Lembar 165
Taehyung berdiri di bawah tangga paviliun Putra Mahkota. Dengan kedua tangan yang senantiasa berada di balik punggungnya, pandangannya menatap pintu yang sudah lama tak ia masuki sejak ia tinggalkan saat itu. Pintu itu terbuka dari dalam, menampakkan sosok Kasim Seo yang keluar dari sana.
Kasim Seo hendak menuruni anak tangga. Namun langkah pria tua itu terhenti tepat setelah ia melewati dua anak tangga, tatkala pandangannya menemukan sosok yang tak asing lagi baginya berdiri di ujung jalan yang hendak ia lewati.
Batin Kasim Seo tersentak. Tampak matanya yang perlahan mulai berkaca-kaca, ketika sebuah rumor itu benar-benar nyata adanya dan di hadapkan padanya saat ini. Tapi kenyataan akan identitas yang di bawa oleh Taehyung ketika pulang, telah membuat Kasim Seo tak berdaya.
Pria yang terlihat semakin menua di pandangan Taehyung itupun melanjutkan langkahnya. Berjalan dengan tenang hingga pada akhirnya berdiri di samping Taehyung. Menghadapkan diri pada sosok yang ia rindukan namun terasa begitu asing.
Kepala itu menunduk, di susul oleh lisannya yang berucap. "Ketua Kim ada di sini?"
Taehyung hanya memandang dalam diam, tanpa ada keinginan untuk menjawab teguran dari Kasim Seo.
"Mari ... Putra Mahkota sudah menunggu kedatangan Ketua Kim."
Kasim Seo kembali berjalan menaiki anak tangga. Membimbing langkah Taehyung di belakangnya dengan hati yang semakin memberat.
Taehyung tahu itu. Semua tersirat dari cara Kasim Seo berbicara. Taehyung tahu bahwa pertemuan mereka membuat pria itu sedikit emosional, tapi berbeda dengan orang lain. Kasim Seo lebih memilih diam dengan mata yang berkaca-kaca.
Pintu paviliun terbuka. Kasim Seo menyingkir, membukakan jalan pada Taehyung yang justru berhenti di ambang pintu. Melihat hal itu, Kasim Seo lantas mengangkat wajahnya. Menemukan wajah tenang yang sama sekali tak menunjukkan perubahan selain garis rahang yang semakin terlihat tegas.
"Pangeran ..." rintih Kasim Seo. Namun hanyalah batinnya yang mampu mengungkapkan hal itu ketika mulutnya terkatup rapat hanya agar tangis itu tetap tertahan.
Menghilangkan keraguan yang sempat membelit kakinya. Taehyung kembali berjalan. Membiarkan pintu di belakangnya tertutup dan membimbingnya untuk menemui sang Putra Mahkota yang telah menantinya dalam kekhawatiran.
Dalam waktu singkat, langkah itu sudah berdiri di depan pintu kamar Putra Mahkota. Kasim Seo pun bergeser ke samping. Berinisiatif untuk membuka pintu sebelum sebuah suara bentakan terdengar dari dalam ruangan itu.
"Aku harus bagaimana lagi? Aku tidak bisa hanya menunggu di sini! Bagaimana jika Hyeongnim pergi lagi?"
Batin Taehyung tersentak. Namun tak ada yang berubah dari raut wajah tenangnya selain hanya rahang yang terlihat mengeras, dan tak mampu di sadari oleh Kasim Seo.
Kasim Seo lantas mengetuk pintu dan berucap dengan lantang, "Putra Mahkota ... Ketua Kelompok Pedagang, datang menghadap ..."
Jungkook yang mendengar hal itupun bereaksi. Kedua netranya membulat di susul oleh langkah lebarnya yang berjalan ke arah pintu. Namun sebelum ia bisa menjangkau pintu, pintu itu terbuka dari luar dan menampakkan sosok yang selalu ia rindukan di setiap waktunya.
"Hyeongnim ..." suara lirih yang berhasil keluar dari mulutnya.
Taehyung sama sekali tak berpindah dari tempatnya, seakan ingin membiarkan Jungkook lah yang datang padanya.
Tepat setelah Jungkook menjangkau pintu. Dia segera memegang kedua lengan Taehyung dengan mata yang berkaca-kaca. "H-hyeongnim ... benarkah ini dirimu?"
Tanpa menunggu hingga Taehyung memberi jawaban. Jungkook segera menarik tangan Taehyung masuk dan membawanya ke tengah ruangan. Mereka lantas duduk berhadapan di lantai, bersama kedua Kasim yang duduk tidak jauh dari tempat mereka.
Jungkook meraih tangan Taehyung dan menggenggamnya. "Hyeongnim ... katakan jika ini memang dirimu ... kenapa kau diam saja? Cepat katakan sesuatu padaku."
Kepala Taehyung sedikit menunduk, di susul oleh lisannya yang berucap. "Terimalah hormatku, Putra Mahkota."
Jungkook terperangah sebelum sebuah gelengan ia berikan. "Tidak, tidak ... Hyeongnim tidak perlu melakukan hal itu padaku, aku adikmu. Jangan lakukan ini padaku."
Kasim Cha tampak mengusap air matanya. Merasa tak tega melihat bagaimana keadaan Jungkook saat ini. Namun tak ada yang berubah dari raut tenang di wajah Taehyung saat ini.
Taehyung mengangkat wajahnya. Memandang sosok pemuda yang begitu menyedihkan dengan tatapan memohonnya. Dia lantas berucap, "sepertinya tidak ada yang berniat meluruskan kesalahpahaman ini."
"Apa maksud Hyeongnim?"
"Aku merasa sangat terhormat bisa memiliki kemiripan wajah dengan Pangeran Taehyung ... tapi mohon maaf atas kesalahpahaman ini, Putra Mahkota."
"A-apa ... apa yang sedang Hyeongnim bicarakan?"
"Aku bukanlah Pangeran Lee Taehyung. Aku bukanlah kakakmu."
Batin Jungkook tersentak. Dengan cepat air mata itu menuruni wajahnya. Dia menggeleng kuat. "Tidak! Kau adalah Taehyung Hyeongnim. Wajah kalian sama ... kenapa Hyeongnim tetap menyangkalnya? Kau adalah Taehyung Hyeongnim, kau adalah kakakku."
"Hal ini, tidak bisa di benarkan ... tidak sepantasnya orang kecil sepertiku mendapatkan perlakuan seperti ini."
"Hyeongnim!" Jungkook membentak dengan suaranya yang bergetar dan kemudian hanya suara lirih yang keluar dari mulutnya. "Jangan seperti ini ... jangan perlakukan aku seperti ini ..."
Tak berniat menunjukkan keprihatinannya. Taehyung justru menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman Jungkook. Menjatuhkan pemuda itu semakin dalam keterpurukan. Namun Jungkook dengan cepat meraih kembali tangan itu dan membungukkan tubuhnya. Menempelkan keningnya pada kedua tangan Taehyung yang berhasil ia tahan.
Pemuda itu menangis dan memohon, "aku mohon ... jangan lakukan ini padaku. Aku adikmu ... aku adikmu, Hyeongnim ... jangan lakukan ini padaku, jangan lakukan ini padaku ... Hyeongnim ..."
Kasim Cha sudah menangis. Namun Kasim Seo segera beranjak dari tempatnya dan segera meninggalkan ruangan itu dengan tangis tertahan. Sedangkan Taehyung tetap pada pendiriannya, meski rasa sesak itu semakin menghimpit dadanya setiap mendengar tangis yang keluar dari mulut Jungkook.
Perasaan berdosa itu menghampirinya. Mengingatkan bahwa ia sudah melebihi batas dalam menyakiti adiknya. Namun identitas barunya sebagai Ketua Kim tak memberikannya banyak pilihan selain memberikan luka lebih banyak lagi pada pemuda yang bahkan tak henti-hentinya memohon padanya.
Pandangan yang hanya menatap lurus ke depan itupun lantas terjatuh pada Jungkook yang menangis di pangkuannya. Bahu yang beruguncang hebat dengan suara tangis yang menyedihkan.
Sebagai seorang kakak, harusnya ia bisa merengkuh pemuda yang tengah melampiaskan rasa sakit yang selama ini ia tanggung sendirian. Namun apa yang bisa di lakukan oleh Taehyung saat ini?
Jika yang berada di sana saat itu adalah Lee Taehyung. Mungkin Jungkook tidak akan sampai menangis seperti itu. Mungkin Jungkook tidak akan memohon sampai seperti itu.
Namun sayangnya yang berada di hadapan Jungkook saat ini adalah Kim Taehyung. Ketua Kelompok Pedagang. Orang asing yang bahkan tak pernah ia temui sebelumnya. Orang asing yang bahkan tak akan mengerti penderitaan yang telah ia alami karena penyesalan yang telah ia tanggung selama ini.
Lee Taehyung bisa saja luluh dengan tangisan dari orang terkasihnya. Tapi Kim Taehyung. Pemuda dengan ribuan rahasia dan kemisteriusan yang orang lain tak akan mampu untuk mengetahui apa yang saat ini ia pikirkan, ia tidak akan mudah merubah pendiriannya.
Namun kala itu. Satu kalimat yang mampu di ucapkan oleh batin Taehyung, "kenapa kau hidup dengan cara menyedihkan seperti ini, adikku?"
Seandainya Lee Jungkook bisa mendengarnya ...
Selesai di tulis : 03.05.2020
Di publikasikan : 06.05.2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top