Lembar 177 [Sepuluh Episode Terakhir]
"Bunuhlah dia, maka kau akan melihat kematianku setelahnya ... Hyeongnim ..."
Seakan mampu mendengar suara hati Changkyun, tangan Taehyung yang memegang pedang itu terlihat gemetar, begitupun dengan netra yang kini memperlihatkan sebuah keputusasaan.
Suara berat Changkyun lantas terdengar, "bunuh dia ... apa yang kau tunggu, Hyeongnim? Bunuh anak itu sekarang."
Namgil menghela napas beratnya dengan pelan. Bukannya tak mau ikut campur, namun si Ungeom telah membaca situasi. Sejak awal ia hanya ingin menguji Taehyung. Dan sebuah fakta bahwa pemuda itu tak memiliki keberanian untuk membunuh saudaranya sendiri.
Saat itu tangan Taehyung yang memegang pedang terjatuh, membiarkan pedang itu terlepas dari tangannya hingga angin yang kembali berhembus berhasil menumbangkan tubuhnya. Kedua lutut Taehyung menghampiri tanah, membimbing tubuhnya untuk merapat ke tanah. Menyembunyikan wajahnya dari dunia. Dia menangis, mengiringi suara tangis Jungkook yang masih berlanjut.
"Kembalikan padaku ... kembalikan semuanya padaku ... kembalikan ..." suara lirih yang terdengar menyedihkan dan berhasil menarik perhatian Jungkook.
Dengan tangis yang tertahan, untuk kali pertama Jungkook menyaksikan kakak yang selalu ia sanjung menangis. Dan Jungkook menganggap bahwa semua luka yang diderita oleh Taehyung adalah karena dirinya.
Lalu apa yang dilakukan oleh Changkyun?
Pemuda itu masih berdiri di tempat yang sama dengan sebilah pedang yang masih berada di lehernya.
"Ya ampun ... orang tua macam apa yang membiarkan putranya yang ingin bunuh diri?" suara familiar itu datang dari arah samping Changkyun.
Kejutan yang entah ke berapa bagi Changkyun ketika ia menemukan Hwaseung yang berjalan mendekat.
Namgil kemudian menyahut, "bocah kurang ajar, jika tidak bisa berbicara lebih baik lagi, kau diam saja."
Hwaseung menyahut, "jangan menyalahkanku, aku hanya mewarisi sifat yang kau miliki." Hwaseung kemudian menggerutu, "sudah seperti ini masih saja berdiri seperti orang bodoh."
Changkyun menurunkan pedang dari lehernya dan bergumam, "Hyeongnim?"
Hwaseung dengan ringannya melambai pada Changkyun dengan senyum lebarnya seakan tak terjadi apapun di sana. "Oh! Kau di sini? Jangan bermain-main dengan pedangmu, itu terlihat menakutkan."
Bukannya menghampiri Changkyun, langkah Hwaseung justru mengarah pada Taehyung dan juga Jungkook. Saat Hwaseung sampai di tempat keduanya, pandangan Jungkook terangkat dan bertemu dengan tatapan prihatin milik Hwaseung.
Hwaseung kemudian menarik lengan Taehyung hingga membuat pemuda itu berdiri. "Sudah kuduga kau tidak akan bisa melakukan hal ini. Sudah, jangan dengarkan orang tua itu. Kita pulang sekarang."
Hwaseung menarik lembut lengan Taehyung yang hanya berpasrah diri ketika ia tak memiliki apapun untuk sanggup lagi berdiri dengan tegap. Meninggalkan Jungkook yang hanya mampu memandang kepergian keduanya dalam diam.
Hwaseung kembali melambaikan tangannya pada Changkyun ketika melewati tempat pemuda itu. "Kapan-kapan aku akan mengunjungimu secara pribadi, adikku."
Hwaseung memberikan tatapan yang lebih serius ketika melewati tempat Namgil. Dan Namgil sejenak memandang punggung putra bungsunya sebelum menyusul kepergian Taehyung dan Hwaseung. Meninggalkan kedua pemuda itu dalam rasa putusasa yang mendalam. Jungkook melihatnya, melihat bagaimana si Rubah tumbang dengan begitu mudahnya.
Bagaikan telah kehilangan pijakannya, Changkyun membiarkan kedua lututnya menyatu dengan tanah. Begitupun dengan tatapan kosong yang menghilangkan sedikit harapan yang sempat tersisa. Semua terjadi begitu cepat. Ketika ayah dan kakaknya kembali namun justru sebagai orang asing. Sedangkan Jungkook kembali menundukkan kepalanya, membiarkan sisa tangis itu kembali terdengar hingga ia tak bisa lagi menangis.
"Kenapa ... kenapa kalian meninggalkanku? kenapa hanya aku yang ditinggalkan?" suara hati sang Rubah yang tak bisa didengar oleh siapapun ketika lisan itu menolak untuk mengungkapkan perasaannya kala itu.
Langit menggelap, mengakhiri secara paksa kisah yang belum terselesaikan. Dedaunan merunduk, menyambut sang penguasa malam yang kembali ke langit gelap untuk berbaur dengan ribuan cahaya yang hanya terlihat seperti sebuah bintik putih pada kertas hitam.
Kim Changkyun, duduk bersimpuh di hadapan makam sang ibu untuk menyampaikan sebuah pengaduan meski tak ada lagi kata yang mampu tersisa dan juga tangis yang tak lagi terdengar. Wajah dingin itu, tatapan kosong itu.
Membiarkan dirinya tertelan oleh kegelapan, Changkyun terdiam dalam waktu yang cukup lama hingga tubuhnya yang kemudian bersandar pada tanah makam sang ibu. Mengantarkannya menuju kegelapan yang sejati kala jiwa yang lelah itu mulai menemukan tempat untuk bersandar. Sang Rubah benar-benar tertelan oleh kegelapan bersama dengan luka di hatinya yang tak lagi memiliki harapan.
Terlelap di bawah naungan langit malam. Membiarkan sang rembulan yang pergi terlalu jauh tanpa bisa mengucapkan kalimat perpisahan.
Garis cahaya terlihat di ujung timur. Namgil terbangun lebih awal dan bergegas ke kamar yang ditempati oleh Taehyung. Tak terlihat terburu-buru, langkah santai itu terhenti tepat ketika ia membuka pintu ruangan yang menjadi tujuannya.
Hwaseung yang saat itu telah berada di dalam lebih dulu lantas berbalik menghadap sang ayah yang menatapnya penuh tanya.
Pemuda itu kemudian berucap, "dia sudah pergi."
Namgil berdiam diri, namun bukan berarti ia tak memikirkan apa yang akan dilakukan oleh Taehyung setelah ini.
Melihat reaksi ayahnya, Hwaseung lantas menegur, "Abeoji akan membiarkannya?"
"Memangnya apa yang ingin dia lakukan?" terdengar acuh, namun terdapat kekhawatiran dalam nada bicara Namgil kala itu.
"Itulah masalahnya. Apa yang akan anak itu lakukan?"
"Dia pasti pergi ke istana. Biarkan saja." Namgil hendak pergi, namun langkah itu terhenti oleh teguran Hwaseung.
"Abeoji yang sudah menghasut anak itu. Jangan melepaskan tanggung jawab begitu saja."
Namgil menatap sinis. "Apa maksudmu dengan menghasut? Jangan asal bicara ... seberapa jauh berbedanya dia dengan ayahnya, dia tetaplah putranya. Mereka pasti memiliki kesamaan."
Namgil lantas benar-benar pergi. Kembali ke kamar yang ia tempati. Hanya beberapa detik, ayah dua anak itu kembali keluar dari kamar dengan membawa kedua pedang miliknya dan berjalan menuju pintu keluar.
Sedang di sisi lain, Taehyung tengah mencoba melarikan Hwagoon dari istana. Menaikkan tubuh lemah Hwagoon ke atas kuda, Taehyung lantas turut menaiki kuda tersebut. Membiarkan Hwagoon bersandar padanya.
"Bertahanlah, kita akan pergi dari sini," kalimat itu membimbing kelopak mata Hwagoon untuk menutup.
Tangan lemah gadis itu mencengkram pakaian Taehyung ketika pemuda itu mulai memacu kudanya yang kemudian menarik perhatian dari beberapa prajurit. Namun tak ada dari mereka yang bereaksi karena keadaan yang masih cukup gelap mengganggu pandangan mereka.
Mengarah ke Gwanghwamun, netra Taehyung memicing dan menemukan sosok Hoseok yang sudah berjaga di sana. Melihat kedatangan Taehyung, Hoseok menarik pedangnya. Menebas dua prajurit dengan gerakan cepat dan memberikan anggukan kepada dua prajurit lainnya yang masih berdiri dan kemudian membuka pintu Gwanghwamun yang berat itu. Memberikan jalan bagi Taehyung.
Pandangan kedua pemuda itu sempat bertemu beberapa detik sebelum Taehyung melewati gerbang itu.
Hoseok memandang kedua prajurit yang sebelumnya membuka gerbang dan memberi perintah, "bereskan mereka."
Kedua prajurit itu mengangguk. Hoseok melewati gerbang dan memandang kedua prajurit yang berjaga di luar gerbang.
"Tutup gerbangnya," ucap Hoseok.
Pemuda itu menghampiri kudanya yang berada tidak jauh dari sana ketika kedua prajurit itu kembali menutup gerbang Gwanghwamun. Bergegas menyusul Taehyung yang telah meninggalkannya cukup jauh.
Sedangkan di sisi lain, Junhoo memberikan kejutan pada Baginda Raja dengan kunjungan di pagi buta. Ditemani oleh Shin dan juga Youngbin, ketiganya memasuki ruang peristirahatan Baginda Raja dan tentunya hal itu mendapatkan kecaman dari Baginda Raja yang nyatanya masih terjaga.
"Kau tidak melihat langit terlebih dulu sebelum datang kemari, Menteri Heo Junhoo?"
Senyum Junhoo tersungging. Pria tua itu kemudian menjawab, "sebentar lagi langitnya juga akan cerah."
"Lancang sekali kau memasuki tempat ini. Heo Youngbin, bawa ayahmu pergi dari tempat ini!"
Youngbin tak memberi respon, sejujurnya wanita itu tengah merasakan ketakutan yang besar dan itulah hal yang membuatnya terlihat sangat gugup.
Junhoo lantas menyahut, "kita selesaikan saja dengan cepat. Berikan takhtamu pada cucuku dan aku akan mengampunimu."
Baginda Raja terperangah, tak ingin mempercayai apa yang baru saja ia dengar. "K-kau! Berani sekali kau mengatakan hal itu ... kau dengarkan baik-baik. Cucumu ... tidak akan pernah menjadi Raja. Berhentilah bermimpi!"
Junhoo tersenyum sinis. "Apa maksudnya ini? Kau menjadikan cucuku sebagai Putra Mahkota tapi kau tidak membiarkannya menjadi Raja. Bukankah kau ayah yang kejam?"
"Aku tidak akan menyerahkan Joseon kepada orang seperti kalian."
Baginda Raja mendekati ketiganya, berniat menyeret Junhoo keluar dari tempatnya. Namun beberapa langkah sebelum sampai di tempat Junhoo. Pria tua itu menarik pedang di tangan Shin dan kemudian menghunuskannya pada perut Baginda Raja hingga menembus punggung sang Raja.
"Aku tidak membutuhkan persetujuanmu. Sayang sekali ..."
Senyum kemenangan terlihat di wajah Junhoo, namun keterkejutan terlihat di wajah Youngbin yang tak bisa berbuat apapun.
"K-kau ... k-keparat, kau ..." suara Baginda Raja tercekat ketika napasnya tiba-tiba memendek.
Ketika cahaya membelah langit gelap, kala itu sang Raja berakhir di tangan Heo Junhoo.
"Aku ucapkan selamat atas penurunan takhtamu, Lee Jeon."
Junhoo menarik kasar pedang di tangannya dan kemudian menggunakan kakinya untuk menendang perut Baginda Raja hingga pria itu terlempar ke belakang dan kemudian berguling hingga jatuh dalam posisi tengkurap. Namun saat itu pintu di belakang mereka tiba-tiba terbuka dari luar.
"Harabeoji!" pekik Jungkook dengan netra yang membulat. Terkejut dengan apa yang terjadi di sana.
Ketiga orang dewasa yang berada di sana tentunya juga terkejut dengan kehadiran Jungkook. Semua tidak direncakan sebelumnya. Jungkook menemui ayahnya sepagi itu dengan tujuan memohon pada sang ayah untuk mengembalikan takhta Putra Mahkota kepada Taehyung. Namun yang kini dihadapkan pada pemuda itu benar-benar sesuatu di luar nalar.
Langkah Jungkook berjalan masuk, masih dalam keadaan terkejut. Sedangkan Junhoo mengembalikan pedang milik Shin sembari membuat kontak mata dengan pria itu. Shin yang mengerti maksud dari Junhoo lantas berjalan menuju pintu. Melewati Jungkook, Shin lantas membunuh dua prajurit yang ikut bersama Jungkook dan tentunya menyaksikan apa yang terjadi di sana.
Jungkook sekilas menoleh ke arah Shin dan membuat kemarahan itu semakin menjadi. Memandang sang kakek, Jungkook lantas membentak, "apa yang sudah kalian lakukan?!"
Youngbin dengan panik menghampiri Jungkook. Mencoba untuk menenangkan putranya. "Jungkook, dengarkan penjelasan kami."
Jungkook menepis tangan Youngbin dan menjauh. "Kenapa Ibu membiarkan Harabeoji membunuh ayahanda? Kenapa kalian membunuh ayahku?!"
Junhoo kemudian menghampiri Jungkook dan langsung mencengkram tangan pemuda itu. Memberikan cucunya itu tatapan tajam sebagai sebuah peringatan.
"Kenapa Harabeoji melakukan hal ini? Kenapa?!"
"Jangan membentak kakekmu seperti itu. Semua ini kami lakukan untukmu."
"Aku tidak menginginkan apapun dari kalian."
"Dengarkan kakekmu ini baik-baik."
Jungkook memberontak, berniat melepaskan tangan Junhoo dari tangannya. Dan hal itulah yang memicu kemarahan Junhoo.
Pria itu kemudian membentak. "Lee Jungkook! Dengarkan aku."
Seketika Jungkook berhenti memberontak, namun dengan tangis yang tertahan.
Junhoo kembali berbicara, "dengarkan baik-baik. Mereka berniat membunuhmu, kakek hanya ingin melindungimu ... bukan kakek yang sudah membunuh ayahmu, tapi Ketua Kelompok Pedagang Kim Taehyung lah yang melakukannya. Kau mengerti, bukan?"
Jungkook menggelengkan kepalanya, sudah jelas ia melihat bahwa yang membunuh Baginda Raja adalah Junhoo. Namun pria tua itu justru melimpahkan kesalahan kepada orang lain.
"Tidak ... bukan Hyeongnim yang melakukannya. Harabeoji lah yang sudah membunuh ayahanda. Aku melihatnya sendiri ... Harabeoji yang sudah membunuh ayahanda!"
Satu pukulan keras mendarat di wajah Jungkook dan membuat Youngbin memekik.
"Abeoji!" Youngbin dengan cepat memeluk Jungkook dari samping. "Apa yang Abeoji lakukan?"
"Bocah tidak tahu diri! Di mana rasa terima kasihmu? Dengarkan baik-baik ... apapun yang terjadi kau harus menjadi Raja. Kakek tidak akan memberimu maaf jika kau menjadi anak pembangkang."
Tubuh Jungkook merosot. Jatuh terduduk dan kembali menangisi ketidakberdayaannya. Sedangkan Junhoo berdiri tegap dengan kemenangannya pada pergantian hari yang membawa kabar buruk bagi istana Gyeongbok. Di tangan Junhoo, hari itu menjadi hari yang buruk bagi siapapun yang berada di jalan yang berbeda dengan pria tua itu.
"Ketua Kelompok Pedagang telah membunuh Baginda Raja dan membawa kabur calon Putri Mahkota. Tangkap pengkhianat Kim Taehyung!"
Selesai ditulis : 21.08.2020
Dipublikasikan : 29.08.2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top