[-18]. Celine dan Buah Arquelle
Celine kurang menyukai pelajaran Bahasa Indonesia sejak dulu. Bukan karena pelajaran itu sukar dimengerti olehnya, juga bukan karena pelajaran itu memiliki pendalaman disetiap kelasnya, sebab dia tahu bahwa semua pelajaran pastilah akan makin berkembang disetiap naiknya tingkatan kelas.
Celine paling tidak tahan dengan situasi itu, situasi saat Miss Dinar-guru Bahasanya memberikan tugas mengarang tentang liburan mereka saat liburan semester.
Karena itulah, Celine kini termenung duduk di salah satu dahan pohon Arquelle-dahan yang berputar-putar indah dan memiliki daun putih yang daunnya serapuh salju, umumnya pohon ini memiliki ketinggian sepuluh meter, pohon ini dapat ditemukan disudut manapun di dunia malaikat.
Celine duduk di pohon itu juga bukan tanpa alasan. Dirinya bersama para malaikat gadis lainnya tengah menunggu tanaman Arquelle tumbuh. Tanaman ini berguna sebagai bahan persembahan untuk Ibu Florence dan malaikat besar lainnya. Hanya dapat dipetik setahun sekali dan hanya oleh para gadis saja. Ini kedua kalinya Celine mengikutinya.
Sudah hampir tiga hari Celine dan para malaikat lainnya menunggu tumbuhnya tanaman itu. Ada beberapa malaikat yang membawa bekal, memakan makanannya selama menunggu. Celine sendiri hanya berharap bahwa Tanaman Arquelle segera tumbuh hari ini, jadi besok dia tidak perlu repot-repot datang mencari pohon Arquelle untuk menunggu tumbuhnya tanaman itu.
Tapi daripada diam merenung di pohon itu, sebaiknya Celine mulai memikirkan karangan yang akan dia tulis nanti. Karena dia yakin, Miss Dinar akan memberikan tugas mengarang lagi nanti.
"Eh, Cel," Teman lama Celine yang tertu saja berstatus malaikat menegurnya saat Celine tengah melamun disana. "Dengar-dengar kamu ini hidup di bumi, kan?"
Celine mengangguk canggung, semua malaikat juga tahu bahwa keluarga Celine tinggal di bumi untuk melakukan perdekatan dan berinteraksi kepada manusia langsung.
Sebenarnya Ibu dan Ayahnya memang sengaja tinggal di bumi agar anak-anaknya tidak terkena Antrophobia-sebutan bagi orang yang phobia terhadap manusia. Seperti jika seorang manusia takut pada kucing atau anjing sejak kecil (meskipun mereka tahu bahwa mereka seharusnya lebih kuat), manusia itu akan takut selamanya dengan kucing atau anjing itu jika tidak segera diperkenalkan. Dan memperkenalkan kembali ketakutan mereka jauh lebih sulit dilakukan saat mereka sudah dewasa dibanding saat mereka masih anak-anak. Sama halnya dengan pengenalan manusia yang diterapkan Ayah dan Ibu Celine.
"Bagaimana kamu menghadapi sifat serakah mereka?"
Celine yang mendengarnya sedikit tersinggung juga. Tapi Celine mencoba tenang dan menjelaskannya perlahan. "Tidak semua manusia punya sifat itu, dan kebetulan aku belum menghadapi manusia yang punya sifat itu." Balas Celine.
"Lalu, sifat manusia yang paling sering kamu temui itu ..., sifat yang apa?"
Celine terdiam sejenak. "Hm, entahlah. Aku tidak tahu bagaimana mengatakannya. Yang penting menurutku manusia itu unik."
"Mengapa kamu tidak sekolah di sini saja, Cel? Kami tiap hari disuruh belajar cara pengendalian kekuatan dan pandangan mengenai setiap posisi yang akan kita masuki nanti." Ucap seorang gadis berambut gelombang. "Dan lihat, rambut coklatmu itu menjadi tak terawat saat di bumi."
Celine mengernyit heran. Bagaimana mungkin rambut lurus panjangnya bisa dibilang tak terawat? Memang sih, Arville pernah bilang kalau rambutnya kering, tapi sekarang sudah tidak, kok. Ayu saja sering mengagung-agungkan kilau dan kelembutan rambutnya. Sepertinya pandangan mengenai rambutpun berbeda disetiap dimensi dunia.
"Kamu tahu rambutnya Kak Tara? Rambutnya ikal luas, sangat bagus tiap dikasih hiasan."
Celine mengiyakan saja, meski hatinya tak sependapat mereka. Celine tinggal di bumi sudah hampir sepuluh tahun, pandangannya tidak begitu sama dengan pandangan malaikat-malaikat disini.
"Eh, Cel. Tahu nggak sih, kak Charlos baru milih posisi, lho tahun ini."
Celine memutar bola matanya kesal begitu mendengar nama itu. Charlos-malaikat senior yang tahun ini akan memilih posisinya selalu menganggunya sejak SD. Charlos memiliki wajah yang tampan pastinya, karena umumnya malaikat memiliki wajah yang indah dan rupawan. Celine salah satunya, namun dia selalu menutupi dan menyangkal kenyataan itu.
"Dia belum datangin kamu?" Tanya mereka penasaran.
Celine tak menjawab, hatinya hanya terus berdecak kesal saat mengingat liburannya kali ini tidak akan berbeda kesuramannya dengan yang kemarin-kemarin karena kehadiran Charlos.
Charlos punya sifat yang uhm, bagaimana ya Celine mengartikannya? Pemaksa bukan, posesif bukan, yang jelas Charlos selalu membatasi apapun yang hendak dilakukan Celine-walau kata malaikat yang lain Charlos hanya menerapkan itu kepada Celine untuk kebaikannya. Charlos juga sangat antisipasi dan bersiap-siap, beberapa malaikat yang ingin mendekati Celine akan diperlakukan 'berbeda' (secara halus) sampai akhirnya mereka tidak berani melirik Celine. Kalau saja Celine tidak tahu tabiatnya itu, Celine mungkin bisa jatuh hati padanya.
Liburan tahun lalu atau setengah tahun yang lalu, Celine menghindar mati-matian agar tidak bertemu dengan Charlos-walau sebenarnya Celine yakin tidak akan bertemu dengannya karena dia sedang dalam masa memilih posisi. Tapi tahun ini, apalagi setelah menemukan posisinya, sepertinya hal itu akan mustahil lagi dilakukan oleh Celine.
"Mungkin saja dia ada di rumahmu sekarang. Dia tidak mungkin bisa naik di pohon Arquelle selama kita panen."
Celine menjentikan jarinya. "Itu ide yang bagus!"
"Hah?"
"Aku akan menunggu saja di pohon Arquelle sampai liburanku berakhir. Tidak akan lama. Hanya sekitar belasan hari lagi." Ucap Celine sembari melenggangkan sayap dan kakinya, membuat temannya itu melotot tak percaya.
"Kamu serius?!"
Celine memutar bola matanya kesal. "Tentu saja. Apapun demi menghindari Charlos yang berlebihan itu."
*
Celine kaget setengah mati saat menemukan Charlos tengah tiduran di kasurnya. Lelaki bermata amber dengan alis tebal, hidung mancung dan bibir tipis itu nampak tersenyum dan bernafas menghirup aroma kasur itu dengan begitu bahagia. Kulit putihnya tak akan tergores karena dia berada di kasur Celine. Kasurnya yang terbuat dari campuran kapas terlembut dan bulu angsa terpilih. Celine yang baru pulang setelah penantian panjangnya di pohon Arquelle langsung melotot tidak senang ke arah keluarganya yang ada di belakangnya.
"Mengapa anak itu bisa ada di sini?" Celine bertanya setengah berbisik, tidak ingin Charlos tahu bahwa dirinya telah kembali setelah seharian penuh menunggu di pohon Arquelle.
Ibu Celine menghela nafas. "Charlos sudah menunggumu dari siang tadi, lho. Sekarang sudah larut, jadi Ibu menyuruhnya tidur di kamarmu saja. Kamu sekamar sama Dyne saja yah, hari ini?"
Yah, lebih mending daripada di suruh sekamar dengan Charlos, kan? Bisa-bisa Celine stress sampai seluruh bulu sayap-sayapnya rontok tak bersisa.
"Buu, kok malah kasih Charlos-nya masuk, sih? Kan aku-"
Pintu terbuka tiba-tiba, membuat Celine membatu membelakangi pintu. Siapapun tahu bahwa pintu itu kini telah dibuka kembali oleh orang di dalamnya. Dan itu langsung membuat firasat buruk Celine muncul begitu saja.
"Hai, Cel." Sapa Charlos dengan nada ramah di belakangnya.
Ibu Celine menggerakan matanya ke Celine, seperti memberi kode. "Nah, Cel. Bicara langsung saja ke Charlos-nya." Tangan Ibu mendorong punggung Celine masuk ke dalam pintu, lalu menutup pintunya begitu saja tanpa memikirkan apapun tentang argumen anaknya.
Celine hanya bisa cemberut saat dipaksa masuk satu ruangan dengan Charlos. Sejak dulu Celine selalu mencurigai Ibunya yang nampaknya memang menyukai Charlos. Ada beberapa kali Ibunya memaksanya merespon Charlos. Ya, orangtua mana yang tidak mau menjadikan Charlos sebagai menantu mereka?
Charlos adalah salah satu malaikat muda yang unggul di dunia malaikat. Berparas rupawan dengan suara yang dalam namun terdengar merdu, kepintaran di atas rata-rata para malaikat lain, punya nyali dan keberanian yang besar dan tentu saja karena sifatnya yang sopan dan karena nama baiknya yang sudah tersebar kemana-mana.
"Cel, tahu nggak sih?" Charlos dengan semangatnya memutar tubuh Celine, membuat mereka berdua berdiri berhadapan. "Aku sudah memilih posisiku. Coba tebak aku memilih posisi apa?"
Celine malas menebak satu diantara sekian banyak posisi yang ada, apalagi kalau Charlos yang menyuruhnya menebak hal itu. "Aku nggak tahu dan aku nggak mau tahu."
Charlos mengerutkan keningnya cemberut. "Cuek banget sih, Cel."
"Gila aja kamu nyuruh aku tebak posisimu. Mana kutahu."
Charlos pun akhirnya menghela nafas pelan. "Oke, oke. Aku milih posisi sebagai malaikat maut. Bagaimana menurutmu?"
"Yaudah, malaikat maut." Celine memutar bola matanya kesal. "Tugasmu mencelakakan manusia sesuai takdirnya kan?"
Charlos mengelus tengkuknya. "Iya. Apa terdengar kejam, menurutmu?" Charlos menanyakan argumennya, mungkin ingin bertanya langsung ke Celine yang sering berinteraksi dengan manusia.
"Tidak juga. Itu takdir mereka dan kamu hanya bertugas membantu apa kata takdir."
Charlos tersenyum. "Kamu masih sama dengan Celine biasanya. Kukira setelah lama tinggal di dunia manusia, kamu bisa berubah."
"Karena aku memang Celine," Balas Celine jengah. "Sudah yah, kamu pulang aja. Lupakan tawaran Ibu yang menyuruhmu menginap hari ini. Aku capek setelah menunggu buah Arquelle hampir seharian dan aku ingin tidur. Pulanglah."
Charlos terkekeh, lalu mengacak rambut Celine. "Iya, aku tidak berniat menerima tawaran menginap dari Ibumu kok." Lalu Charlos berbisik lembut di telinganya. "Kalau tawaran untuk menjadikanmu pendampingmu, aku pasti akan menerimanya tanpa berpikir panjang."
Celine memutar bola matanya bosan. "Jangan konyol, pulanglah. Sudah larut. Apa kata mereka nanti kalau tahu kamu datang ke rumah gadis malam-malam, huh?"
"Tidak akan ada yang mengomentari hal yang buruk, aku berani jamin." Charlos terkekeh kecil, sambil membuka pintu kamar Celine dan keluar. Baru saja Celine hendak membanting dirinya di atas kasur, kepala Charlos muncul kembali dari pintu. "Kamu tidak berniat mengantarkanku sampai ke depan?"
Celine berdecak, langsung terduduk di kasurnya. Celine meraih bantalnya dan langsung melempar ke arah pintu, namun dengan sigap Charlos menghindar cepat.
"Aku cuman nanya, lho, kasar amat." Ucap Charlos terkekeh, dia mengambil bantal yang dilemparkan Celine tadi dan mengembalikannya padanya. "Yasudah, pulang. Kamu nggak usah antarin aku, tidur yang nyenyak."
Celine tak menjawab, hanya membaringkan dirinya, menaikan selimut dan membelakangi Charlos yang berdiri menatapnya dari belakang. Charlos hanya bisa tersenyum tipis, dia tahu bahwa gadis itu masih belum bisa menerimanya meski perasaannya pada gadis itu sudah awet hampir delapan tahun.
Tapi ini sudah lumayan daripada lima tahun yang lalu, saat Celine sama sekali tak membiarkan Charlos menginjak lantai kamarnya sedikitpun. Celine memperlakukan Charlos seperti penganggu, Charlos pun memutuskan untuk tidak memaksanya lagi, meski dengan sedikit berat hati.
Dia memutuskan untuk membuat hati gadis itu terbuka untuknya, hanya untuknya. Karena dia tidak bisa melupakannya meskipun Celine jarang sekali pulang ke dunia-nya, bahkan disaat mereka tak bertemu hampir selama satu setengah tahun. Daya tarik Celine terlalu kuat, membuat Charlos ketakutan juga saat tahu bahwa Celine akan disekolahkan di dunia manusia.
Diam-diam, Charlos memberi sihir pada Celine agar daya tarik Celine menghilang dan tidak terlihat di mata para manusia nanti.
Kalau pandangan Celine sendiri, sebenarnya Charlos juga sedikit khawatir. Charlos tahu persis bagaimana besarnya rasa penasaran Celine terhadap manusia. Tapi, dia mencoba optimis. Celine yang bahkan tak tertarik dengannya itu, 'tidak mungkin' tertarik dengan objek observasi-nya.
Celine tidak mungkin jatuh cinta pada manusia, kan?
"Kak Charl?" Dyne memanggil setelah membuka setengah pintu kamarnya. Sedetik kemudian kepalanya muncul dari pintu, "Belum pulang?"
Charlos hanya bisa tersenyum kecil saat Dyne melangkah ragu-ragu ke arahnya. "Nih, baru mau pulang."
Dyne menatap pintu kamar Celine dengan sedikit kesal. "Kenapa sih, kak Celine nggak antarin Kak Charl?"
Yah, tidak perlu kaget. Dyne memang menggunakan embel-embel 'kak' kepada Celine juga sedang berbicara pada orang, tapi tidak jika berbicara langsung dengan Celine sendiri.
"Mungkin dia kecapekan." Balas Charlos meski sebenarnya sadar tak sadar dia baru saja membela Celine.
"Kalau begitu, aku yang antarkan kakak saja." Ucap Dyne sambil melangkah mendahului Charlos.
Charlos yang menyadari sesuatu pun buru-buru menghentikan Dyne. "Erm, Dyne? Aku bisa membuka pintunya sendiri, kamu tak perlu repot-repot. Lagipula tahun ini kamu juga ikut memetik buah Arquelle, kan?"
Dyne berbalik, menatap Charlos yang tengah menatapnya tidak enak. Charlos tahu bahwa Celine punya stamina yang lebih daripada Dyne-meski tenaga Dyne jauh kuat daripada Celine. Celine saja tumbang, masak Dyne yang mengantarnya?
"Aku tidak masalah sih, tahun ini pemetik baru sedikit dilonggarkan aturannya."
Charlos mengangguk termanggut, lalu ikut melangkah menyusul Dyne. "Begitu? Terima kasih, ya."
Sekarang Dyne merasa bahwa ..., Kakaknya benar-benar bodoh. Bagaimana mungkin Kakaknya bisa menolak pesona Charlos, huh?
Tapi mungkin kata-kata itu memang benar. Semua gadis di dunia itu bisa takluk pada pesona Charlos dalam pandangan pertama.
Semua gadis terkecuali Celine.
Semua.
Semua tak terkecuali Dyne.
"Hati-hati."
Charlos tersenyum tipis. "Ya, selamat malam." Ucapnya sebelum pergi mengepakan sayapnya pergi dari rumahnya.
"Selamat malam."
***TBC***
9 Agustus 2016, Selasa.
A.N
LOL, selama 4 hari saya ga megang lappy dan inilah yang terjadi. Ga revisi, ga up, ga ngapa2in. Komentar & votes semua dari app. New Version really make me confused.
Actually wanna named the title 'Charlos dan blabla' OR 'Dyne dan Blabla', until I realized Celine's and Arville's name are straight (on the chapter list).
c i n d y a n a
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top