[-5]. Celine dan Lantai Tiga

"Kurasa ini yang namanya mati dalam keadaan bahagia." Ucap Arville sambil tersenyum tipis.

Celine tersentak kaget mendengar ucapannya, itu benar-benar membuatnya ketakutan setengah mati. "A-apa maksudmu?! Kamu akan naik, tunggu saja."

Celine melirik sekitarnya dengan sedikit gemetar. Ada sekitar lima malaikat pengawas dan empatpuluhan malaikat bersayap hitam mengelilingi mereka berdua dan menatap Celine dengan tatapan yang sangat tajam, dan sisanya ribuan malaikat dengan sayap hitam mengelilingi langit dan gedung, berpencar namun mencari ruang untuk menyaksikan kejadian itu.

Celine menduga, malaikat keseimbangan pastilah mengumumkan pemberitahuan bekerja sama untuk membuat Arville menghilang dari hadapannya. Itu membuat Celine geram sendiri. Arville tidak akan mati di tempat ini, dalam kondisi seperti ini, dan dalam keadaan seperti ini.

"Tidak bisa, Celine..." Bisik Arville sambil meremas erat tangan Celine.

Celine bisa merasakan tangan Arville bergetar karena tak kuat menahan beban tubuhnya. Celine mulai mencoba mengangkat tubuh Arville, namun rupanya tak terangkat sedikitpun. Padahal seharusnya, Celine bisa mengangkat Arville dengan mudah berkat kekuatannya.

Detik itu, Celine tak sengaja melihat malaikat yang masih kecil bergelantungan di kaki Arville. Dan saat dia mencoba menambah kekuatannya, kekuatannya sama sekali tak bertambah.

Kekuatan Celine...telah disegel. Entah kapan.

"...Mereka tidak mengizinkanku..."

Setengah frustasi karena menyadari keadaannya, Celine bertanya dengan sangat marah. "Siapa?!" Tanyanya dengan menggebu-gebu. Celine sangat marah pada para malaikat yang campur tangan dengan urusan ini. Padahal, Charlos saja tidak ada disini disaat ini adalah misinya.

Celine bisa melihat semua malaikat itu sudah mengeluarkan senyuman menyeringainya dan mengulurkan tangan mereka ke arah Arville, sepertinya mencoba menambah beban di Arville.

"Para malaikat maut," Jawab Arville dengan suara kecil, tubuhnya sudah sangat melemas sekali, tangannya juga sudah tak kuat menahan besi sampai-sampai Celine menangkap tangan kirinya dengan tangannya yang lain untuk menahannya. Arville bahkan berusaha menjangkau kembali besi itu-takut kepala Celine terbentur besi jika dia memberikan beban beratnya hanya di Celine.

Ucapannya itu benar-benar berhasil membuat Celine membatu. Yang Celine takutkan hanya satu, Arville bisa melihat malaikat-malaikat itu-tanda bahwa umurnya tak lagi lama. Celine yang ketakutan setengah mati itu pun makin mengenggam erat tangan Arville.

"K-kamu melihatnya?" Tanya Celine makin ketakutan.

Arville memperhatikan sekitarnya sejenak, sebelum tertawa amat tipis. "Ya..., aku melihatnya."

"Cukup lihat aku, Arville..." Bisik Celine pelan. "Jangan melihat mereka."

Beban yang ada ditubuh Arville makin terasa berat saja. Disetiap bebannya yang bertambah banyak, Celine mengenggam tangan Arville semakin erat.

"Arville..., lihat aku. Cukup aku. Aku tahu banyak diantara mereka yang cantik dan memikat. Tapi lebih baik kamu melihatku." Tubuh Celine mulai bergetar, matanya sudah berkaca-kaca dan setitik kristal dari matanya sudah bersiap untuk jatuh.

"Tentu saja..." Balas Arville. "Kamu jauh lebih cantik dibandingkan mereka."

"Jangan bilang begitu...," Celine mulai terisak pelan. "Bisakah kamu menaikan kakimu? Kalau bisa, ayo kita mulai..."

Arville menggeleng. "Tidak bisa Celine, mereka menahanku."

"Tidak bisakah kalian berhenti menahannya selama sedetik saja?!" Seru Celine kepada malaikat-malaikat yang kini tengah menatapnya datar. "Dia tidak salah! Aku yang salah! Kalau ini semua terjadi karena aku, silahkan bunuh saja aku!"

"Celine..." Arville menegurnya. "...Tidak baik membentak."

Airmata Celine sudah terjatuh. Airmata pertamanya jatuh tepat di punggung tangan Arville.

"Maaf, tanganku terlalu lemah untuk menghapusnya." Ucapnya dengan penuh penyesalan.

"Arville..., aku benar-benar minta maaf."

"Sudah kubilang, Celine, kamu tidak pantas meminta maaf. Jangan mengatakan maaf lagi, kumohon. Jangan membuatku bosan mendengarnya." Ujarnya setengah bercanda. "Sekarang..." Arville menghela nafasnya, "...Aku minta maaf atas kejadian tadi, Celine."

"Aku akan memaafkanmu jika kamu naik."

"Kalau begitu, kamu tidak akan memaafkanku sampai kapanpun?" Perasaan Celine makin buruk saat mendengar pertanyaan Arville. Ucapannya seolah mengatakan bahwa...dia pasti akan terjatuh. "Celine...aku tidak kuat lagi."

Celine melirik ke bawah, dimana matras dan benda untuk tempat mendarat Arville masih disiapkan secara cepat. Celine juga bisa mendengar langkah-langkah kaki dari kejauhan tanda tim penyelamat akan menyelamatkan Arville.

"Bertahanlah sebentar lagi, Arville..."

Arville menggeleng frustasi. "Leherku, punggungku dan lenganku, semuanya sangat lelah. Kurasa aku tidak bisa..."

"Dimana Arville yang optimis itu?" Arville tak menjawab pertanyaan Celine, yang membuat Celine makin panik saja. "Arville?"

"...Celine," Panggilnya pelan. "...Lepaskan aku..."

Dan itu...adalah kata-kata yang paling tidak ingin Celine dengar saat ini.

"Tidak."

"...Lepaskan aku, tolonglah. Kamu tega, membiarkanku tersiksa dengan semua sakit ini?"

"Tidak! Sekali tidak, berarti tidak!" Seru Celine. Tangisnya semakin menjadi saat dia merasakan genggamannya dan genggaman Arville meluntur. "Arville, mengapa kamu setega ini melepaskanku? Jangan lepaskan! Jangan, kumohon."

Celine mendengar kepakan sayap dari kejauhan. Tapi dia tak menemukan siapa yang melakukannya. Celine akhirnya bertatap muka dengan malaikat bersayap hitam yang baru saja datang.

"A-Ayah?" Gumam gadis itu pelan.

Wajah Ayahnya terlihat datar tanpa ekspresi. Celine benar-benar tidak bisa menerka apa yang tengah dipikirkannya. Tapi yang Celine tahu, jika Ayahnya berkelakuan begitu, itu tandanya...dia sedang sangat marah.

Tapi Ayahnya hanya diam menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. Celine tak peduli lagi dengan tatapan intens Ayahnya. Yang dia lakukan saat ini hanyalah membela keadilan untuk Arville. Arville tidak bersalah.

"...Kau menangis untuk manusia, Nak?" Tanya Ayahnya dengan nada datar sedingin es.

Ucapannya itu membuat Celine tercekat, namun tak mengulurkan niatnya untuk tetap mengenggam kuat tangan Arville yang tak lagi mengenggamnya. Celine tak punya waktu untuk menjawab pertanyaan Ayahnya.

Saat ini dia lebih fokus menahan Arville...dan juga..., sosok seorang pria seumuran Ayahnya yang juga memiliki sayap berwarna hitam yang baru saja datang. Bedanya hanya satu, sayap hitam pria itu lebih lebar, tanda dia adalah seorang malaikat yang kuat dan mendapat gelar. Tapi setahunya, sayap hitam lebar saat ini hanya dimiliki oleh Lacke-Ayahnya Charlos sebagai malaikat kematian terbaik di dunia itu.

Malaikat yang bersayap hitam hanyalah malaikat maut dan malaikat kematian.

Dan yang bersayap lebar itu... hanya...

Celine termenung sejenak.

Mungkinkah dia...?

Pria itu mengangkat kedua tangannya dan membuat semua malaikat disana menghilang begitu saja. Bahkan Ayahnya Celine yang masih menatap prilaku anaknya, ikut menghilang juga. Celine tahu itu adalah mantra untuk memindahkan para malaikat ke dunia-nya. Biasanya, mantra itu digunakan agar tidak terjadi perselisihan antar malaikat, dan biasanya, untuk sekali pengucapan mantra, hanya bisa untuk menghilangkan satu malaikat saja.

Tapi ini...hanya dengan mengangkat tangan.

Celine pun yakin dengan pemikirannya, namun dia tak sempat bertanya, sebab tangan Arville sudah terlepas dari tangannya detik itu juga.

Semua orang dibawah sana memekik histeris saat melihat tubuh Arville terjatuh dari sana. Celine pun tanpa berpikir panjang, ikut meloncat turun ke bawah dan berusaha meraih tangan Arville sekali lagi.

Sadar bahwa Arville meringis kesakitan, Celine pun memeluknya dan mengucapkan mantra recovery pada Arville. Sayap Celine terbuka dan mengepak pelan, membuat mereka yang ada dibawah sana tercegang menyaksikannya.

"Sayap?" Arville bertanya di sela pelukan, Celine tahu, Arville-lah yang akan melihatnya paling jelas karena posisi ini, "Kamu..., malaikat?"

Celine mengangguk pelan, "Setelah ini, kamu akan melupakanku, dan aku juga akan melupakanmu." Bisiknya lirih dengan sangat pelan. "Kita akan saling...melupakan."

"Mengapa?" Tanya Arville dengan nada yang teramat sedih.

Celine bisa mendengar dari bawah sana, banyak manusia yang menyerukan kata 'malaikat' atau apapun itu yang berhubungan tentang dirinya yang kini sedang membuka sayap dihadapan banyak orang.

Tapi saat ini, dia hanya ingin mendengar suara lelaki dalam pelukannya itu.

"...Karena kita tidak bisa bersama." Balasnya lirih. Pelukannya mengerat, dan sekali lagi dia menangis. Mengenang moment terakhir saat bersama orang ini, permintaannya yang tadi ditolak Arville sebelum kejadian itu di dapatkannya sebagai perpisahan, semuanya sesuai perkataannya. "Kita tidak sama. Maaf sudah hadir di hidupmu, tapi tidak masalah, karena kita akan saling melupakan."

Bahkan disaat-saat terakhir, Celine masih berbohong dengan Arville. Tentu saja Arville akan melupakannya, tapi tidak untuk Celine. Celine hanya tidak ingin Arville mengkhawatirkannya, meski hanya sejenak.

Karena, ini terakhir kalinya.

Terakhir kalinya.

Begitu mereka mendarat, ribuan malaikat pengawas datang untuk mencabut ingatan satu persatu orang yang menyaksikannya. Meskipun yang datang belum terlalu ramai, tapi tetap saja, jumlahnya sangat banyak.

Langit-langit berubah gelap, dan para malaikat ingatan mengucapkan kata-kata yang sama dan serampak seperti saat mereka mencabut ingatan Kayla dulu. "Kenangan adalah hal yang terindah bagi manusia. Tapi maaf, aku harus mencabut ingatannya demi keseimbangan dunia ini."

Celine melepaskan Arville saat itu juga. Tanpa berani menatap wajahnya, Celine terbang menjauh dari sana, dan bersembunyi sampai semuanya selesai. Celine tahu, saat kembali nanti, semuanya sudah akan melupakannya.

Semua kenangan itu, semua kejadian itu, semua masa-masa itu.

Semuanya.

Dan sekali lagi, Celine menangisi apa yang telah terjadi.

.

.

.

Siang itu, acara pelepasan siswa-siswi SMP berlangsung khidmat. Celine tetap mengikuti acara itu, meski saat penyebutan nama, semua orang kebingungan dengan kehadiran Celine. Semuanya merasa tak pernah mengenal Celine, bahkan guru-guru sekalipun. Tapi apa daya, data sekolah mereka menunjukan bahwa Celine bersekolah disana dengan nilai dan hasil yang sah.

Sepanjang waktu saat hendak pulang, Celine mendapat tatapan yang aneh dari seluruh anggota keluarganya.

Saat itu juga, Celine bahkan merasa bahwa langit juga tak berpihak padanya hari ini, karena hujan tiba-tiba terjadi, dan tak bisa dihindari oleh mereka semua.

Sama seperti takdirnya yang tak bisa ia hindari.

Hari itu, Celine merasa kehilangan segalanya.

***TBC***

26 Oktober 2016, Rabu.

A.N

Update kilat [2/2] karena pas saya baca ulang, saya nyadar kalau dua chapter ini memiliki TBC yang berurutan, dan saya gamau kalian nunggu kelamaan. Bukan masalah jumlah, tapi masalah keberadaan #lebay #EHE.

Oh ya, yang udah baca sampai sini, silahkan baca ulang PROLOGUE ya. Udah kejadian, tuh.

Bahasanya agak rancu dan menipu yaa? Haha (Bukan 'agak' lagi, tapi 'memang', EHE)

Ada yang nunggu update-an saya di LMP tgl 31 okt nanti? Saya lagi nyelesaiin, nih, ehe.

SA up di November, yak, ehe.

Udah kebanyakan 'ehe' nih, saya tutup ya, buat malam ini.

Selamat malam.

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top