dalam saku jaketnya. Memasang peredam suara pada mulut pistol sambil sesekali mengintip kedua penjaga itu. Mengacungkan pistol dan menembak keduanya dengan cepat. Dia sebenarnya tidak mau membunuh mereka, tapi juga tidak bisa membiarkan mereka melapor.
Setelah memastikan tidak adapenjaga lain yang datang, dia buru-buru mendekati kamar itu. Membuka pintunya dan terhenyak melihat Jason terikat di kursi. Tubuhnya tampak penuh luka dan darah. Dia buru-buru mendekat dan berlutut di depannya.
"Gie ...," lirih Jason.
"Iya, ini aku, Gie," jawab Gretha, lalu mengurai ikatan di tubuh Jason. "Taylor? Caleb? Kayley? Where are you guys (Kalian di mana)?" Dia bicara melalui alat komunikasi yang dinyalakannya.
"Where are you, Jenny (Kamu di mana, Jenny)?" Terdengar suara Taylor menyahut.
"14th floor. Help me! I need someone to get Jason out of this place. (Lantai empat belas. Tolong aku! Aku butuh seseorang untuk mengeluarkan Jason dari sini."
"I'm on my way (Aku segera ke sana)."
Jason memandang Gretha yang mengusap darah di sudut bibirnya. Dia bisa melihat kekhawatiran terlihat jelas dalam kedua mata gadis itu. Tidak mengatakan apa-apa dan tidak menolak apa pun yang dilakukan Gretha.
Gretha tampak tidak menyadari tatapan dingin dari Jason. Dia berusaha membersihkan sedikit darah di wajahnya, lalu menghentikan darah yang keluar dari luka tusukan di perut. Tangannya sedikit bergetar melihat semua darah itu.
Tidak lama, terdengar derap langkang masuk. Gretha dan Jason sama-sama menoleh. Gretha mengulas senyum melihat Taylor datang.
"Is he okay (Apakah dia baik-baik saja)?"
"I don't know. I can't stop the bleeding (Aku tidak tahu. Aku tidak bisa menghentikan darahnya)," jawab Gretha.
"Okay. Let's get out of here! (Baiklah. Ayo, kita keluar dari sini!)" Taylor meraih tangan Jason, lalu membantunya berdiri. "You've been gone for almost two hours. Where have you been? (Kamu menghilang hampir selama dua jam. Dari mana saja?)"
"They drugged me (Mereka membiusku)," jawab Gretha. "Get him out of here! I need to go to save Cheryl. (Bawa dia keluar! Aku harus pergi menyelamatkan Cheryl.)"
"Nope. Let's get out of here! Caleb will save her. (Tidak. Kita keluar dari sini. Caleb akan menyelamatkannya)."
"I can't go because I have to see Mr. Hynde (Aku tidak bisa pergi karena harus menemui Tuan Hynde)." Gretha memandang Taylor. "Go (Pergilah)!"
Taylor tampak memandang Gretha sejenak, lalu mengangguk dan pergi dari situ. Gretha sendiri memisahkan diri saat sampai di lantai delapan. Pergi ke ruangan awal dia bertemu dengan Tuan Hynde, Veronica, dan Edwin. Meremas kedua tangannya kuat-kuat melihat Cheryl yang terduduk dalam kondisi berantakan.
"I'm here. So, let Cheryl go. (Aku di sini. Jadi, biarkan Cheryl pergi)," ucapnya tenang.
Senyum tipis terukir di bibir pria itu. Mengangkat tangannya memberi isyarat pada pria yang ada di dekat Cheryl. Sayangnya, Gretha tidak bodoh untuk melihat pistol yang pelurunya diam-diam siap menemus kepala Cheryl.
Dia mengangkat pistolnya dan dengan cepat menembak pria itu tepat di kepala. Tatapan matanya tetap lurus pada Tuan Hynde. Tidak ada senyuman yang terukir di bibir.
"Don't dare me (Jangan menantangku)!" desisnya dingin.
Dia beranjak mendekati Cheryl, lalu membantunya berdiri. Berbisik pelan memberi petunjuk pada sahabatnya. Dia menunggu sampai Caleb yang baru datang memberi isyarat. Tatapan matanya awas mengamati setiap gerak-gerik ketiga orang di depannya.
PRANGGG!
Lampu ruangan itu pecah saat Gretha menembaknya. Membuat ruangan seketika gelap gulita karena tidak ada jendela.
"Go!" Gretha berteriak pada Cheryl.
Dor! Dor! Dor!
Gretha merunduk saat tembakan membabi buta menyerang. Tiba-tiba, ruangan menjadi terang karena cahaya lampu senter. Dia bangkit dan memandang Tuan Hynde yang berdiri dengan senyum sinis.
"Are you gonna let me go or kill me (Kamu akan membiarkan aku pergi aku membunuhku)?" Gretha melemparkan pistol di tangannya ke lantai. "No, wait! You can't kill your own daughter, can you? (Tidak, tunggu! Kamu tidak bisa membunuh anakmu sendiri, 'kan?)"
"Daughter? She is your ... daughter? (Anak? Dia ... anakmu?)" Veronica bersuara dengan ekspresi bingung.
"A woman said that no matter what, you two are still my family. However, it doesn't mean that I'm not gonna hurt you. (Seorang wanita mengatakan kalau apa pun yang terjadi, kalian tetap keluargaku. Namun, bukan berarti aku tidak akan menyakiti kalian.)" Gretha tersenyum sinis.
"Stop!" Tuan Hynde memandang Gretha tajam.
"Why? Does she deserve to know the truth? (Kenapa? Bukankah dia berhak tahu yang sebenarnya?)"
"I'm the one who will tell her, not you! (Aku yang akan memberitahunya, bukan kamu!)"
Gretha menghindar tatkala seorang pria menyerangnya. Dia pun melancarkan serangan balasan dengan menghantam perutnya dengan lutut. Menghindari serangan pria kedua. Mengernyit merasakan sakit saat pria ketiga menghantam perutnya hingga terdorong ke belakang.
Dia mendongak memandang Tuan Hynde yang berdiri diam melihatnya. Setelah itu, melirik sekilas pada pistol di lantai. Dia berdiri dengan seulas senyum.
"Okay, if this is what you wanted (Baiklah, jika memang ini yang kamu inginkan)," ucapnya.
Gretha menghindari hunusan pisau salah satu dari tiga pria penyerangnya. Dia tidak mau menunggu untuk melayangkan serangan balasan. Menangkap tangan pria itu, lalu menghantam perutnya dengan sulut sambil menghindari serangan dua pria yang lain.
Dia meladeni serangan mereka tanpa ragu dan rasa takut. Emosinya benar-benar membuncah, tidak menyangka kalau orang yang seharusnya melindunginya justru membiarkan dia dihajar. Dia menghantam dengan keras tepat di wajah pria ketiga yang menyerangkan, lalu menendang selangkangannya.
Setelah pria ketiga itu ambruk, dia tinggal meladeni dua pria lainnya. Menendang tangan pria kedua yang menghunuskan pisau hingga terlepas. Menangkap pisau itu, lalu menghujamkannya tepat ke leher pria pertama yang langsung ambruk.
"Ouch!" Dia merintih saat pria pertama berhasil menendang perutnya.
Mendongak memandang Tuan Hynde yang pergi diikuti oleh Veronica dan Edwin. Dia bergerak gesit menendang pria pertama, lalu meraih pistol. Mengacungkan ke arah Tuan Hynde dan langsung menekan pelatuknya.
Dor!
Cipratan darah mengejutkan Veronica dan Edwin. Mereka berhenti dan memandang tubuh pria di depan mereka yang terdiam, lalu ambruk. Setelah itu, Veronica berbalik sambil meraih pistol di pinggangnya. Tanpa ragu mengacungkan pada Gretha, lalu menekan pelatuknya.
Dor! Dor!
Gretha sama sekali tidak sempat menghindar karena sibuk meladeni serangan pria pertama. Peluru pertama menyambar lengan atas kanannya, sementara peluru kedua menyambar paha kiri. Beruntung hanya hanya menggores dan menancap di dinding, bukan di kakinya.
"You'll kill her, Ronnie (Kamu akan membunuhnya, Ronnie)!" bentak Edwin.
"But I don't, 'right (Tapi tidak, 'kan)?" ketus Veronica.
Gretha menahan rasa sakit itu dan menghindari hantaman pria yang masih menyerangnya. Namun, gerakannya melambat karena luka di kaki. Pria itu berhasil menendangnya hingga terjatuh, lalu mencekiknya. Dia mengernyit merasakan sakit akibat cengkeraman pria itu. Namun ....
Dor!
Suara tembakan dan cipratan darah yang mengenai wajah mengejutkannya. Pria itu tampak terdiam dan cengkeraman tangannya melonggar. Dia menghindari saat tubuhnya ambruk, lalu memandang ke sumber suara.
Edwin mengacungkan pistol. Pemuda itulah yang menembak pria tadi. Memandangnya sekilas, lalu berbalik dan pergi dari situ saat terdengar suara debuman. Ruangan tempat mereka berada tampak bergetar.
"Sakura! Ronnie!" panggil Gretha menghentikan langkah Veronica yang menyusul Edwin. "Why (Kenapa)?" Hanya itu yang terucap dari bibirnya.
Veronica berbalik, lalu berjalan mendekat dengan tatapan dingin. "You ask me why? Don't you remember that you cause all of this? (Kamu tanya kenapa? Tidakkah kamu ingat kalau kamu yang menyebabkan semua ini?)"
"We used to be friends, best friends. Did I do something wrong that make you mad at me? (Kita dulu berteman, bersahabat. Apakah aku melalukan sesuatu yang membuatmu marah?)"
"First, you took Jason away from me. Then, now you also wanna snitch him, my boyfriend, from me. I think, that's enough for me to hate you. (Pertama, kamu merebut Jason dariku. Lalu, sekarang kamu juga ingin merebutnya, kekasihku, dariku. Aku rasa, itu sudah cukup bagiku untuk membencimu.)"
"Aku tidak pernah bermaksud melakukan itu, Ronnie. Kalau aku tahu kamu menyukai Jason, aku akan menolaknya," lirih Gretha.
"Cukup, Jenny! Aku sudah muak mendengar apa pun itu!" ketus Veronica. "Meskipun kamu mengembalikan Jason, rasa benciku tidak akan musnah begitu saja."
"Lalu, kamu mau apa? Kumohon, kembalilah, Ronnie! Kalau kamu mau kembali bersamaku, aku yakin Tuan Hynde tidak akan berusaha menghancurkan White Shadow lagi." Getha memandang Veronica memelas.
"Aku tidak peduli dengan Paman Thomas atau organisasi." Veronica memandang Gretha sinis, lalu berbalik pergi dari situ.
"Bagaimana jika aku memberitahumu kalau TuanHynde adalah ayah kandung kita? Aku adikmu, Ronnie!" Gretha merasakan hatinyaberdenyut sakit saat mengucapkan hal itu. Memandang Veronica yang tampakberhenti melangkah dan terdiam.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top