Lembar 184 [Tiga Episode Terakhir]

    Hari berganti, pagi itu kabar baik terdengar dari istana, di mana nama sang Ungeom telah dibersihkan. Dan sesuai rencana, Jungkook mengangkat Namgil sebagai Panglima Perang. Namun meski begitu, Namgil menolak untuk tinggal di istana dan tetap berada di sisi Taehyung, sebagai gantinya kedua putranya lah yang tinggal di istana.

    Menjelang siang hari, Shin memasuki ruangan yang ditempati oleh Junhoo. Menjatuhkan satu lututnya di tengah ruangan, Junhoo yang duduk di ujung ruangan lantas menyambut kedatangan pria itu.

    "Kabar apa yang kau bawa hari ini, Shin?"

    "Ungeom Kim Namgil kembali ke istana."

    Sebelah alis Juhoo terangkat. "Ungeom?" terlihat tak percaya, namun setelahnya tawa licik itu kembali terdengar.

    Menghentikan tawanya, Junhoo lantas berbicara, "bagaimana bisa aku dikhianati oleh cucuku sendiri? Kim Namgil, siapa yang menyangka bahwa dia akan kembali dan memanipulasi cucuku."

    "Baginda Raja mengangkat orang itu menjadi Panglima Perang."

    Garis senyum di wajah Junhoo tiba-tiba menghilang, digantikan oleh kemarahan. Satu pukulan mendarat pada meja, menahan kepalan tangannya di atas meja.

    "Kurang ajar!" hardik Junhoo. "Shin."

    "Ye, Daegam?"

    "Bawa putramu kemari."

    Batin Shin tersentak, dan hal itulah yang membuat tatapannya meragu.

    Junhoo lantas menegur, "kenapa? Kau tidak ingin dia bertemu denganku?"

    Shin menundukkan kepalanya dan berucap, "aku akan membawanya kemari, Daegam."

    Shin beranjak dari tempatnya, meninggalkan ruangan itu beberapa menit dan kembali dengan membawa putranya. Pemuda yang masih menutupi sebagai wajahnya menggunakan kain berwarna hitam yang selaras dengan warna pakaiannya.

    Junhoo tak mengalihkan pandangannya pada pemuda itu sejak keduanya memasuki ruangan tersebut. Shin membimbing putranya untuk duduk bersimpuh di tengah ruangan menghadap Junhoo.

    Junhoo beranjak lalu berjalan mendekati sosok pemuda yang duduk bersimpuh dengan kepala yang tertunduk. Junhoo kemudian menjatuhkan satu lututnya di hadapan pemuda itu.

    "Angkatlah wajahmu, Nak."

    Pemuda itu perlahan mengangkat wajahnya. Mempertemukan tatapan dinginnya dengan tatapan licik milik Junhoo. Tangan kiri Junhoo terangkat dan menurunkan kain yang menutupi wajah pemuda itu. Dan setelah melihat bagaimana wajah pemuda itu, seulas senyum lebar yang tampak sangat licik terlihat di wajah Junhoo sebelum sebuah tawa pelan itu terdengar untuk beberapa detik.

    "Kau, kah itu, cucuku?"

Pemuda itu berpaling, namun tidak dengan Shin yang tak melepaskan perhatiannya dari Junhoo.

    Junhoo tersenyum lebar seakan kemenangan telah berada di tangannya. "Kenapa kau berpaling? Lihatlah aku. Aku adalah kakekmu."

    Pandangan Shin terjatuh dengan kedua tangan yang berada di atas lutut mengepal kuat. Itulah kebenarannya. Sejak awal Junhoo telah membuat konspirasi besar di istana. Dahulu, Youngbin dan Shin diam-diam menjalin hubungan. Dan karena tidak mendapatkan restu dari Junhoo, Youngbin memutuskan untuk kabur dari rumah dan menikah dengan Shin. Namun setelah melahirkan anak pertama, Junhoo tiba-tiba datang dan membawa Youngbin pulang dengan paksa untuk dinikahkan dengan Baginda Raja.

    Keluarga kerajaan tentu saja tidak mengetahui hal itu sampai sekarang. Dan karena tidak bisa meninggalkan Youngbin, Shin pada akhirnya memutuskan untuk menjadi abdi setia Junhoo. Jadi bisa dikatakan bahwa pemuda yang kini berada di hadapan Junhoo adalah saudara seibu dari Jungkook.

    Junhoo kembali berbicara. "Mulai sekarang kau harus memanggilku dengan sebutan 'Kakek', apa kau mengerti?"

"Ye, Harabeoji," sahut pemuda itu.

    "Maka dari itu kau harus membantuku. Bantu kakekmu untuk menjadi Raja."

    Baik Shin maupun pemuda itu sama-sama terkejut. Namun sayangnya tak ada yang ingin memberikan perlawanan.

    "Bagaimana, kau bersedia membantu kakekmu ini?"

    Pemuda itu menunduk dan memberikan jawaban, "ye, Harabeoji."

    Senyum Junhoo melebar hingga sebuah tawa kembali terdengar. Sesuatu yang mengerikan dan membuat mereka yang memiliki hati yang baik akan berpaling.

    "Kalau begitu, sebutkan siapa namamu ... Cucuku ...."

    Menjelang sore hari, Taehyung dalam perjalanan kembali ke penginapan. Berjalan seorang diri di tengah keramaian, langkah itu lantas terhenti ketika berdiri Hoseok di hadapannya tepat pada jarak dua meter. Hoseok kemudian berbalik, menegaskan bahwa pertemuan keduanya merupakan hal yang tidak disengaja.

    Taehyung yang melihat hal itu lantas segera menyusul Hoseok. "Hyeongnim," sebuah teguran yang pada akhirnya menghentikan langkah Hoseok.

    "Bisa kita bicara sebentar?"

    Hoseok berbalik, menyadari bahwa jarak di antara keduanya telah berkurang. Menyisakan jarak satu meter di antara keduanya, Taehyung kemudian mengambil dua langkah ke depan.

    "Apa yang ingin Ketua bicarakan?" nada bicara yang lebih dingin dari sebelumnya.

    Taehyung menyahut, "aku bersyukur jika Hyeongnim kembali pada keluarga Hyeongnim. Tapi aku harap tidak ada kebencian di hati Hyeongnim."

    "Aku tidak pernah membenci Ketua. Jadi hiduplah dengan damai." Hoseok hendak pergi, namun teguran Taehyung kembali menghentikannya.

    "Apakah hubungan kita berakhir sampai di sini?"

    Hoseok kembali memandang. "Sejujurnya ... aku merasa malu pada Ketua. Mungkin akan lebih baik jika ini menjadi pertemuan terakhir kita."

    "Akulah yang seharusnya mengatakan hal itu. Keadaan semakin memburuk karena ulahku ... sejak awal Hyeongnim sudah memperingatkanku. Bukan hanya Hyeongnim, tapi semua orang ... aku ingin menebus semuanya."

    Hoseok sempat terdiam, mencoba memenangkan perang batin yang saat ini memgombang-ambing pendiriannya. Hingga sebuah keputusan ia ambil. Pada akhirnya pemuda itu kembali pada Taehyung. Menutupi luka hati yang diterima kemarin dan berjalan di jalan yang sama dengan Taehyung seperti saat mereka belum menginjakkan kaki di Hanyang.

    Taehyung membawa Hoseok ke penginapan. Dan Hoseok sedikit terkejut ketika menemukan bahwa Namgil masih berada di sana, mengingat sebelumnya sang Ungeom telah mendapatkan posisi di istana.

    "Oh, kau kembali?" tegur Namgil.

    Hoseok segera menundukkan kepalanya. Memberikan salam tanpa lisan.

    Namgil kemudian menegur Taehyung, "pergi ke mana saja kau? Kenapa tiba-tiba menghilang?"

    "Aku memiliki beberapa kepentingan."

    "Kepentingan apa?" terdengar menyelidik dan tentu saja hal itu membuat Hoseok merasa tidak nyaman.

    Taehyung kemudian menengahi, "sebaiknya Abeoji kembali ke istana."

    Namgil memandang tanpa minat. "Aku sudah terlalu tua untuk mendengarkan nasehatmu. Jadi diam saja dan jangan memerintahku."

    Taehyung tak menyahut dan memilih duduk menghadap meja. Hoseok kemudian menyusul Taehyung, duduk berseberangan dan kembali memperbaiki komunikasi di antara keduanya.

    Malam kembali datang, menepis cahaya yang kemudian menghilang tertelan kegelapan. Saat itu Junhoo tengah bersiap untuk pergi bersama beberapa anak buahnya, termasuk dengan Shin. Namun saat itu Youngbin yang baru mendengar rencana sang ayah, membuka pintu rumah yang ia tempati dan segera menghampiri sang ayah.

    "Abeoji!" pekik Youngbin dan menghentikan Junhoo yang saat itu hendak menaiki kuda.

    Youngbin datang dengan membawa tuntutannya. "Apa yang ingin Abeoji lakukan?"

    "Apa maksudmu?"

    "Untuk apa Abeoji kembali ke istana?"

    "Kenapa kau menanyakan hal bodoh seperti itu? Aku akan mengajari putramu itu bagaimana cara berterima kasih pada orang tua."

    Youngbin menatap penuh selidik. "Apa yang akan Abeoji lakukan pada Jungkook?"

    "Kau tidak perlu tahu, kembalilah ke dalam."

    Youngbin menggeleng dan justru menahan lengan Junhoo. "Abeoji, tolong jangan lakukan apapun pada Jungkook. Dia cucu Abeoji ..."

    "Dia bukan lagi cucuku."

    Batin Youngbin tersentak. "Apa maksud Abeoji?"

    "Aku tidak pernah memiliki cucu pembangkang seperti dia. Aku tidak akan memberi ampun pada siapapun yang sudah mengkhianati kepercayaanku."

    "A-abeoji ... jangan lakukan apapun pada putraku. Aku mohon jangan lakukan apapun padanya," suara Youngbin terdengar gemetar. Bagaimanapun juga, sebagai seorang ibu dia tidak bisa membiarkan putranya celaka. Terlebih lagi oleh kakeknya sendiri.

    Junhoo menepis tangan Youngbin dan hendak menaiki kuda, namun lagi-lagi Youngbin menahannya.

    "Tidak, Abeoji tidak boleh pergi. Apa yang akan Abeoji lakukan pada Jungkook?"

    "Aku akan membunuh anak itu," pernyataan yang terdengar begitu mudah untuk diucapkan.

    "Abeoji!" pekik Youngbin.

    Junhoo kembali menepis tangan Youngbin. Namun saat itu Youngbin mengangkat kedua tangannya ke udara untuk menghalangi Junhoo.

    "Abeoji tidak bisa melakukannya."

    "Pergilah, jangan menjadi pembangkang dan ikuti apa kata ayahmu ini."

    Youngbin menggeleng. "Aku tidak akan membiarkan Abeoji menyakiti putraku."

    Junhoo tiba-tiba membentak, "sadarlah Heo Youngbin! Apa yang sudah anak itu lakukan padamu? Bahkan dia menjatuhi hukuman mati pada kakeknya sendiri."

    "Itu salah Abeoji," balas Youngbin. "Jika Abeoji tidak membunuh Baginda Raja, semua ini tidak akan terjadi."

    Junhoo tersenyum tak percaya. "Kau menyalahkanku? Setelah perjuangan yang sudah ayah lakukan untukmu?"

    Youngbin kembali menggeleng. "Tidak, Abeoji tidak pernah berjuang untukku. Semua yang Abeoji lakukan selama ini adalah untuk kepentingan Abeoji sendiri."

    Tangan Junhoo terangkat ke udara dan memberikan tamparan keras pada Youngbin yang seketika membungkam mulut wanita itu. Shin yang melihat hal itu tentunya terkejut, namun tak mampu berbuat apa-apa.

    "Sekarang aku tahu dari mana anak itu mewarisi sifat pembangkangnya. Kau sudah puas dengan kelakuan putramu? Jangan pernah muncul di hadapanku sebelum kau mengakui kesalahanmu."

    Junhoo mendorong Youngbin hingga wanita itu terjatuh ke tanah. Namun Youngbin segera berdiri dan kembali menghalangi Junhoo.

    "Jika Abeoji ingin membunuh Jungkook, maka Abeoji harus membunuhku terlebih dulu."

    Junhoo menatap marah. "Minggir."

    Youngbin menggeleng. "Sudah cukup aku merasa malu memiliki ayah seperti Abeoji. Sudah cukup aku menderita karena Abeoji. Aku tidak akan membiarkan Abeoji menghancurkan kehidupan putraku ... bunuh aku sekarang, Abeoji."

    "Heo Youngbin, berhenti bertindak bodoh."

    "Aku sudah berhenti menjadi boneka Abeoji. Bunuh aku sekarang."

    "Itu keputusanmu."

    Youngbin dan Shin terkejut. Namun sebelum siapapun bertindak, Junhoo telah lebih dulu menarik pedangnya dan menghunuskannya ke perut Youngbin.

    "Daegam!" hardik Shin.

    Junhoo menarik pedangnya dan tubuh Youngbin segera limbung. Shin yang melihatnya mengambil gerakan cepat untuk menahan tubuh Youngbin.

    "Nyonya ..." suara pria itu terdengar gemetar. Namun tak ada belas kasih yang tersisa dalam sorot mata Junhoo.

    "Kau bukan putriku lagi, renungilah kesalahanmu." Junhoo menaiki kudanya dan meninggalkan tempat itu bersama beberapa anak buahnya.

    Shin kemudian perlahan membaringkan tubuh Youngbin dengan menahan bagian atas tubuh wanita itu. Tatapan dingin itu gemetar, menunjukkan tangis yang tertahan.

    "Youngbin ... kenapa? Kenapa kau melakukan hal ini? Kenapa?"

    Tangan Youngbin mencoba menggenggam punggung tangan Shin. Untuk kali pertama setelah waktu yang cukup lama, pada akhirnya Shin kembali menyaksikan wanita yang ia cintai menangis.

    Dengan napas yang terdengar pendek, Youngbin berujar lirih, "maafkan aku ... maafkan aku ..."

    Shin menggeleng. "Kau tidak perlu meminta maaf. Bertahanlah, aku akan mencari bantuan."

    Youngbin menggeleng dan langsung terbatuk. Membuat cairan merah keluar dari mulutnya. Menggenggam kuat tangan Shin, Youngbin memandang dengan penuh penyesalan. Penyesalan atas luka yang ia berikan pada pria itu.

    "P-putraku ... tolong selamatkan dia ... selamatkan dia ..."

    Mengambil napas dalam yang sempat terputus, pada akhirnya napas Youngbin benar-benar terputus saat itu. Genggaman tangan itu terlepas, seiring dengan mata yang menutup rapat. Membiarkan air mata terakhir menyampaikan rasa sesalnya.

    Bibir Shin tampak gemetar, membimbing sebuah tuntutan keluar dari mulutnya. "Bagaimana dengan putraku? Bagaimana dengan putraku? Kenapa kau begitu kejam? Heo Youngbin! Jangan lakukan ini padaku ... bagaimana dengan putraku ... argh ..."

    Tangis keputusasaan itu telah terabaikan oleh malam. Para manusia bersembunyi di kediaman mereka, menolak untuk mengetahui tangis siapakah yang mengisi kegelapan malam itu. Para tumbuhan menunduk, menolak menyaksikan sebuah tuntutan yang tersampaikan di langit gelap malam itu.

Selesai ditulis : 28.08.2020
Dipublikasikan : 31.08.2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top