[-25]. Arville dan Kotak Bekal

Sungguh lega rasanya melihat Celine duduk di tempat khusus untuk penjaga perpustakaan—Arville mengakui itu.

Setelah beberapa bulan dilanda cemas yang berlebihan, akhirnya kemarin Celine mengatakan padanya bahwa dia berhenti menjadi pengurus kebun, tetapi menjadi penjaga perpustakaan. Arville yang mendengar itu pun sama sekali tidak membantah.

Arville tahu bahwa ada banyak penjaga perpustakaan dari berbagai tingkatan kelas, dia yakin Celine tidak akan kecapekan dan pastinya bisa pulang lebih awal daripada menjadi pengurus kebun. Apalagi, Celine mengatakan bahwa dia hanya akan menjadi penjaga di hari rabu saat istirahat pertama saja.

Kalau rasa lega bisa menghembuskan api, Arville yakin seluruh isi sekolah ini sudah hangus terbakar sejak tadi pagi.

"Lalu ...," Celine menatap Arville dengan tatapan datar. "Kamu ngapain disini?"

"Mau baca buku dong, kan aku pernah bilang kalau aku suka buku." Arville terkekeh.

"Setahuku kamu nggak pernah datang di perpustakaan kalau jam istirahat." Celine mengatakan itu sambil menyipitkan matanya. "Apalagi hari rabu itu kan ...,"

"Oke, oke, Cel. Aku kesepian di atas sendirian." Arville menyatukan jarak meja dengan keningnya, mencoba menyembunyikan rasa malu—walau sia-sia saja, sebab Celine sudah terlanjur tahu tentang 'manja'nya lelaki itu. "Aku nggak bakal ribut kok di perpustakaan. Cuman hari rabu saja, aku beneran baca buku, janji."

"Padahal kukira cuman hari rabu aku bisa bebas darimu." Celine memutar bola matanya jengkel. Arville pura-pura merajuk, meski tahu bahwa Celine hanya bercanda saja. "Oke, tapi jangan ajak aku bicara ya, selama di perpus?"

"Kok gitu?"

Celine minder. Celine bukan orang yang tak tahu bahwa Arville termasuk lelaki yang dikenal semua orang. Selain tidak ingin menjadi bahan pembicaraan, Celine juga tidak ingin Arville terkena dampaknya. Bagaimana kalau Arville dikatain hal yang tidak-tidak?

"Cuman sekali juga," Balas Celine sambil memalingkan muka.

Arville pun akhirnya mengangguk saat melihat Celine nampak gelisah. "Oke. Hanya selama di perpus."

Sedikit banyak Celine dapat menangkap kekecewaan dari tatapan Arville.

*

"Ville, ikutan yok."

Arville meratapi Dony yang kini tengah menendang botol kosong layaknya menendang bola. Saat ini mereka sedang masuk pelajaran Bahasa Inggris, dan entah bagaimana bisa Miss Ema malah tidak masuk hari ini. Arville masih ingat bagaimana kerasnya usahanya mengerjakan tugas itu semalaman, sampai-sampai dia ditegur oleh Ibunya.

Berbeda dengan Arville, semua murid di sana bersorak dengan volume tertahan, mereka tidak ingin gara-gara sorakan keras mereka terdengar sampai luar, malah ada guru pengganti yang masuk dan membuat PR tambahan.

"Gue nggak ikutan deh," Arville tiduran malas di lengannya.

Sontak saja botol kosong itu terjatuh di atas keramik kelas, hal itu membuat Arville mengangkat sebelah alisnya bingung. Masak iya botol itu bisa nggak kena di Dony?

"Arville, lo kenapa sih, galau ya?" Tanya Dony dengan cengiran yang sontak membuat seisi kelas tertuju padanya, tak terkecuali Diana yang saat itu sedang menggambar di halaman belakang buku catatannya.

"Whaa, Arville?" Beberapa orang terkikik geli, ada pula yang mulai menggoda Arville. "Kenapa Ville? Alea ya?"

Arville tak berkata apa-apa, kepalanya bahkan tidak diangkatnya meskipun kini teman-temannya sudah mengerubunginya ingin tahu.

"Kasihan tahu, Alea-nya. Tiap hari dia buatin bekal buat lo, tapi bekalnya selalu lo kasih ke Leon singa itu." Decak Dony yang pastinya didengar oleh semua orang disana.

"Dia selalu taro daging sih, di bekalnya. Lagipula Leon yang langsung ambil, bukan gue yang kasih." Arville membela dirinya.

"Lo sih, kekurusan kayak cacingan aja. Lagipula lo sendiri yang nggak kasih tahu Alea kalau lo vegan." Vino ikut menyudutkan Arville dari belakang.

"Kan gue udah bilang ke Alea-nya, nggak usah repot-repot." Arville menghela nafasnya.

"Lo sih, terlalu baik sampai Alea-nya ke-lem sama lo. Makanya kalo mau baik itu, mikir-mikir dulu. Pemikiran cewek kan selalu berbeda sama kita."

"Hei, hei. Kalian para cowok yang berkelakuan dan bermulut manis tiba-tiba, jangan menyalahkan kami!" Qwen—cewek paling nge-hits di 8-2 pun membuka suara, dibalas oleh para cewek lain di 8-2.

"Betul tuh!"

Arville menggelengkan kepalanya dan menutup telinganya, dia tahu bahwa adu mulut akan segera di mulai, dan baru akan selesai jika ada guru yang masuk atau bel tiba-tiba berbunyi. Entah baru berapa lama lagi perdebatan konyol itu akan berakhir.

*

Aleana Dwitariya, cewek kelas tujuh yang terang-terangan mendekati Arville sejak hari pertama masuk SMP. Sungguh, Arville tak habis pikir. Usia Alea kira-kira baru duabelas tahun, kan? Mengapa buru-buru begitu?

Pagi-pagi Alea akan menaruh kotak bekal di lokernya, dan entah sudah berapa kali Arville memintanya berhenti saja—tentu saja karena dia tidak memakan makanan itu—dan dianggap angin lalu oleh Alea. Apalagi setiap hari bekalnya selalu habis, membuat Alea makin tak ingin menghentikan tekadnya untuk mencari perhatian Arville.

Biasanya Leon akan menghabiskan bekalnya dan menaruhnya di loker Arville. Saat pulang nanti, Alea pasti akan datang membawa kotak bekalnya. Setiap hari, berulang-ulang entah sudah keberapa kalinya.

Arville sampai berpikir sesekali dia harus menyembunyikan kotak bekal itu agar jangan sampai diambil Leon dan membiarkannya begitu saja.

Tapi ..., Arville anak yang nggak tegaan.

Jadi dia tidak mungkin melakukan itu.

Hari ini, sangat kebetulan sekali saat Leon tengah memasukan kotak bekal itu dan Alea juga kebetulan ingin mengambil kotak bekal itu. Leon yang menyadari bahwa Alea telah melihatnya itu pun hanya bisa membatu.

Sedetik kemudian, dia nyengir bodoh. "Hehehe, bekalnya enak."

Dan Arville yang berada di area sekitar sana, terperanjat saat mendengar suara seruan Alea ke Leon. Saat menemukan keberadaan mereka, Arville bisa melihat semua mata kini tertuju ke mereka. Arville mengernyit, sepertinya dia harus bersembunyi disana sampai Alea tak terlihat—atau mungkin dia harus mencari jalan keluar yang lain hari ini.

Tapi rencananya untuk 'tidak lewat' pun batal saat mata Alea menemukannya tengah menatap mereka cengo. "Kak Arville!" Arville pun mau tak mau melangkah ke sana, sebelum pada akhirnya Alea kembali mengomeli Leon. "Kenapa Kakak malah ngasih bekalnya ke Leon?!"

Arville dan Leon seperti tengah bertelepati lewat tatapan.

'Lo kenal dia, Yon?'

"Sepupu gue," Jawab Leon lewat glestur mulutnya.

"Kaak,"

Arville yang kebetulan melihat Celine lewat pun segera melangkah menuju Celine buru-buru dan tertawa masam saat Celine mengerutkan keningnya bingung. "Alea, Leon, gue balik dulu yaa, mau nganterin Celine."

Sontak mata Alea, Leon, Celine dan semua mata yang sedaritadi memperhatikan mereka terbelalak. Celine menatap Arville horror, apalagi Arville tiba-tiba saja merangkul bahunya seolah mereka sudah seperti sahabat yang dekat. Yah, meski mereka memang teman dekat.

"Yuk, Cel. Sampai persimpangan rumahmu." Arville mengajak Celine menjauhi tempat itu dengan sedikit dorongan. Celine bisa saja menahannya, tapi tidak dilakukannya karena kebingungannya yang amat besar, setahunya, dia dan Arville tidak janjian pulang bersama hari ini.

Dan mereka berdua meninggalkan Leon, Alea dan semua pasang mata yang masih saja menatap kepergian mereka tak percaya.

***TBC***

24 Juli 2016, Minggu.

A.N: -


CINDYANA

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top