[-32]. Arville dan Pertaruhan
Celine tersenyum saat melihat Arville mengangkat kepalanya dari lapangan lantai bawah sana. Tadi, Arville mengatakan bahwa dia akan memenangkan pertandingan futsal dengan bertanding melawan anak SMA.
Ini seperti pertaruhan.
Jika team futsal SMP memenangkan pertandingan, maka akan dibuat jadwal dimana antara SMP dan SMA menggunakan lapangan futsal itu secara bergantian. Tapi ..., jika team futsal SMA yang memenangkan pertandingan ..., maka mereka akan menguasai lapangan. Dan team futsal SMP tidak boleh mengirim complain kepada kepala sekolah atau guru olahraga mereka.
Terdengar tidak adil?
Itulah yang dipikirkan oleh Celine tadi pagi. Namun Arville menepis prasangka buruk Celine mengenai anak SMA yang dikiranya egois itu.
"Tidak juga, aku malah ngerasa ini adalah tantangan buat team futsal. Bermain futsal tidak melihat fisik dari tinggi badan seperti basket, kan? Uhm, sebenarnya permainan basket-pun tidak memperhatikan itu. Intinya fisik tidak berpengaruh. Bagi kami para lelaki, ini pertandingan yang fair dan sudah cukup adil. Yang penting jumlah pemainnya sama, mereka tidak berlebih. Itu sudah cukup adil."
Dasar orang baik, gerutu Celine dalam hati.
Kalau saja Celine yang berada di posisi Arville, Celine tidak akan tinggal diam meratapi nasib seperti yang dilakukan team futsal SMP.
"Kami tidak diam seperti yang kamu katakan." Lagi-lagi suara Arville kembali diingat oleh Celine. Dia berdengus setiap mengingat debat mereka kemarin. "Justru inilah yang namanya perlawanan."
Celine menunduk, tersenyum tipis saat melihat Arville yang melambaikan tangannya ke arahnya dengan semangat dan antusias.
"Dasar aneh," gumamnya sambil tersenyum mengejek.
Kening Celine tiba-tiba saja mengerut saat dilihatnya seorang lelaki menghampiri Arville, dari tinggi badan mereka yang tidak sebanding, Celine tahu bahwa orang yang datang adalah anak SMA. Mereka tampak membincangkan sesuatu yang serius, membuat Celine berusaha keras menajamkan telinganya, mencoba mendengar perbincangan mereka.
"Siap-siap kalah saja, dasar nekad."
Apa-apaan orang itu?! Jahat sekali.
"Apa kau punya kemampuan melihat masa depan? Pertandingan bahkan belum dimulai." Balas Arville dengan nada mengejek.
"Tanpa perlu dimainkanpun, seorang Kakek buta bisa tahu siapa yang akan memenangkan pertandingan ini."
Kalau saja Celine duduk di tribun di bawah sana, Celine tidak akan segan-segan melempar sepatunya ke arah lelaki sombong dan sok itu. Arville nampaknya mengubris lelaki itu dengan santainya, bahkan saat terlihat lelaki itu memegang rambut Arville, Arville hanya diam menatapnya datar.
"Kalau begitu, selamat lelah."
Celine menghela nafas kasar saat dilihatnya Arville hanya diam dan tidak membalas perkataan lelaki itu. Dia tidak tahu apa sebenarnya yang dipikirkan lelaki itu. Lelaki itu terlalu baik hati, menurutnya.
Bayangkan saja, tiga hari yang lalu ada seekor burung merpati yang nyasar masuk ke dalam gedung sekolah di lantai tiga. Entah bagaimana, salah satu sayap burung itu terlihat terluka saat mereka menemukannya. Lalu, entah bagaimana bisa, Arville mengeluarkan beberapa alat dari sakunya dan mengobati burung itu.
Setelah obrolan ringan, Celine baru tahu kalau ternyata Arville tertarik dengan dunia kedokteran untuk para fauna.
Kemarin, burung itu sudah hilang begitu mereka mencari keberadaannya ditempatnya. Kata Arville, burung itu masih ada tadi pagi. Tapi mungkin burung itu sudah terbang.
Arville mengatakan bahwa, dia lega, setidaknya burung itu tidak mati dan terluka. Saat Celine iseng mengatakan bahwa kemungkinan burung itu dimakan oleh kucing liar, Arville jelas khawatir wajahnya, membuat Celine ingin menertawakannya.
Tentu saja tidak. Celine sudah mencari keberadaannya kemarin dengan bantuan kekuatannya, dan burung itu masih hidup dan sudah kembali ke sarang lamanya.
Kembali lagi ke bawah sana, Arville berjalan mendekati team futsalnya dan disapa oleh Vino dengan penuh tanda tanya.
"Itu tadi lo sama Gernald ngomong apa? Akrab banget."
Arville nampak berdengus tidak suka. "Sudahlah, jangan omongin itu. Kami berdua tidak akrab, dia yang sok akrab."
Peluit dibunyikan, tanda mereka berkumpul ditengah lapangan. Celine dapat melihat jelas perbedaan jauh mereka semua. Hal yang mencolok adalah di tinggi, postur badan mereka dan pakaian futsal mereka.
"Aturannya simple. Dalam satu ronde yang terdiri dari tigapuluh menit, team mana yang mencetak gol terbanyaklah yang akan menjadi pemenang."
Mereka semua mengangguk menyetujui aturan. Keduanya team memencar saat terdengar suara peluit yang lain. Susunan pemain dan stategi main tampaknya sudah direncanakan kedua pihak dengan baik.
Mereka nampaknya akan bermain secara fair, seperti yang dikatakan Arville tadi pagi.
Oh, atau mungkin ..., tidak?
Celine nampak kesal saat dilihatnya para kakak kelas SMA tidak bermain dengan serius dan malah terkesan meremehkan terang-terangan. Sementara para team futsal SMP bermain seperti biasa, entahlah mereka menyadari tentang hal itu atau tidak. Yang jelas, Celine terganggu.
Lelaki bernomer punggung tigabelas sering kali menguasai bola, membuat Celine tersenyum juga disaat dia juga sedang kesal berat disaat bersamaan.
Kelihatannya Arville tidak berbohong saat dia mengatakan bahwa dia menyukai futsal.
Celine selalu menganggap manusia konyol saat terkadang akan ada perselisihan setelah perjanjian selesai. Manusia memang konyol, entah bagaimana mereka bisa mengait-ngaitkan satu masalah dengan masalah yang lain. Dan lihat saja pertandingan futsal-olahraga dimana orang-orang berlomba-lomba mendapatkan bola, namun begitu di depan mata, bola itu malah ditendang.
Entah mengapa Celine bisa yakin, nampaknya setelah pertandingan ini selesai, akan ada kesenjangan baru antara team futsal SMP dan SMA.
Pertandingan baru mulai serius saat team futsal SMP sudah mencetak dua gol. Para murid SMA kalang kabut dan panik, menyadari waktu tinggal limabelas menit lagi. Tapi mereka tetap optimis dan yakin dapat mengejar keterlambatan.
Dan mereka benar. Sisa lima menit terakhir mereka sudah melakukannya. Skor seri.
"Sudah kubilang kalian terlalu cepat dua tahun untuk mengalahkan kami, dasar ingusan." Ucap Genald ke Arville disela-sela perebutan bola.
Celine jadi emosi sendiri mendengarnya. Bola yang tengah digiring oleh Genald tiba-tiba saja meluncur lurus ke atas dengan kecepatan tinggi. Ketinggiannya pun tidak dikatakan main-main saat sudah melewati ketinggian sekolah mereka, membuat para pemain futsal di bawah sana kebingungan setengah mati.
Mereka semua menatap Genald dengan tatapan bagaimana-kau-melakukannya? sedangkan Genald sendiri memasang wajah kaget, mulutnya melongo menatap ke atas. Dia yakin persis dia sama sekali tidak menendang bola ke atas. Apalagi kekuatan tendangannya ..., sepertinya tidak kuat sampai-sampai melewati ketinggian gedung sekolah.
Celine yang tersadar bahwa dia tak sengaja mengeluarkan kekuatannya pun segera menarik dan melepaskan nafas, mencoba menenangkan diri. Dalam hati dia merasa bersalah juga sudah menjeda permainan sampai semenit lebih.
Tampaknya orang yang menghitung waktupun tidak mematikan stopwatch-nya saking kagetnya.
Bola itu terjatuh perlahan, tepat di bawah Vino. Vino yang saat itu berada di dekat gawang menyadari peluang untuk memasukan bola. Maka segeralah dia menyundul bola itu dengan kepalanya.
"GOOOLLL!" Anak-anak SMP yang ada di tribun berseru heboh.
Sisa waktu tinggal dua menit, para anak SMA sepertinya sudah terlalu panik sampai beberapa kali melanggar peraturan demi membuat gol. Skor sudah tidak seri, 3-2 untuk SMP.
Mereka beberapa kali 'bermain kekerasan' atau mencoba 'menyingkirkan tubuh lawan dengan adu kekuatan'. Tidak ada wasit dalam permainan ini, membuat gerak bebas mereka semakin banyak saja.
Diam-diam Celine merasa cemas, entah perasaan waswas apa yang tengah dipikirkannya. Mungkin dia harus membuat bola itu melambung tinggi sekali lagi, itu yang dipikirkannya.
Rupanya perasaan waswas yang dipikirkan Celine memanglah akurat dan tepat, sebab lima detik begitu dia merasakannya, tiba-tiba saja tubuh Arville sudah berguling-guling di tengah lapangan begitu dia melihatnya.
"Woi, jangan main kasar dong! Katanya udah dewasa, kok sportif aja gabisa sih?!" Dony yang duluan mengumpat pada kakak kelas yang dengan sengaja mendorong pundak Arville dan mencekal kakinya.
Genald dan Vino yang tengah berebut bola berhenti seketika. Wajah Genald tampak memerah karena kelelahan. Celine sudah berlari turun sejak teriakkan yang dilakukan oleh Dony tadi.
"Diam lo! Masih kecil gausah sok menggurui!" Balas kakak kelas tadi dengan berapi-api.
"Gabisa membedakan menggurui dan protes-kah? Katanya udah besar, katanya udah pintar? Cuman mulut saja yang pandai bercakap, ya?" Dony bertanya dengan pedas, membuat para penonton bersorak-sorak dengan ucapan Dony yang selalu terdengar menohok tepat di hati itu. Buktinya, emosi kakak kelas itu kini sukses terpancing.
"Jangan sok pintar!" Serunya yang kemudian ditahan oleh Genald.
Genald menatapnya datar dan dingin. "Jangan terpancing dengan kata-katanya, dia cuman manas-manasi lo."
"Ville, lo gapapa?" Tanya Leon ke Arville yang tengah dikerubungi oleh para timnya di tengah lapangan.
Arville dalam kondisi duduk dan menggerak-gerakan bahu dan kakinya. "Hm, gapapa." Balasnya. "Sudahlah, jangan berdebat lagi. Gue gapapa kok."
Kakak kelas tadi menatap Dony dengan tatapan menuduh, sedangan Dony membalas tatapannya itu dengan tatapan menyalahkan.
Peluit dibunyikan oleh lelaki SMA yang menghitung waktu, tanda permainan sudah berakhir. Permainan dimenangkan oleh team futsal SMP, semuanya bersorak bahagia merayakan kemenangan mereka.
Disaat itulah Celine sampai di lantai dasar dengan keadaan ngos-ngosan. Matanya bergerak liar mencari keberadaan Arville, dan akhirnya dia tersenyum saat melihat Arville sedang meminum minuman isotonik yang dibelinya sebelum pertandingan tadi.
Untunglah dia tidak apa-apa, pikir Celine menghela nafas lega. Detik berikutnya, saat matanya menelusuri kaki lelaki itu, barulah matanya terbelalak menyadari sesuatu yang janggal.
Celine segera berlari di lapangan dan menarik tangan Arville agar menjauh dari lapangan. Namun dia cukup kesulitan saat Arville bermalas-malasan dan menurutinya meski tampak enggan. Perhatian para pemain futsal SMP pun teralihkan begitu mereka melihat Celine menarik tangan kanan Arville.
"Woi, pacaran juga, jangan di depan para jomblo, dong!" Seru Dony dan Leon, membuat seisi team itu tergelak dan terdengar protes bersamaan.
Celine yang awalnya menarik Arville pun melepaskan tangannya dan nampak salah tingkah. Dia tidak pernah menyangka orang-orang akan mengejek mereka berdua seperti itu. Sedangkan Arville hanya menanggapi ejekan mereka dengan senyuman di bibirnya.
"Ada apa sih, narik-narik?" Tanya Arville pada akhirnya, begitu mereka sudah tidak lagi berada di area lapangan.
Celine melirik lengan kanan Arville, lalu menaikan lengan baju Arville ke atas. Matanya melotot saat melihat hampir di bagian bahunya itu.
"Ini harus segera di obati!"
Arville mengernyit bingung, lalu memperhatikan lengan kanannya yang tampak biasa saja. Tidak ada bekas kemerahan atau darah disana. Tetapi Celine bereaksi seperti macam menemukan luka yang besar di bagian itu.
"Kakimu juga. Ayo, bisa jalan nggak?"
Arville menaikan alisnya kebingungan, sangat. Bagaimana mungkin tidak? Celine bisa menebak bagian tubuhnya yang terluka dari dalam, meskipun bagian tubuh itu tak meninggalkan jejak biru kehijauan atau kemerahan.
Bagaimana bisa?
"Kamu ngomong apaan sih? Aku nggak sakit kok." Elak Arville dan dengan sengajanya dia memutar-mutar tangan kanannya, menendang-nendang udara dengan kakinya.
Celine bukannya tenang malah makin panik saat Arville melakukan itu. "Udah? Udah ya. Ayo kita ke UKS."
Arville masih kerasa kepala dan membantah bahwa tubuhnya tidak sakit, sampai akhirnya membuat Celine menggeram dan gadis itu dengan sengajanya meletakan tangannya di bahu lelaki itu dan meremasnya pelan.
"Aaw! Cel, Cel! Pelan-pelan Cel!" Keluh Arville meringis menahan sakit.
Alis Celine mengerut. "Makanya, kalau dibilangin yah denger." Celine menarik baju futsal Arville di baju bagian lengannya. "Ayo, kuanterin ke UKS."
***TBC***
11 Juli 2016, Senin
A.N
[2/2 FLASH UPDATE TONIGHT!]
Jarang-jarang lho saya rajin begini, kesambet apaan ya xD
CINDYANA H
*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top