[-2]. Celine dan Aleana
Ayah pulang.
Yang dapat Celine pikirkan saat ini hanyalah...memohon ampun dari Ayahnya.
Tapi...,
"Kata Ayah, Ayah masih belum ingin ketemu kamu." Dyne menerangkan begitu keluar dari kamar Ayahnya, membuat bahu Celine langsung melemas begitu mendengarnya. "Tapi kamu masuk saja, aku sudah pasang tirai untuk menghalangi wajah kalian."
Celine menurut. Lebih baik berbicara tanpa bertatap wajah daripada tidak sama sekali. Dalam dunia malaikat, tradisi ini dilakukan untuk mendeteksi kejujuran—hanya dengan suaranya saja. Sedangkan jika hanya bertatap wajah, itu untuk mendeteksi kebohongan.
Celine duduk di kursi yang ada ditengah-tengah ruangan. Ruangan Ayahnya tampak berbeda ketika semua sisi kiri-kanannya tertutup oleh tirai. Terakhir Celine melihat keadaan seperti ini adalah saat dia masih berusia sepuluh tahun dan Charlos menantang Ayahnya untuk melakukan deteksi kejujuran. Deteksi kejujuran tentang Charlos yang akan menjaga Celine dengan sepenuh hati. Meskipun Ayahnya tahu tentang ketulusan hati Charlos, tapi Ayahnya tetap bersikap netral—keputusan tetap ada di tangan Celine.
Dalam hening yang terasa mencekam, Celine bisa mendengar helaan nafas Ayahnya dari tirai putih yang ada di depannya. Celine sadar tak sadar pun merasa gugup seketika, ada semacam rasa salut ke Charlos saat dia berhasil menyelesaikan deteksi kejujuran dengan nilai sempurna dulu.
"Celine..."
Celine memutuskan untuk menjawab, meskipun gugup. "Ya, Ayah?"
"Siapa lelaki itu?"
Rupanya, dugaannya memang benar—atau mungkin Celine harus mengatakan bahwa rata-rata orang selalu mempertanyakan tentang Arville, sampai-sampai Celine tak perlu menebak-nebak lagi apa yang ingin mereka bicarakan.
"Namanya Arville, dia..., teman sekelas Celine..."
"Hanya teman?"
Celine terbungkam untuk beberapa saat, lalu meyakinkan dirinya untuk menjawab dari apa yang dipikirkannya selama ini. "Kami hanya teman. Tapi Celine...punya perasaan kepadanya."
"...Kamu mencintai manusia?"
"Hanya Arville." Balasnya singkat. Celine merasakan keheningan kembali begitu dia mengucapkan itu. "Ayah?"
"Lalu, kamu berencana untuk meninggalkan dunia malaikat dan mencari cara agar menjadi manusia?" Tanya Ayahnya dengan nada tertahan.
"Tidak, Yah." Sanggah Celine dengan cepat. "Aku tidak ingin meninggalkan kalian, jadi aku tidak mungkin menjadi manusia. Aku menyukai Arville, tapi aku tahu tidak semua cerita harus berakhir bahagia, apalagi kisah seperti ini. Celine janji akan...melupakan Arville dalam waktu dekat, Celine tidak akan meminta kenangan itu kembali, karena Celine sudah berjanji tak akan menyesali apapun. Arville sudah selamat, dan hanya itu yang Celine mau."
"Deteksi kejujuran tidak terasa," Balas Ayahnya sambil menghela nafas, membuat Celine membeku di tempatnya. "Kamu anak Ayah. Ayah tahu apa yang kamu inginkan. Ayah tahu, bukan itu yang kamu inginkan. Ayah melihat langsung bagaimana kamu masih mendukungnya disaat semua orang bahkan sudah tidak lagi mendukungmu."
Selama semenit, Celine dan Ayahnya terdiam satu sama lain. Celine diam karena terlalu lama mencerna kata-kata yang dilontarkan Ayahnya.
Apa Ayahnya... sedang mengatakan bahwa dia mendukungnya?
"Yang Ayah pikirkan saat itu hanya...itu." Ayahnya berdeham. "Kalau bukan Ayah yang mendukungmu, siapa lagi yang akan melakukannya? Kalau Ibu dan Dyne tidak mendukungmu bagaimana? Kalau semua malaikat tidak mendukungmu bagaimana? Ayah bersedia menjadi orang pertama yang mengajukan diri untuk mendukungmu melakukan kesalahan, Celine. Meskipun disaat hanya Ayah yang melakukannya."
Mata anak gadisnya itu sudah berkaca-kaca meski tidak diketahui oleh Ayahnya. Tapi Celine buru-buru menghapusnya. Airmata malaikat itu sangat berharga, dan tidak boleh jatuh saat detik-detik kematian seorang manusia.
"Ngomong-ngomong Ayah belum pernah melihat aura seputih itu pada anak remaja." Terdengar suara Ayahnya terkekeh. "Dia pasti anak yang baik, kan?"
Celine mengangguk, tanpa bisa menjawab. Dia terlalu senang dengan perkataan Ayahnya yang mengatakan bahwa dia didukung sepenuhnya.
"Ayah...belum pernah melihatmu melanggar hal seserius ini. Celine, anakku selalu mematuhi aturan dan sangat acuh dengan sekitarnya. Celine yang selama ini Ayah kenal sudah berubah. Kamu berani mengambil resiko dan bertanggung jawab."
"...Sebenarnya aku takut." Gumam Celine dengan suara kecil. "Aku takut kalian semua tidak bisa menerimaku. Tapi Celine juga takut, tidak ada yang memberi keadilan bagi Arville. Arville menjadi tumbalnya karena Celine."
"Ayah akan membujuk Ibumu supaya mengizinkanmu kembali ke dunia manusia. Kamu bisa menjalin pertemanan kembali dengan Arville. Tapi...jangan ulangi kesalahanmu. Ayah dengar-dengar identitasmu entah sudak diketahui beberapa kali." Ucap Ayahnya yang langsung membuat tirai di depannya tiba-tiba bercetakan lengan, lalu lengan itu memeluknya sebelum sempat dia terkaget.
"Terima kasih, Ayah. Celine sayang Ayah."
Dan yang bisa Ayahnya lakukan hanyalah mengelus kepala anaknya namun dihalangi oleh tirai putih.
*
Dan Celine kembali ke dunia manusia, meski tahun ajaran baru sudah dimulai sejak seminggu yang lalu. Rencananya Celine hanya akan menaruh kertas tanda pendaftaran saja—berhubung dia juga belum membuangnya saat itu. Celine tetap bisa masuk meski aktivitas sekolah sudah berjalan.
Seragam putih abu-abunya baru saja dibeli olehnya, bersama dengan buku paket dan buku tulis.
Semua anggota keluarganya kembali ke dunia manusia.
Semuanya kembali seperti semula—kecuali ingatan teman-teman Celine.
Yang harus dilakukannya sekarang, hanyalah memulai segalanya dari awal. Dan yang harus dihindarinya adalah kesalahan yang sama.
...Kesalahan.
Sampai sekarang, satu-satunya kesalahan yang baru diakui oleh Celine adalah...membiarkan Arville terlibat.
Kalau tentang 'Arville yang merupakan kesalahan', maaf saja, Celine belum pernah mengakuinya.
Kelas 10-1.
Celine menatap papan yang terletak di atas pintu. Tangannya sudah terulur untuk menurunkan engsel pintu. Saat itu, dia merasa sangat gugup. Diawalinya semuanya dengan satu tarikan nafas dan dilepaskannya perlahan.
Lalu, diturunkannya gagang pintu itu dan didorongnya pintu kelas itu.
Didapatinya semua pandangan penasaran yang tertuju padanya.
"Nah, ini dia yang Ibu maksud." Gurunya datang menuntun Celine ke tengah-tengah papan tulis. "Perkenalkan dirimu, Nak."
"Celine."
Kening gurunya mengerut bingung. "Ehm, hanya itu? Alasan mengapa kamu masuk terlambat seminggu, bagaimana?"
Seisi kelas hening, menunggu jawaban Celine dengan penasaran. "...Masalah keluarga baru selesai." Jawab Celine pendek. Saat guru di depannya bingung memilih tempat duduk untuk Celine, Celine memanfaatkan kesempatan itu untuk memperhatikan sudut ke sudut kelas, dan dia menemukan Ayu, Diana...dan juga...,
Arville.
"Kamu duduk di belakang Aurel ya," Sang guru menunjuk keberadaan Aurel yang berada di pojok kelas. Celine bisa melihat ada tempat duduk kosong disana, meskipun itu bukan satu-satunya.
Celine mengangguk, lalu berjalan lurus dan matanya hanya fokus pada tempat duduknya saja. Beberapa mata mengikuti kemana Celine melangkah, ada beberapa pula yang cuek-cuek saja seperti biasa. Celine menunduk begitu duduk di bangkunya, tak pernah sekalipun dia merasa serisih ini. Seharusnya Celine tidak perlu takut, sebab siapapun yang sudah mengetahui bahwa dia adalah malaikat, maka semua ingatannya tentang dia juga akan tercabut.
Aurel cuek-cuek saja, tanpa sedikitpun minat mengajaknya berkenalan atau siapapun gadis lain yang ada di kelasnya. Yang bisa dilakukannya hanya menjalaninya saja.
.
.
"Kaak..." Alea memasang wajah memelas. "Kakak sama Kak Arville berantem ya? Kok kemarin-kemarin kalian..." Alea menghentikan ucapannya saat melihat Celine memasang wajah datar. "Seriusan deh, aku bingung, Kak. Mengapa kalian harus saling memperkenalkan diri? Aku belum pernah lihat pertengkaran yang seperti ini."
Celine mengendikan bahunya. "Sudahlah, jangan ngomong soal Arville lagi."
Alea mengernyitkan keningnya, tak puas dengan jawaban Celine. "Kok bisa sih Kak Celine dan Kak Arville berantem? Cerita sedikit dong, Kak. Siapa tahu aku bisa bantu, kan?"
"Kami nggak berantem, Alea." Dan kamu tidak akan bisa membantu banyak.
"Lalu?" Tanya Alea dengan kening berkerut.
Celine menghela nafasnya. Saat ini, mungkin hanya Alea yang mengingatnya. Kalau adik-adik kelas lain, Celine tidak tahu. Yang jelas, seluruh angkatannya hari itu menyaksikan sayapnya yang terbuka untuk menolong Arville.
"Kalau aku menceritakannya...kamu juga akan lupa padaku."
Alea bergidik ngeri. "Hiii...jadi kak Arville beneran lupa sama Kakak?"
Merasa bahwa Alea sedikit menganggu, Celine yang saat itu berada di belakang taman bersama Alea pun memutuskan untuk membuatnya lupa.
Ini yang terakhir, batin Celine sambil bersiap-siap membuka sayapnya. Tanpa Alea sekalipun, hidupnya tidak akan berubah sebanyak itu. Keberadaan Alea hanya akan membuatnya teringat pada setiap kepingan kenangan yang selalu mencekiknya dalam tidurnya, selalu menganggu renungannya dan tidak akan pernah bisa keluar dari kepalanya.
"Siap-siap, Alea." Gumam Celine setengah hati.
Aku tidak akan menyesali ini, meskipun Alea adalah orang terakhir yang mengingatku disini, ucapnya dalam hati.
Celine pun berdiri dan membuka sayapnya di depan Alea. Mata Alea melotot dan dia refleks menutup mulutnya dengan telapak tangannya dengan tidak percaya.
"Inilah alasan, mengapa Arville dan semua manusia disini melupakanku," balas Celine. "Kamu juga akan melupakanku, hanya butuh beberapa detik lagi."
Alea masih menerjapkan matanya, sebelum akhirnya berdiri menyamakan posisinya dengan Celine dan memekik histeris.
"Yaampun! Yaampun, Kak! Itu sayap beneran?! Kakak ini malaikat?!" Alea berseru kagum sambil memutari tubuh Celine dengan takjub. "Pantas saja kakak anggun dan cantik!" Jeritnya tertahan.
Celine terbungkam. Bukan saja karena Alea yang nampak kagum dan malahan tidak takut dengan keberadaannya. Matanya memperhatikan sekitarnya, lalu dia bergumam pelan,
"Mengapa tidak ada malaikat pengawas dan malaikat ingatan disini?"
Alea memiringkan kepalanya bingung. Beberapa detik kemudian, dia tersenyum manis, lalu menjawab, "Kak Celine tidak perlu bingung..."
Celine menekuk alisnya, tetap saja dia bingung meski Alea memintanya untuk tidak melakukan itu.
"Karena meskipun aku tahu, itu tidak akan berpengaruh dengan keseimbangan dunia, Kak!" Balasnya riang.
...Siapa dia?
***TBC***
22 November 2016, Selasa.
A.N
Hayoloh, hayoloh, siapa sebenarnya Alea? Jawabannya ada di Next Chappie!
Yeeey! Next Chappie udah minus 1! Horay, horay, ending akan tiba! Horay, horay~
Next Chapter: Paling lama malam minggu.
Cindyana H
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top