[-15]. Arville dan Lemparan

Celine pikir, dia akan berhenti dari tugasnya sebagai penjaga perpustakaan saja.

Penjaga perpustakaan terlalu ramai. Celine bergabung sebagai penjaga perpustakaan tidak sampai setahun, tapi beberapa kali masalah datang yang mengatasnamakan penjaga perpustakaan. Celine bahkan pernah ditanya macam-macam oleh Kepala Sekolahnya langsung!

Dua bulan pertama saat Celine sudah menjadi penjaga perpustakaan, beberapa kali buku yang pernah dipinjam oleh siswa dinyatakan hilang. Padahal, di jurnal tertulis bahwa buku itu sudah dikembalikan entah beberapa hari yang lalu. Siapapun siswa yang membuat buku hilang harus membayar denda sesuai harga buku. Tapi setelah dia memeriksa kas perpustakaan, tidak ada penambahan sama sekali. Celine menduga telah terjadi 'penggelapan dana' sebab Celine benar-benar mencari buku yang menghilang itu dengan tekad, dan sampai saat ini—buku itu tidak pernah kembali.

Bulan lalu, buku jurnal itu lenyap tanpa bekas. Dan sialnya, jurnal itu menghilang di hari rabu. Celine sudah menegaskan bahwa saat gilirannya menjaga perpustakaan, buku jurnal itu masih ada di depannya. Perdebatan terjadi selama satu jam pelajaran sampai akhirnya Arville datang memeriksa keadaan dan membela Celine, karena Arville juga jelas-jelas melihat Celine menulis di buku itu.

"Nah, lalu kamu mau masuk club apa?" Tanya Arville menopang dagunya sambil memiringkan kepalanya.

Celine menghela nafas panjang. "Entahlah,"

Arville pun ikut menghela nafas. Sudah dua bulan tahun ajaran baru dimulai, tapi Celine masih saja sibuk memikirkan club. Padahal, ada hal yang lebih penting di kelas sembilan ini.

"Cel, gimana kalau ..., nggak masuk club apapun sampai selesai UN?"

Celine langsung berdecak, "Gila."

Arville tampak tak mempedulikan ucapan Celine. "Mungkin kamu harus diskusi sama Ayu atau Diana." Arville melirik tempat duduk Ayu dan Diana yang terdapat di belakang. Mereka tampak sedang mengobrol berdua di belakang sana. "Aku pindah ya, Cel."

Celine hanya menganggukan kepalanya mengiyakan.

Arville beranjak ke belakang dimana teman-temannya yang tengah berbicara heboh tentang sesuatu di belakang sana. Arville merasa pembagian tempat duduk ini tak terlalu pantas juga. Dua siswi rajin macam Ayu dan Diana harus bergabung dengan monster-monster yang selalu meminta pelajaran kosong.

"Mau pindah ke tempatku?" Tanya Arville saat Ayu dan Diana sudah menatap ke arahnya. Ayu memberi kode ke Diana agar pindah duluan saja, Diana pun mengangguk dan beranjak naik. Seperti tahu bahwa Ayu akan menyeret kursinya sendiri ke depan, Arville pun menawarkan bantuan. "Mau kubawakan kursinya?"

Bahkan belum sempat Ayu menjawab, teman-temannya sudah meledek mereka berdua. "Yaampun, Bang Arville gentle banget deh!"

Tentu saja ledekan itu terdengar seisi kelas.

Diana dan Celine tentu saja juga mendengarkannya.

"Nggak perlu, terima kasih."

Ayu buru-buru menyeret kursinya sendiri ke depan. Arville membiarkannya lewat dan langsung duduk di kursi Diana tanpa berpikir panjang. "Kalian itu kurang kerjaan banget."

"Habisnya lo baik banget sih." Celutuk Dony. "Nggak ingat gara-gara kebaikan lo, Alea dan Aurel sampe sekarang masih gila sama lo?"

"Dan itu bikin Irwan patah hati," Leon memotong, lalu tertawa geli saat Irwan meninju bahunya.

"Tapi ngomong-ngomong kebetulan banget ya, A semua. Arville, Aurel, Alea ..., Ayu..."

Arville tak berkata apapun, malas juga sebenarnya menanggapi ucapan mereka. Biarlah tiga orang di depan sana bersama untuk sementara di jam kosong hari ini. Ada sedikit rasa bersyukur karena mereka duduk di depan sana, jadi pembahasan mereka pastilah tidak akan mungkin terdengar sampai depan.

Yah, meski sebenarnya persepsi Arville juga salah.

*

Entah sudah keberapa kalinya Arville memanggil Celine, tapi Celine tak juga kunjung menjawabnya. Arville kebingungan sampai akhirnya dia sadar bahwa Celine tengah melamun lagi.

Arville menerka ..., ini tentang Club.

"Celine,"

Kali ini Celine berbalik ke belakang, menatap Arville dengan sama bingungnya. "Apa?"

"Kamu masih kepikiran ya sama masalah club itu?"

Celine hanya tersenyum masam. Sebenarnya tidak juga, sebab Celine baru saja memikirkan tentang pembicaraan Ayu tadi, yang terang-terangan mengatakan bahwa dia kurang suka Celine bersama Arville karena ada kemungkinan orang-orang yang jahil di kelasnya mengejek mereka juga.

Ayu hanya tidak mau Celine menjadi bahan ejekan. Tentang dia sendiri—sebenarnya dia tak terlalu mempermasalahkannya, Ayu benar-benar anggun dan mirip Cleopatra, pikir Celine.

Suara bel kemudian menyadarkan Celine kembali. Dia tak menyangka jam pulang akan terasa secepat ini, saat diperhatikannya jam di atas papan tulis, Celine pun sadar bahwa sebenarnya dialah yang melamun terlalu lama.

Usai salam dan memberi hormat, Arville pun memanggilnya lagi. "Cel, kita ke pantai yuk?"

Jarak pantai sebenarnya tidak terlalu jauh dari sekolah. Jika mereka naik ke lantai tiga bagian utara, mereka sudah bisa melihat pantai lepas di depan mata. Hanya akan ada beberapa pepohonan yang menutupi penglihatan, namun tak akan menutup pemandangan indah itu sepenuhnya.

Jika berjalan kaki dan turun ke pantai dari sekolah, kira-kira hanya membutuhkan waktu lima menit. Celine kira dia juga butuh penyegaran, berhubung sudah lama dia tak mengunjungi pantai.

"Oke, tapi coba aku tanya ke Ayu dan Diana dulu."

Arville mengangguk, lalu memberi jalan ke belakang. Celine pun menawarkan mereka untuk ikut juga, tapi mereka berdua tidak bisa pergi dengan alasan 'club' mereka. Dan Celine kembali teringat dengan club—argh.

"Buat apa memangnya pergi ke pantai?" Tanya Celine ditengah perjalanan mereka. Jalanan yang mereka tempuh pun makin merosot turun, mereka harus melangkah ekstra hati-hati agar tidak terjatuh.

"Aku—akan mengajarkanmu cara melupakan sesuatu." Balas Arville sambil tersenyum misterius. "Jalanannya kok turun begini ya?" Gumamnya dengan suara kecil.

Celine hanya memutar bola matanya bosan. Padahal, Arville-lah yang mengajaknya ke pantai, tapi Arville jugalah yang mengeluh.

"Ceeel," Arville tiba-tiba saja mengulurkan tangannya ke arah tas Celine. "Pegangin ya, takut jatoh." Mohonnya dengan muka memelas.

Celine makin geram di karenanya. "Serah," Buat apa Arville bertanya lagi ke Celine? Lagipula dia sudah duluan mengandeng tasnya Celine sebelum Celine menyetujuinya.

Begitu menginjak pasir lantai, Celine langsung berinisiatif membuka sepatu dan kaos kakinya, Arville pun melakukan hal yang sama tanpa berkata apa-apa.

Celine berkacak pinggang begitu selesai dan menatap Arville yang masih menggulungkan celananya ke atas. "Nah, jadi gimana caranya melupakan sesuatu?"

"Sebelum aku mengajarimu, menurutmu bagaimana caranya?" Tanya Arville sambil terkekeh geli.

Membuka sayap, mengakui kalau aku malaikat, dan malaikat pengawas akan datang mencabut ingatanmu, pikir Celine sambil memutar bola matanya kesal. Melihat itu Arville pun memutuskan untuk tidak bertanya macam-macam lagi dengan Celine yang sepertinya mulai bosan.

"Oke, aku akan mengajarkanmu." Arville mengeluarkan sebuah botol mineral kosong dan mengisinya dengan dua batu. "Aku punya cara untuk membantumu melupakan sesuatu. Pertama tulis masalahmu di kertas dan simpan di dalam botol. Lemparkan botol itu sejauh mungkin di laut. Efeknya mungkin tidak langsung, botol itu akan mengarungi lautan, dan saat mencapai pantai seberang, seseorang akan membukanya. Dan bersemangatlah, saat orang itu sudah membukanya, kamu akan melupakannya." Ucap Arville panjang lebar, sementara Celine hanya termenung memperhatikannya saja.

"Apa cara ini benar-benar ampuh?" Tanya Celine mengernyitkan kening.

Arville terkekeh. "Ya ..., aku tidak tahu, Ibuku yang mengajarkanku. Tapi pesannya, saat kamu melempar botol ini, kamu harus benar-benar melepaskannya sejauh kamu melempar botol ini." Arville menyerahkan botol itu ke Celine. "Mau mencobanya?"

Celine menerima botol itu, lalu mengambil kertas dalam tasnya dan duduk di sebuah batu besar di pantai—mulai memikirkan apa yang seharusnya ditulisnya.

"Aku tidak tahu mau nulis apa." Celine bergumam.

Arville berdiri di depannya. "Tulis apapun masalah yang membuatmu terus kepikiran," Arville mencoba meyakinkannya, saat dilihatnya Celine tengah menatapnya tajam, Arville teringat sesuatu. "Tapi jangan tulis namaku ya, hehehe." Tambahnya sambil terkekeh geli.

"Oke, oke. Menjauhlah, kamu jangan mengintip apa yang kutulis!"

"Iya, iya." Arville memunggunginya dan menatap laut.

Saat Celine menulis masalahnya, sesekali dia melirik Arville, dia masih curiga bahwa Arville bisa saja mengintip apa yang ditulisnya. Tapi tak sekalipun dilihatnya Arville mencoba mengintip apa yang ditulisnya. Maka dari itulah Celine menuliskan masalahnya dengan sedikit tenang.

"Sudah?" Tanya Arville saat diperhatikannya bayangan gadis itu berdiri.

Celine tak menjawab dan langsung berjalan ke pantai, melempar botol itu tanpa berkata apa-apa. Lemparannya—sangat jauh. Sangat jauh sampai membuat sosok Arville sedikit terkesima juga. Celine tampaknya begitu tertekan dengan masalahnya, pikir Arville.

"Sudah, aku mau pulang." Ucap Celine dengan nada datar dan ekspresi yang tidak bisa dibaca oleh Arville.

Firasat buruk Arville lagi-lagi muncul begitu saja, namun Arville buru-buru menggelengkan kepalanya mencoba optimis. "Kuantarkan sampai persimpangan ya."

Kegiatan mereka berjalan seperti biasa—namun dengan perasaan gelisah yang tidak biasa bagi keduanya.

Arville hanya bisa menebak-nebak dalam hati, apa sebenarnya yang ditulis Celine?

***TBC***

27 Agustus 2016, Sabtu.

A.N

Uh, kaki-punggung sakit semua

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top