◇ Bab 1: Gadis Itu
"Oii ...! Cepatlah!" panggil seorang gadis muda melambai kepada teman-temannya. Ivy, nama gadis itu. Salah satu anak yang tinggal di panti asuhan pinggir Desa Lacock, Inggris. Tiupan angin musim semi menjadikan rambut cokelat hazelnut bergelombang miliknya mekar. Gaun berjumbai sederhana yang dia kenakan pun tidak luput dari sapaan sang alam.
Ivy suka musim semi. Wewangian khas daun hijau meninggalkan rasa yang segar. Bunga-bunga juga ikut berlomba memamerkan soleknya. Warna-warni harmonis membentang dari seluruh penjuru seperti lukisan di atas kanvas polos. Semilir angin mengingatkan Ivy atas antariksa yang begitu bebas. Di tengah cepatnya tapak kaki Ivy melangkah, senyum lebar terbit hingga buah giginya kelihatan.
"Ashherrrr! Cepetan dong! Yakin bisa tangkap aku? Lihat Evelyn! Kyne pun tunduk olehnya," celetuk si gadis kecil. Jarinya menunjuk Evelyn yang berada tidak jauh dari sana.
"Berhenti Ivyy!! Tunggu!" sahut sang laki-laki. Tubuhnya membungkuk. Udara keluar-masuk dengan cepat dari bukaan mulut yang lebar. Asher merasa akan ambruk apabila tidak beristirahat untuk tarik napas.
Sebuah ide cemerlang terlintas di benak Ivy. Jumbaian rok gaun yang panjang, dia ikat naik hingga menampakkan celana panjang yang dia kenakan. Mata berwarna cokelat tua milik Ivy cermat meneliti sekitar. Target telah ditemukan. Perempuan itu berlari menuju pohon besar di depan panti. Tidak begitu tinggi, tetapi sulit dicapai anak seusianya. Telapak kaki Ivy luwes menginjak celah di sela-sela kayu. Tangan kecilnya menggapai ranting-ranting yang dapat diraih. Dalam hitungan detik, Ivy sudah berada di salah satu batang besar dan menempatkan diri dengan nyaman.
Lantunan melodi keluar dari bibir mungilnya. Pemandangan yang tiada tara membuat Ivy tenggelam dalam dunia fantasi. Berandai-andai, Ivy adalah seorang petualang dari dimensi lain yang menjelajah dunia peri. Namun, semua itu buyar ketika Ivy mendengar rengekan Asher. Ivy kembali fokus menatap si laki-laki berambut cokelat pirang dari atas.
Telunjuk Ivy menarik salah satu kantung matanya sembari menjulurkan lidah. "Bwe ... kamu takkan bisa menangkapku!" Senyum jahil terlihat jelas. Ivy juga mengayunkan kaki bolak-balik tanpa rasa khawatir sedikit pun.
Asher celingak-celinguk tidak tahu harus berbuat apa.
"Ivy, turun! Itu berbahaya. Kau tidak takut jatuh?!" teriak Asher. Jantungnya berdebar-debar. Keringat dingin juga menetes dari wajah kakunya. Tidak ada tanda-tanda dari Ivy bahwa dia akan turun. Mendengar keributan, Evelyn dan Kyne yang sebelumnya bermain datang kepada Asher.
Kyne, sebagai seorang anak laki-laki yang lebih tua dua tahun, mempunyai tanggung jawab untuk membimbing anak lainnya untuk tidak melakukan hal berbahaya. Kyne pun menenangkan Asher dan mulai menarik napas dalam-dalam hingga dadanya mengembang. Bersama embusan angin, suara nyaring bergema. "Ivy, turun! Asher akan menangis bila kamu tetap berada di sana," teriak Kyne.
Ivy meneliti wajah Asher. Diantara anak-anak lainnya, hanya ujung mata Asher yang sedikit berwarna kemerahan. Asher cepat-cepat memalingkan wajahnya. Ivy membulatkan mata, siapa sangka Asher akan begitu khawatir.
"Tenang saja, Asher! Aku akan segera turun!!" ujar Ivy sembari berancang-ancang menapakkan kaki di jalur dia naik tadi.
"Sudahlah! Aku tidak peduli kalau kau jatuh!" dengus Asher menghentakkan kaki meninggalkan Ivy. Meskipun begitu, sesekali Asher berhenti dan menoleh ke arah gadis pemilik rambut cokelat hazelnut tersebut.
Tiba-tiba ... Trak. Terdengar dari serat-serat kayu yang dipijak Ivy. Sekujur bulu kuduknya berdiri. Ah, aku akan jatuh, pikir anak itu. Dia tidak sempat memeluk batang besar akibat gaunnya tersangkut ranting kecil. Ivy memejamkan mata. Untung saja, sepasang tangan seorang wanita mengenakan baju hitam panjang meraih Ivy tepat waktu. Memeluk si putri kecil sembari berkata, "Hati-hati, Ivy."
"Suster!" sambut Evelyn. Suster tersenyum. Pandangan matanya begitu lembut.
"Anak-anak, sudah waktunya sarapan. Mari kita makan bersama." Suster mengarahkan anak-anak segera masuk ke panti. Ivy masih berada di pangkuan, mengintip tempat Asher pergi dari balik suster. Tidak ada lagi sosok Asher di sana.
***
Setelah hari itu, Asher tidak menampakkan batang hidungnya sekalipun di hadapan Ivy, seperti bermain petak umpet. Padahal biasanya mereka akan berpapasan di lorong ruang makan, saat belajar, atau bahkan saat bersama Evelyn dan Kyne. Ivy membulatkan pipinya. Mereka harus berbicara empat mata. Rasa ganjal di hati membuat tidak nyaman. Dengan semangat berapi-api, Ivy akan menemukan Asher hari ini bagaimanapun caranya.
Di sisi lain, pintu pojok ruangan panti tidak terpakai sedikit terbuka. Buku-buku sudah berhamburan ke sana kemari. Sesosok laki-laki mengenakan kemeja putih termenung di lantai, sibuk membolak-balikkan kertas buku. Halaman demi halaman, buku demi buku dilalui. Sayang, cara itu gagal melegakan rasa tidak nyaman dalam dirinya. Memikirkan kejadian kemarin, Asher berdecak. Dia suka sisi Ivy yang berani mengambil resiko, tetapi Ivy juga tidak memikirkan apa kemungkinan yang terjadi setelahnya.
Dia bahkan lebih tidak memaafkan dirinya yang mengatakan hal jahat hari itu. Ivy hampir saja celaka akibat perkataan buruknya. Asher mengacak-acak rambut dengan kasar. Dia tidak pantas menemui Ivy. Asher tahu dia tidak akan bisa selamanya bersembunyi. Namun, kata untuk meminta maaf pun tidak dapat keluar dari bibirnya. Asher menghela napas panjang.
Kriet ... derit pintu kayu usang yang telah lapuk membuat Asher terkesiap. Telapak kaki yang tidak mengenakan alas apapun sigap mengambil langkah. Tangannya kuat mendorong pintu tertutup kembali. Dia tidak ingin orang yang telah membuatnya kacau muncul saat ini. Asher belum siap. Namun, semua itu buyar saat Asher mendengar suara ceria yang sangat familiar. Ivy menggebrak-gebrak pintu. Asher sepenuh hati menahan pintu agar tetap diam hingga dorongan dari luar mulai menghilang. Laki-laki itu menyeka keringatnya lega.
Sebuah ketukan pintu terdengar. Asher tidak membalas. Tampaknya seseorang dari sisi lain memutuskan untuk angkat suara terlebih dahulu. "Asher, buka pintunya. Ayo kita main lagi bersama teman-teman yang lain?" ujar Ivy. Asher memilih untuk tetap diam.
"Kamu masih marah soal kemarin, Asher?" Ruangan begitu sunyi. Tampaknya Asher tidak berniat membalas. Akan tetapi, Ivy mempunyai otak yang penuh ide. Gadis itu pun mengusulkan, "Dengarkan aku! Coba ketuk sekali bila masih marah, dan ketuk dua kali kalau tidak."
Asher mengetuk dua kali. Sekejap, aura disekitar Ivy menjadi bersinar. "Aku tahu Asher sangat baik!"
Baru saja kata pujian dilontarkan, terdengar ketukan kecil sekali lagi. Ivy mengangkat alis dan memiringkan kepala. Banyak tanda tanya muncul. Tidak dan iya. "Hmph ...!" Ivy mencembungkan pipi.
Tidak ada suara-suara aneh dari luar. Asher yakin Ivy sudah pergi. Detak jantung yang sebelumnya tak beraturan kini sudah mulai tenang. Jemarinya pun kembali meraih sebuah buku tebal di atas meja.
Tiba-tiba, dari lorong suara derap kaki semakin kencang. Asher berusaha semaksimal mungkin mengantisipasi tepat waktu. Sayang, pintu terbanting kencang sebelum dia tangkap. Asher tertangkap basah dalam posisi aneh. Badannya maju ke arah pintu, serta pose tangannya di angin-angin ingin meraih gagang. "A-aa ...." deham Asher cepat-cepat membenarkan posisinya. Telinga Asher sedikit merah.
Di keadaan canggung itu, buku yang berada ujung meja terjatuh tepat mengenai kaki ibu jari Asher. Ringisan kencang memenuhi ruangan. Asher memegangi kuku kaki yang tertimpa. Apa sih yang kupikirkan. Tentu saja Ivy tidak akan menyerah dengan mudah!
Asher menggosok-gosok ibu jarinya yang berharga, sedangkan Ivy membusungkan dada percaya diri. Langkah-langkah Ivy penuh semangat.
Gadis itu menarik lengan Asher dengan kuat. "Aku tahu Kamu masih marah! Ikut aku sini!!"
Asher mengerutkan dahi. "Aku tidak marah! Kau mau membawaku kemana?!" ujarnya sambil menahan seretan Ivy.
"Tidak!! Mukamu masam sekali! Ikut saja aku! Ugh .... " Ivy mengeluarkan seluruh tenaga yang dimilikinya. Walau Asher mengatakan sudah tidak marah, ekspresi wajah tidak bisa bohong. Sifat keras kepala perempuan itu membuat Asher tidak punya pilihan selain mengikuti dengan pasrah. Entah apa yang direncanakan Ivy.
Ruangan demi ruangan terlewati. Sampai lah Ivy pada pintu belakang panti. Embusan angin menyambut sesaat setelah Ivy membuka pintu. Kumpulan pepohonan menjulang tinggi buat suasana terasa seram. Tidak ada yang tahu apa yang akan menunggu mereka. Asher waswas. Dia pun berkata, "Tunggu ..., Ivy! Kita mau ke mana?? Ini ... hutan!? "
Ivy menerbitkan senyum lebar hingga kedua matanya menyipit. Ivy memeluk lengan Asher. Tubuhnya kuat menuntun walau Asher meronta-ronta untuk kembali. Melewati beberapa pohon yang sangat besar, rasa panik Asher meningkat drastis. Segera, kepanikan itu menghilang saat Ivy membuka cabang ranting pohon terakhir. Sinar menyilaukan langit senja di atas hamparan bunga warna-warni sangat memanjakan mata.
Ivy meregangkan genggamannya, gadis itu berlari ke tempat bunga-bunga terbaik tumbuh. Jemarinya cekatan menyatukan berbagai macam bunga kemudian merangkainya. Terbentuk sebuah lingkaran mahkota bunga yang begitu indah berpadu dari warna ungu dan putih. Sedangkan Asher sedari tadi terperangkap dalam keindahan yang bagai dunia fana. Tahu-tahu, mahkota bunga yang telah dirangkai Ivy menghiasi kepala Asher.
"Kamu masih marah ...? Bagaimana? Karangan bungaku cantik, 'kan?" Ivy tersenyum lebar. Momen itu, iris kebiruan milik Asher membesar. Jantungnya berdebar tidak karuan. Rasa hangat mulai menyebar ke seluruh tubuh. Pandangan Asher terkunci pada Ivy. Hanya satu kata yang dapat menggambarkan momen ini.
"Cantik." Asher membalas senyuman Ivy hingga garis-garis pipinya jelas. Baru kali ini Ivy melihat senyum yang begitu tulus dari Asher. Terpana akan kejadian yang langka ini, Ivy mengibas-ngibas wajahnya yang sedikit kemerahan.
Panggilan seorang wanita dari arah panti memecah keheningan. Asher dan Ivy saling bertukar pandang dan tertawa bersama.
"Suster memanggil kita, Asher," sambung Ivy. Asher mengangguk. Kenangan sore itu peristiwa tak terlupakan bagi Asher maupun Ivy. Mereka beriringan pulang dengan gembira, bergandengan tangan satu sama lain.
***
"Hosh ... hosh ...." Bising langkah kaki lantai kayu di lorong panti memecah kesunyian pagi. Anak itu berdiri di depan pintu salah satu kamar. Dia bahkan tidak mengatur napas terlebih dahulu. Tangannya aktif mengetuk pintu. Ketukan-ketukan yang semakin keras membuat Ivy dan Evelyn terbangun.
"Ivy ...! Ivy ...!" teriak Kyne. Tangannya konsisten mengedor pintu kamar Ivy. Nyawa Ivy masih belum terkumpul. Gadis itu mengucek matanya, berjalan terhuyung-huyung menuju pintu dan membuka perlahan. Sosok di balik pintu mulai terlihat. Tetesan keringat membasahi wajah Kyne.
"Mmmn ... Ada apa Kyne? Aku masih mengantuk ...." Ivy meloloskan angin kecil dari bibirnya. Mata gadis itu masih terasa sangat berat. Anak rambut berdiri sana-sini tidak sempat dirapikan. Kyne memegang pundak Ivy kuat.
"Ivy. Asher ...! Asher menghilang!" Berita itu bagaikan petir di siang bolong. Asher ... menghilang ...?
***
Wah ... Kira-kira Asher ke mana ya ...? 🤔
Temukan jawaban di bab selanjutnya ya! 😁
Pst ... boleh dong kak bintang-nya ⭐
1 bintang sangat berarti untukku
Nah, kebetulan juga nih. Aku mau bagi-bagi ODOC teman sejurusan Hisfic loh!
TAPAK CINTA DI BUMI MAJAPAHIT
Menarik ya teman-teman? Jadi penasaran nih, bagaimana akhir kisah cinta Dyah Widyat dan Ra Tanca?
Hayuk, langsung mampir saja ke karya kak Faricha_chusna
Sampai jumpa di bab selanjutnya ❣️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top