Lembar 174 [Tiga Belas Episode Terakhir]
Dini hari itu Taehyung kembali ke istana. Netra teduhnya terlihat menggelap penuh kemarahan. Melangkahkan kakinya menerobos kegelapan yang masih merengkuh, langkah kakinya memasuki area Gwansanggam.
Mengarah ke utara, Taehyung memasuki salah satu bangunan di paviliun utara. Berjalan semakin masuk, pemuda itu sempat membuka beberapa pintu sebelum berhenti pada pintu ke tiga ketika ia menemukan apa yang tengah ia cari.
Guru Heojoon yang saat itu duduk di dalam perpustakaan pribadinya lantas berdiri dengan tenang setelah melihat seseorang bertamu di waktu yang kurang tepat. Taehyung segera masuk dan menghampiri Guru Heojoon. Namun dalam perjalanannya, Taehyung menarik keluar pedangnya yang kemudian ia hunuskan tepat di bawah dagu Guru Heojoon ketika ia mencapai tempat pria itu.
Guru Heojoon melihatnya, kemarahan yang berniat untuk mengambil nyawanya malam itu. Namun tanpa menghilangkan ketenangannya, pria itu berucap, "Pangeran memilih jalan yang sulit ... aku sudah hidup dalam waktu yang cukup lama. Jikapun Pangeran ingin membunuhku, aku tidak akan memberikan pembelaan apapun."
Suara tegas Taehyung lantas terdengar, "apa yang terjadi pada Park Hwagoon?"
Batin Guru Heojoon tersentak. Tatapan pria itu meragu, namun berbanding terbalik dengan Taehyung yang semakin menuntut.
"Katakan yang sebenarnya."
"Itu sesuatu yang sulit untuk diungkapkan."
"Kau bahkan bisa membuang dua Pangeran sekaligus untuk melindungi Putra Mahkota. Apa yang tidak bisa kau lakukan, Kang Heojoon?"
Guru Heojoon terdiam tanpa melepaskan pandangannya pada Taehyung. Namun Taehyung yang menolak bersabar lebih lama semakin mendekatkan ujung pedangnya pada leher Guru Heojoon hingga berhasil menggores kulit leher pria tua itu.
Guru Heojoon merasakannya. Sedikit luka yang terbuka dan mengeluarkan darah yang terasa dingin. Namun seakan tak ada lagi hal yang ia takutkan, pria tua itu tetap mempertahankan sikap tenangnya.
Sedikit menarik pedangnya guna memberikan jarak. Taehyung kemudian berucap, "aku tidak peduli jika kau ingin mati. Jawab pertanyaanku sekarang ... aku bukanlah orang yang sama dengan bocah yang menemuimu waktu itu."
Guru Heojoon kembali terdiam, namun tak lama karena setelahnya ia segera berbicara kembali dengan lebih berhati-hati. "Nona Park Hwagoon ... seorang cenayang telah mengutuknya."
Rahang tegas Taehyung semakin mengeras seiring dengan cengkraman pada pedangnya yang menguat. "Siapa yang melakukannya?"
"Mantan Kepala Cenayang Seongsucheong, Cenayang Min Ok."
"Katakan, di mana orang itu sekarang?"
"Sayang sekali, Pangeran sudah terlambat."
"Apa maksudmu?"
"Malam ini seseorang mengabarkan bahwa Cenayang Min Ok tewas setelah memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri."
Batin Taehyung tersentak dan genggaman pada pedangnya sedikit gemetar. "Atas perintah siapa dia melakukan hal itu?"
Guru Heojoon terdiam, tak mampu mengucapkan kebenaran yang justru akan membuat situasi menjadi lebih kacau jika sampai ia mengatakannya.
"Kang Heojoon ..."
"Bunuhlah aku, Pangeran."
Tatapan Taehyung sedikit gemetar. Sesuatu yang buruk terjadi di dalam dadanya dan hal itu membuat napasnya memendek hingga pandangan pemuda itu terjatuh ke samping disusul oleh pedang yang ia turunkan dari leher Guru Heojoon. Namun semua belum berakhir sampai di situ.
Taehyung berujar dengan kemarahan yang tertahan, "itu keputusanmu," membawa pandangannya kembali pada Guru Heojoon. "... aku tidak akan menyesal meski kau mati di tanganku, Guru Heojoon."
Tangan Taehyung yang memegang pedang mengayun ke samping dan hendak menebas leher Guru Heojoon yang telah berpasrah diri dan memejamkan mata.
"Tahan, Pangeran."
Pergerakan tangan Taehyung terhenti di udara tatkala sebuah teguran datang dari pintu masuk. Ekor mata Taehyung menangkap sosok Guru Kiseung yang datang dengan langkah yang terburu-buru dan kemudian berdiri menengahi keduanya.
Guru Kiseung kemudian berucap, "jangan melakukan sesuatu yang dilandasi oleh kemarahan. Ini tidaklah seperti Pangeran yang sesungguhnya."
Taehyung menurunkan pedangnya sembari berucap dengan tenang namun tetap memberikan penekanan, "sudah kukatakan bahwa aku berbeda. Orang yang kalian sebut sebagai Pangeran sudah mati, jangan samakan aku dengan orang itu."
"Apapun itu, mohon agar Pangeran bisa menahan diri."
"Untuk yang terakhir kalinya ... untuk siapa cenayang itu bekerja?"
Guru Kiseung memandang Guru Heojoon yang kemudian menggeleng. Namun Guru Kiseung tak ingin jika sesuatu yang buruk terjadi malam itu. Pandangan pria itu kembali kepada Taehyung dengan membawa sebuah jawaban.
"Menteri ... Heo Junhoo."
Genggaman pada pedangnya menguat, pandangan itu mengarah pada lantai. Kemarahan itu semakin membesar dan membuat Taehyung terlihat sangat menakutkan ketika tak ada kata yang terucap dari mulutnya. Sedangkan Guru Heojoon tampak merutuki tindakan Guru Kiseung.
Setelah merasa cukup mampu mengendalikan amarahnya, Taehyung kembali mengangkat wajahnya. Memandang kedua Guru Besar Gwansanggam itu dengan tatapan tak bersahabatnya.
Taehyung kembali berbicara dengan suara yang lebih tenang, "cenayang itu sudah mati, lalu bagaimana nasib Park Hwagoon?"
Guru Kiseung memandang Guru Heojoon. Bermaksud meminta rekannya untuk menjawab. Dan Guru Heojoon pun berucap dengan ragu, "jika cenayang itu mencabut kutukannya sebelum meninggal, maka nona Park Hwagoon akan sembuh seperti sedia kala."
"Jika tidak?" suara Taehyung terdengar sedikit gemetar.
Guru Heojoon menjawab dengan keraguan yang bertambah besar, "jika tidak ... maka yang terjadi adalah sebaliknya."
Pandangan Taehyung terjatuh, membimbing seulas senyum tersungging tak percaya. Ia pun bergumam, "siapa yang membiarkan wanita iblis itu hidup selama ini?"
Tak ada lagi yang bisa dikatakan, Taehyung lantas meninggalkan tempat itu dengan mulut yang terkatup rapat setelah mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Sedangkan Guru Heojoon menjatuhkan tatapan menuntutnya pada Guru Kiseung.
"Tidak seharusnya kau mengatakan hal itu padanya."
"Dan membiarkanmu mati?" sanggah Guru Kiseung. "... meski rupa dan fisik Pangeran Taehyung masih sama, namun dia sudah menjadi orang yang berbeda. Atau mungkin inilah sifatnya yang sesungguhnya."
"Tapi dengan kau mengatakan hal itu, keadaan akan semakin buruk."
Guru Kiseung tak mengalah. "Kau berharap mati di tangan Pangeran Taehyung untuk menebus dosamu? Kau pikir Pangeran akan berhenti begitu saja? Jika kau mati, dia akan mendatangi Dong Il. Dan jika Dong Il menolak memberi jawaban, maka Pangeran akan membunuhnya ... dan setelah itu, dia akan datang padaku ... kau pikir semua akan berakhir hanya dengan kematian kita? Jangan menjadi bodoh, Kang Heojoon. Kau berada di pihak yang salah."
"Aku tidak pernah memihak siapapun," gumam Guru Heojoon yang kemudian kembali ke tempat duduknya.
Guru Kiseung menyahut, "tapi malam ini, kau menunjukkan pada siapa kau berpihak ... kalian tahu bahwa istana akan jatuh ke tangan Heo Junhoo jika Putra Mahkota sampai naik takhta."
Guru Heojoon tiba-tiba memukul meja dan membentak, "aku tidak membela Heo Junhoo! Aku hanya tidak ingin keadaan menjadi lebih buruk lagi."
Guru Kiseung memalingkan wajahnya dengan helaan napas yang terdengar putusasa. Pria itu kemudian berucap dengan lebih tenang, "bagaimanapun juga tidak akan ada kedamaian sebelum dendam itu terbalaskan."
Guru Heojoon memandang Guru Kiseung. "Apa maksudmu?"
Guru Kiseung balik memandang. "Harus ada yang dikorbankan untuk kejayaan sebuah negara. Mari keluar dari garis takdir ketiga Pangeran."
Guru Heojoon menatap tak percaya, menyadari terdapat ribuan makna dari kalimat Guru Kiseung yang sangat sederhana.
Kegelapan masih bertahan, begitupun dengan langkah Taehyung. Dari Gwansanggam, Taehyung menginjakkan kakinya di paviliun Baginda Raja. Melewati para penjaga yang telah tertidur, langkah tenangnya itu lantas mempertemukannya dengan sosok sang ayah yang kala itu tengah terlelap.
Berdiri dalam jarak satu meter dari Baginda Raja. Taehyung menjatuhkan pandangannya pada wajah pria yang paling ia hormati. Dan seakan suasana hati yang kacau milik sang Pangeran itu berhasil mengusik tidur sang ayah, Baginda Raja lantas terbangun di tengah tidurnya akibat sebuah mimpi buruk yang membuat pria itu segera bangkit terduduk dengan napas yang sedikit memburu.
Ekor mata sang Raja lantas menemukan keberadaan orang lain di dalam ruangan itu. Perlahan Baginda Raja menoleh dan keterkejutan itu berkali-kali lipat ketika ia menemukan sosok Taehyung. Menyingkap selimutnya dengan kasar, Baginda Raja berinisiatif untuk bangkit sebelum pergerakannya terhenti ketika Taehyung lebih dulu menjatuhkan kedua lutut ke lantai.
Dengan suara gemetar Baginda Raja menegur, "k-kau? Apa yang kau lakukan di sini?"
Meletakkan pedangnya di lantai, kedua telapak tangan Taehyung berada di atas kedua lututnya. Pemuda itu kemudian berucap, "ini permintaan terkahir hamba. Mohon ... kembalikan Park Hwagoon pada hamba, Yang Mulia."
Netra Baginda Raja mengerjap. "A-apa yang sedang kau bicarakan?"
"Hamba tidak akan meminta apapun setelah ini. Mohon kabulkan permintaan sederhana hamba ini."
"Katakan dengan jujur, siapa kau sebenarnya?"
Pandangan yang sebelumnya mengarah pada lantai itu lantas terangkat. Menemukan wajah sang ayah dan membimbing sebuah jawaban untuk diucapkan.
"Ketua Kelompok Pedagang," jawaban sederhana yang tak mungkin bisa diterima oleh Baginda Raja.
"Berhenti membohongi semua orang, Pangeran Lee Taehyung. Aku tahu itu adalah dirimu, kau tidak perlu bertindak sampai sejauh ini."
"Jika hamba mengatakan bahwa hamba adalah Pangeran Lee Taehyung, apakah Baginda Raja akan mengabulkan permintaan hamba?"
"Cukup sampai di sini. Kau tidak tahu bagaimana perasaan ibumu saat kau meninggalkan istana dan menghilang begitu saja. Hentikan semua ini dan kembalilah pada kami."
"Hamba menolak."
"Maka dari itu, kau tidak akan mendapatkan apa yang kau inginkan."
Taehyung bungkam setelah mendapatkan kalimat bernada mengancam itu, dan keadaan kembali menjadi hening untuk beberapa waktu setelahnya ketika kedua orang itu mencoba bertahan dengan pendirian mereka masing-masing.
Setelah beberapa saat tak ada kepastian, Taehyung lantas memutuskan untuk menyambung pembicaraan. "Jika Pangeran Lee Taehyung kembali, akankah Yang Mulia mengembalikan harga dirinya pula."
Dahi Baginda Raja mengernyit. "Apa maksudmu?"
"Aku pikir Pangeran Lee Taehyung telah kehilangan harga dirinya setelah diturunkan dari takhtanya ..."
Batin Baginda Raja tersentak.
"... jika Yang Mulia menginginkan Pangeran Lee Taehyung kembali, maka kembalikan pula harga dirinya."
"Dengan cara apa aku harus mengembalikan harga diri yang kau maksud?"
"Lupakan. Seperti yang hamba katakan, hamba hanya meminta agar Yang Mulia mengembalikan Park Hwagoon Agassi pada hamba."
"Kau terlambat. Dia akan menikah dengan adikmu ... kau tidak bisa membawanya ke manapun."
Segaris senyum tipis terlihat di wajah Taehyung, namun tersimpan amarah dalam senyuman yang dengan cepat lenyap sebelum sang ayah mampu menyadarinya. Kedua tangan yang berada di atas lutut terkepal kuat. Taehyung memutuskan untuk melarikan diri. Namun sebelum itu terjadi, sebuah tuntutan terucap sebagai pukulan bagi sang ayah.
"Kembalikan semua yang sudah direbut dariku, Abeoji ..."
Selesai ditulis : 18.08.2020
Dipublikasikan : 28.08.2020
Sudah siapkah kalian untuk besok?🥳🥳🥳🥳
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top