4. Arville dan Ketidaknyamanan-nya

NEXT CHAPTER SAMPAI EPILOG DI PRIVATED! CARA MEMBUKA CHAPTER YANG DIKUNCI, FOLLOW SAYA, LOGOUT. Setelah itu, chapter PASTI terbuka.

Selamat membaca~

*

Yang Celine ingat setelah kejadian itu adalah... dia menjadi pengurus kelas bersama Arville. Sulit baginya untuk menghindar, mengingat dia dan Arville diharuskan mengurus masalah kelas itu bersama-sama.

Saat menjadi pengurus kelas selama setahun itu, Celine tidak pernah datang ke lantai tiga. Tempat itu, tempat kutukan itu...tempat kenangan pertamanya sekaligus kenangan terakhirnya bersama Arville yang lama. Tapi, saat dia masuk ke kelas sebelas di jurusan sosial, Celine memutuskan untuk datang kembali ke lantai tiga.

Bagaimanapun juga, meskipun Celine menganggapnya sebagai tempat yang begitu pahit, tempat itu juga menyisakan banyak kenangan indah. Celine hanya bisa hidup di dalam gelembung-gelembung masa lalu itu—tanpa Arville tentunya.

Dan kejadian itu menjadi pelajaran tersendiri baginya—jangan memulai kenangan yang sama, dengan orang yang sama dan hal yang sama. Karena dia tidak mungkin mau mendapat akhir yang sama.

Berkat kegigihannya, Celine bisa kembali bersahabat dengan Ayu dan Diana. Dia tidak terlalu mementingkan bagaimana kelanjutan pertemanannya dengan Arville lagi. Dia tidak akan pernah ingin berhadapan dengan hal yang sama dengan Arville.

Hanya saja...Celine tahu, masih ada satu hal yang sama dan belum berubah sejak kejadian itu.

Perasaan-nya.

Alea masih berada di sekolah yang sama, dan saat ini berada di kelas sebelas. Alea juga masih mengingat perihal Celine tentang malaikat. Tapi, katanya, dia sudah menyukai pria lain.

Dan pria lain itu...bukan manusia.

Setiap Alea menceritakan curahan hatinya, rasanya ingin sekali Celine mengingatkannya tentang kisah cinta antar dimensi yang berbeda. Sayangnya, hal yang dipikirkannya sejak dulu belum pernah dipertanyakan olehnya.

Apakah Alea ini anak dari Devaryo—sang malaikat kematian?

Apakah Alea... seorang manusia setengah malaikat?

Apapun itu, Celine belum pernah bertanya pada Alea. Lagipula Alea nampaknya tidak terlalu peduli dengan kenyataan itu.

Tapi...

"Celine?" Suara lelaki itu membuat Celine tersadar dari lamunannya. "Kejam sekali kamu. Padahal aku sudah memanggilmu sedaritadi." Lelaki itu menatapnya cemberut.

"Charlos? Kapan kamu datang kemari?" Tanya Celine nampak terkejut.

Setahunya, sedaritadi dia di lantai tiga. Sendirian. Celine tidak bergabung dengan acara mencoret kaos putih yang diminta oleh anak OSIS, padahal dia sudah membawa kaos itu. Hanya kaum adam saja yang memakai kaos-nya dan meminta kaum hawa untuk mencoretnya langsung. Tetapi bagi kaum hawa, sepertinya itu terlalu...memalukan. Bayangkan saja jika ada yang mencoret kaos depan? Itu benar-benar...ah, sudahlah.

Charlos terkekeh, lalu mengandeng gadis itu turun dari lantai tiga. "Kudengar-dengar, kamu lulus kan, hari ini? Turunlah dan bersenang-senang."

Tapi Celine tidak bisa bersenang-senang. Dia terpukul. Tidak ada lagi alasan baginya untuk kembali ke dunia manusia setelah ini. Dan...tidak ada alasan baginya untuk menolak lelaki di depannya.

"Charlos..." Celine mendesah malas. "Buat apa kamu kemari? Bukannya minggu depan sudah pemilihan malaikat maut terkuat? Kamu mau di diskualifikasi karena keseringan mengunjungi dunia manusia tanpa misi?"

Hari ini adalah acara perpisahan angkatan kelas duabelas. Pastinya, Celine naik ke lantai tiga bukan untuk meloncat darisana dan memperlihatkan sayap putihnya lagi. Tadinya, Celine berpikir untuk mengenang semua kejadian yang pernah dia lewati di atas sana.

"Hanya tinggal dua orang dan aku yakin, aku bisa terpilih," Balas Charlos terkekeh pelan. "Ya sudah, aku pulang. Tapi kamu yang semangat ya." Ujar Charlos sambil mengelus rambut gadis itu. "Bye."

"Bye," Balas Celine. Setelah memastikan Charlos telah pergi, diam-diam Celine menghela nafas lega. Entah apa yang dikhawatirkannya.

Charlos tahu tidak ya, kalau aku masih suka dengan Arville?, pikirnya sambil menuruni anak tangga satu persatu. Belum lagi memijak lantai di lantai dua, tiba-tiba seseorang berlari dari bawah dan menabrak Celine.

Kepala Celine mungkin sudah terbentur ke sudut tangga jika tangan orang itu tidak segera melindungi kepalanya.

"Ugh, maaf, kamu tidak apa-apa?"

Lagi-lagi...

"Tidak apa-apa." Jawab Celine datar dan ditepiskannya tangan orang itu dengan sedikit perasaan menyayangkan. Padahal, dia merasa sangat nyaman saat rambutnya tanpa sengaja disentuh orang itu. "Kamu jalan hati-hati, sepertinya sudah beberapa kali kamu hampir menabrakku." Selanjutnya, Celine memalingkan wajahnya saat dilihatnya mata orang itu menatapnya dengan penuh penyesalan.

"Maaf, Celine. Tadi-"

Terdengar suara langkah kaki dari bawah sana yang membuat Arville buru-buru bangkit dan mengoroh sakunya, lalu diraihnya tangan Celine, dibukanya telapak tangannya tanpa kesulitan dan diserahkannya sesuatu dari sakunya. "Maaf ya, Celine. Aku buru-buru. Bye."

Sedetik kemudian, Arville meninggalkan Celine dengan kembali menaiki tangga dengan langkah lebar. Celine yang masih mematung itu akhirnya disadarkan oleh suara para gadis yang baru saja naik dari bawah sana. Mereka semua nampak ngos-ngosan kelelahan.

"Cepat sekali larinya..." Gumam seorang gadis yang mengikat kaos putih itu di pinggangnya. Celine bisa melihat tanda tangan dan coretan di kaos itu sudah hampir penuh.

"...Arville terlalu pemalu orangnya. Salah lo sih, lo mana boleh bilang ke dia kalau lo mau ngasih kiss di kaosnya tadi!"

Celine bergidik, dia masih duduk di tangga. Lalu meringis dalam hati saat membayangkan bagaimana reaksi Arville tadi. Panik sekali anak itu. Pantas saja.

"Tapi tadi pas aku bilang ke anak-anak basket, mereka oke-oke saja, tuh." Balas gadis itu dengan sedikit acuh. Celine bisa melihat gadis itu memegang lipstik di tangan kanannya, dan juga bibirnya yang sudah sangat merah. Mungkin karena sudah diberi lipstik entah ke berapa kalinya.

"Eh, Cel, lo liat Arville nggak?" Tegur salah satu gadis disana. Celine tidak mengetahui namanya, tapi wajahnya tampak tidak asing di ingatannya.

Dan dengan yakinnya Celine menggeleng cepat. "Aku baru disini."

Lalu, tanpa basa-basi mereka berlari ke lurus, bersiap menjelajahi lantai dua. Celine hanya bisa menggeleng pelan dan bergumam tak jelas. Yang jelas, apa yang digumamnya itu berhubungan dengan aksi nekat gadis tadi.

Celine bangkit dari duduknya, lalu mengantungkan kaos putihnya yang masih bersih di bahunya. Tangannya sedaritadi mengenggam sesuatu yang Arville berikan tadi. Sambil bertanya-tanya, dibukanya telapak tangannya.

Permen rasa caramel.

*

Sudah sore, dan kaos Celine yang tadinya putih pun mulai penuh karena di tanda tangani oleh anak-anak olahragawan yang sering terluka dan diobati oleh Celine. Ayu dan Diana pun sama, meskipun keduanya mengaku bahwa mereka sama sekali tak mengenal orang-orang yang meminta tanda tangan mereka tadi.

Latihan pelepasan sudah selesai, dan semuanya sudah berjalan keluar dari gerbang. Celine berpikir untuk melihat gedung sekolah untuk terakhir kalinya.

Tapi, detakan jantungnya seolah berhenti saat dia melihat lantai tiga.

Oh, astaga.

Tanpa ragu, Celine berlari masuk ke dalam gedung kembali. Dia tidak menyangka akan melihat kejadian yang sama seperti hati itu. Bukan, bukan saat Arville terlihat berbicara dengan seorang malaikat maut sebelum akhirnya dia ditarik dan membuatnya mengantung disana. Bukan.

Arville berdiri di depan balkon lantai tiga. Tapi...ada seorang malaikat maut disampingnya.

Kejadian yang sama adalah...Arville dilantai tiga, di depan balkon bersama dengan seorang lelaki bersayap hitam.

Antara malaikat kematian atau malaikat maut.

Celine yang ketakutan pun memutuskan untuk mempercepat langkahnya. Siapapun malaikat yang bersama Arville, itu benar-benar bukan hal yang diinginkannya. Apalagi malaikat bersayapkan hitam.

Jangan buat mimpi buruk itu datang lagi.

"A-Arville?!" Celine berseru ketika sampai di lantai tiga. Tidak didapatinya malaikat maut lagi disana, hanya ada Arville yang kini menolehnya terkejut dan bingung.

"Celine? Ada apa? Belum pulang?"

Celine tahu, seharusnya dia lega karena di hari terakhirnya ini, dia masih bisa melihat Arville baik-baik saja. Dia ingat dengan perjanjiannya dengan para malaikat keseimbangan, bahwa selama dia kembali ke dunia malaikat, Arville harus baik-baik saja.

"Belum," Jawab Celine sedikit ngos-ngosan. Saat melihat di sekitar sana, tidak ada satupun keberadaan benda-benda yang mirip dengan sosok malaikat tadi. Tapi Celine yakin dia tak salah melihatnya. Malaikat tadi pasti ada.

Diperhatikannya lelaki itu tersenyum lebar, lalu memberikan spidol kepadanya. "Nah. Tanda tangan?"

Celine melihat kaos putih Arville masih bersih seperti saat tadi mereka bertabrakan tadi. Celine pikir, tak seharusnya anak populer seperti Arville malah tidak mendapatkan tanda tangan. Mungkin Arville bersembunyi sedaritadi karena gadis yang katanya ingin memberikan tanda kiss di kaosnya itu.

Ah, gadis itu membuat Celine geram sendiri.

"Kamu orang pertama dan terakhir," Arville terkekeh saat Celine mengambil spidolnya. "Aku tidak sempat memintanya pada siapapun."

"Iya, aku tahu," Jawab Celine dengan suara kecil. "Di mana, aku harus menggambar?"

"Kamu berniat menggambar?" Tanya Arville memincingkan matanya. "Oke deh, boleh." Jawab Arville sambil tersenyum, membuat Celine hampir saja kehilangan jiwanya karena terlalu senang.

Begitu Arville duduk di lantai dan membelakangi Celine, Celine langsung memberikan tanda tangannya di kedua bagian bahu Arville.

"Mengapa di bahu?" Tanya Arville terdengar penasaran.

"Biar aku bisa menggambar puas-puas di belakang." Jawab Celine sambil menahan senyumnya.

Tidak akan ada yang tahu seberapa bahagianya gadis itu saat ini. Celine menahan diri agar jangan sampai kelepasan membuka sayapnya dan melepaskan bulu-bulu sayapnya dengan bebas. Jangan sampai itu membuat Arville melupakannya untuk yang kedua kalinya. Jangan saja. Celine tidak mau dilupakan meskipun nantinya dia tidak akan kembali lagi ke dunia manusia.

Arville hanya mengangguk perlahan, lalu membiarkan Celine mulai mencoret-coret bagian belakang kaosnya. Ada sedikit rasa geli pada punggungnya saat Celine mencoretinya dengan cepat, hingga itu membuat punggungnya tegak lurus beberapa kali karena kegelian.

"Jadi, nanti kamu kuliah dimana?" Tanya Arville, yang hanya dibalas oleh keheningan saja. Celine tidak membalas, hanya diam dan mulai fokus menggambar sebuah sayap kiri dipunggungnya.

Seandainya, kamu adalah malaikat...

Celine menggambar sayap kanan untuk melengkapi sayap di kaos putihnya.

Aku pasti sangat bahagia.

"Celine?" Tegur Arville yang membuatnya tersadar dari pikirannya.

Celine terdengar gagap saat hendak menjawab. "A-da apa?"

Arville pun akhirnya diam, tidak jadi mempertanyakan perihal kuliah tadi. "A-aku ingin bertanya sesuatu, aku ingin kamu jujur saat menjawabnya. Dan, tolong jangan marah dengan pertanyaanku."

Celine berpikir sejenak, lalu akhirnya menjawab. "Ya, aku tidak akan marah."

"Apa..., kamu nyaman bersamaku?"

Sangaaat, malah. Baiklah, mungkin itu jawaban terbodoh yang tiba-tiba saja terpikir di benaknya saat itu.

Celine tidak tahu Arville kemasukan jiwa darimana sampai tiba-tiba bertanya tentang itu. Tapi melihat aura putihnya yang tidak pernah berubah itu, Celine yakin bahwa lelaki di depannya itu masih Arville dan benar-benar Arville.

"Kenapa kamu bertanya begitu?" Tanya Celine dengan suara yang hampir tak terdengar.

"Karena aku merasa tidak nyaman denganmu."

Jawaban Arville sukses membuat tubuh gadis itu menegang.

Tidak apa-apa, Cel, tidak apa-apa, pikirnya sambil mencoba menenangkan diri dalam hati. Hari ini hari terakhir kalian bertemu, akan mudah bagimu untuk melupakannya setelah dia mengatakan hal-hal yang menyakitkanmu. Ya, itu pasti.

"Begitu?" Tanya Celine mencoba tegar. Apapun kata-kata yang akan dibalas Arville nanti, Celine harus siap. Celine sudah mempersiapkan dirinya agar jangan terlalu tenggelam memikirkan keadaannya nanti, dia sudah siap dengan semua jawaban yang akan Arville berikan padanya nanti.

Arville membalikkan setengah kepalanya, mata coklat lelaki itu menatapnya dari sudut matanya. Arville menjawab. Dan apa yang dijawabnya, berhasil membuat Celine membatu di tempatnya. Jawabannya itu, jawaban yang tidak akan pernah dilupakan oleh Celine seumur hidupnya.

"Aku merasa tidak nyaman..., saat kamu memintaku melupakanmu waktu itu."

Itu menjawab semuanya.

***TBC***

18 Desember 2016, Minggu.

A.N

Air Train saya pass dulu karena lagi ngetik chapter terakhir, dan juga saya lagi mikirin epilognya. DN akan diusahakan secepat mungkin agar Aqua World cepat-cepat lahir.

Saya repost LMP setiap hari, 4 chapter/hari, SA saya up tanggal 23 Desember.

Ada pertanyaan lain?

Oh ya! Bagaimana TLM hari ini? Saya aja udah lupa lho sama chapter-chapternya hihi. Ada yang kangen Arville-Celine? Dan rupanya Arville ngga ngelupain Celine, sodara-sodara.

Tanda-tanda happy ending? Lol, belum tentu. Jangan kejebak #PLAK!

Really big loves, Cindyana H

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top