Lembar 159
Hoseok memasuki kamar Hwagoon setelah kembali dari paviliun Baginda Raja dan tanpa ada kata yang terucap, para Dayang yang berjaga di ruangan tersebut berdiri dengan kepala yang menunduk lalu pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Hoseok lantas menjatuhkan kedua lututnya di samping Hwagoon yang terbaring dengan lemah, begitupun dengan pedang yang kemudian terlepas dari tangannya.
Tatapan menyedihkan Hwagoon perlahan jatuh pada wajah dingin Hoseok yang menyimpan sebuah kemarahan tanpa di ketahui oleh siapapun.
"Orabeoni..." suara lemah yang keluar bersamaan dengan hembusan napas yang terdengar begitu menyiksa, "bagaimana?"
"Sesuai permintaan Agassi. Saat ini Tuan Muda Kim di bawa ke Gwansanggam."
Sudut bibir yang kering itu terangkat dengan lemah. "Syukurlah."
Tangan kanan Hoseok mendapatkan telapak tangan Hwagoon yang begitu lemah, dia kemudian sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Hwagoon. Dengan terang-tetangan menatap manik sayu milik sang Nona Muda yang kini terlihat lebih kurus dari sebelumnya.
"Sudah cukup, hentikan sampai di sini. Aku akan membawa Agassi pergi dari sini."
"Tidak, biarkan aku tetap seperti ini."
"Agassi, jangan menyiksa dirimu sendiri."
"Ini pilihanku, Orabeoni pergilah." satu tetes airmata kembali terlihat keluar dari sudut mata Hwagoon, "pergi sejauh mungkin."
"Jangan seperti ini, aku bisa membawa Agassi keluar dari tempat ini."
Mata Hwagoon terpejam dengan gelengan pelan sebelum kelopak matanya kembali terbuka. "Jangan pedulikan aku. Aku rasa... Begini akan lebih baik."
"Kenapa? Kenapa Agassi rela menanggung semua ini?" sebuah pertanyaan yang lebih menuntut.
"Tinggalkan istana, bawalah Ketua pergi dari Hanyang."
Tangan Hoseok yang terbebas terkepal kuat dengan pandangan yang sejenak teralihkan ketika kemarahan kembali ingin merebut akal sehatnya.
"Pergilah, Orabeoni..."
Tatapan dingin Hoseok kembali memandang wajah menyedihkan di hadapan matanya. "Aku, akan membuat Ketua menyesali segala perbuatannya."
Tangan lemah Hwagoon yang terbebas terangkat dan mencengkram lemah pakaian Hoseok dengan airmata yang semakin kerap melepaskan diri dari sudut matanya. Wanita muda itu kembali menangis, menangis dalam keterdiaman, menangis dalam luka yang tertimbun oleh luka baru di setiap detiknya.
"Jangan lakukan..."
"Aku akan melakukannya."
"Aku akan membenci Orabeoni."
"Lakukan. Jika itu membuatmu merasa lebih baik, maka bencilah aku sebanyak yang kau mau."
Hoseok segera beranjak dan membuat tangan Hwagoon terjatuh begitu saja. Tanpa berucap apapun, Hoseok segera meninggalkan ruangan tersebut, mengabaikan wanita muda yang kembali menangis dalam ketidakberdayaannya.
"Orabeoni..." suara lirih yang bahkan tak mampu di tangkap oleh pendengaran Hoseok yang kala itu sejenak menghentikan langkahnya di depan pintu dengan tangan yang menggenggam pedangnya kuat-kuat di saat tak ada perubahan dalam wajah dinginnya.
Hoseok kemudian melangkah meninggalkan tempat itu, namun saat pintu utama paviliun terbuka, langkahnya kembali terhenti ketika ia di hadapankan dengan sosok Selir Youngbin yang juga menampakkan keterkejutan di wajahnya.
Tanpa sadar Hoseok mundur selangkah, seakan alam bawah sadarnya memaksanya untuk menjauh dari sosok wanita cantik yang kini memandangnya lekat-lekat.
"Kaukah itu, Jung Hoseok?" tegur Youngbin dengan sebelah alis yang sekilas terangkat.
Ekor mata Youngbin lantas menangkap para Dayang yang berbaris di belakangnya. Dia pun berujar dengan suara yang tegas, "kalian tunggu di sini."
Youngbin lantas membawa langkahnya masuk, membiarkan pintu di belakangnya tertutup dan menyisakan keduanya yang kini berhadapan di lorong yang kosong.
Hoseok kembali mundur meski tatapan dinginnya tak luput dari wanita di hadapannya, sementara Youngbin justru melangkah maju dan memutus jarak keduanya. Menyisakan sedikit jarak di antara kedua ujung kaki masing-masing.
"Bukankah ini pertama kalinya kita bertatap muka?"
Pandangan Hoseok berpaling, menolak untuk meneruskan kontak mata dengan wanita sang Raja. Namun saat itu kekehan ringan keluar dari mulut Youngbin, entah apa yang lucu, bahkan tak ada yang membuat lelucon saat itu.
Hoseok sedikit tersentak ketika jemari lembut Youngbin sampai pada wajahnya dan hal itulah yang membuatnya kembali melakukan kontak mata dengan wanita yang sepantasnya menjadi ibunya tersebut.
"Aku tidak mengira jika kau memiliki paras yang begitu rupawan."
Mata Hoseok mengerjap beberapa kali, mencoba menahan gejolak di dalam hatinya ketika telapak tangan lembut itu menangkup rahang tegasnya. Dan kegugupan yang sempat tertangkap oleh mata Youngbin tersebut membuat wanita itu kembali terkekeh ringan dengan menggunakan punggung tangannya untuk menutupi mulutnya.
"Kenapa kau mengingatkanku pada seseorang?"
Tangan Youngbin bergerak turun ke leher Hoseok. Namun saat itu Hoseok menangkap pergelangan tangan Youngbin dengan tatapan dingin yang lebih tegas, dia lantas menyingkirkan tangan Youngbin dengan kasar dan segera melewati Selir Baginda Raja tersebut. Membuka pintu dengan kasar dan pergi dengan langkah yang lebar setelahnya. Meninggalkan Youngbin yang sempat terkejut akan sikap kasarnya sebelum senyum tak percaya itu terlihat di wajahnya.
"Mereka berdua memang sama saja." gumamnya dengan nada mencibir sebelum melangkahkan kakinya menuju kamar Hwagoon.
Jungkook saat ini tengah duduk berhadapan dengan Guru Dong Il dan juga Guru Kiseung di ruang kerja Guru Dong Il, sedangkan di sisi lain Changkyun tengah mengambil waktu istirahatnya setelah luka-luka di tubuhnya mendapatkan pengobatan.
"Jadi, apakah yang ingin Putra Mahkota tanyakan pada kami?" Guru Dong Il membuka suara.
"Ini tentang Changkyun."
Guru Kiseung menyahut, "jika kami di berikan kehendak untuk menjawabnya, maka kami akan memberikan jawabannya pada Putra Mahkota."
"Aku harap kalian mengatakan sebuah kejujuran padaku."
"Jika Putra Mahkota tidak keberatan, Putra Mahkota bisa mengatakannya sekarang."
"Siapa Changkyun yang sebenarnya?"
Kedua Guru Besar itu saling bertukar pandang untuk sepersekian detik, menyatakan keheranan atas pertanyaan Jungkook.
Jungkook melanjutkan, "kenapa Kasim Hong memanggilnya dengan sebutan Pangeran? Apa yang selama ini tidak ku ketahui tentangnya."
Kedua Guru Besar itu sejenak terdiam, tak ada yang mau membuka suara terlebih dulu dan malah membuat Jungkook menunggu.
"Guru, aku mohon jangan membuatku semakin terlihat bodoh. Aku hanya ingin tahu kebenarannya."
Guru Dong Il menghembuskan napasnya dengan pandangan yang kembali terjatuh pada Jungkook. "Apakah Putra Mahkota ingat bahwa Putra Mahkota pernah menanyakan bintang siapa yang berada di dekat bintang Pangeran Taehyung saat itu?"
"Lalu?"
"Bintang itu adalah bintang milik Tuan Muda Kim, Pangeran Kim Changkyun."
Jungkook tertegun, merasa semua terlalu tiba-tiba. "B-bagaimana bisa? Bukankah dia-"
"Benar," Guru Kiseung menyahut, "Tuan Muda Kim adalah putra dari Kim Namgil. Ungeom yang pernah melakukan kudeta terhadap Baginda Raja. Dan ibu dari Tuan Muda Kim adalah Putri Yowon, adik dari Baginda Raja."
Menatap tak percaya, Jungkook di buat terperangah oleh fakta mengejutkan ini. Jika begitu, lalu kenapa Changkyun mendapatkan perlakuan buruk selama ini.
Guru Dong Il melanjutkan, "di karenakan pemberontakan dari Tuan Ungeom, gelar Kebangsawanan Tuan Muda Kim di cabut dan bukan hanya itu. Hal itu berlaku bagi Tuan Ungeom sendiri dan juga kakak dari Tuan Muda Kim."
"Kakak? Changkyun memiliki kakak?"
"Putra Mahkota mungkin tidak mengingatnya. Tuan Muda Kim memiliki kakak laki-laki bernama Kim Hwaseung."
"Lalu, lalu di mana kakak Changkyun sekarang?"
"Tuan Muda Kim Hwaseung turut meninggalkan istana setelah Tuan Ungeom meninggalkan istana."
Pandangan Jungkook terjatuh dengan helaan napas beratnya. "Kenapa aku baru mengetahui hal ini sekarang?"
"Tidak ada yang perlu di sesali, kami bersyukur karna Putra Mahkota telah membawa Tuan Muda Kim kembali dalam keadaan selamat."
"Sayangnya aku tidak melakukan apapun untuknya." Jungkook lantas berdiri dan bergegas pergi meninggalkan kedua Guru Besar tersebut tanpa berucap sepatah katapun.
Dalam perjalanannya, Jungkook berpapasan dengan Guru Heojoon ketika menuruni tangga kayu. Namun seakan tak melihat apapun, sang Putra Mahkota hanya berlalu begitu saja. Membuat Guru Heojoon sekilas memperhatikan wajah yang penuh sesal tersebut.
Guru Heojoon lantas melanjutkan langkahnya dan menarik perhatian dari kedua rekannya. "Apa yang sudah kalian katakan kepada Putra Mahkota?" tegurnya yang kemudian menempatkan diri duduk di tempat yang sebelumnya di tinggalkan oleh Jungkook.
"Dia hanya meminta kepastian. Dari mana saja kau?" Guru Dong Il membalas teguran tersebut.
Guru Heojoon mendecak, tampak sedikit kekhawatiran di raut wajahnya yang mengundang perhatian dari kedua rekannya.
"Ada apa?"
"Seperti dugaan kita sebelumnya, masalah ini hanya akan membuat terpecahnya basis kekuatan di dalam istana."
"Maksudmu?"
"Beberapa Menteri membuat petisi untuk mengembalikan gelar Kebangsawanan Tuan Muda Kim."
Guru Kiseung serta Guru Dong Il sama-sama terkejut meski sebelumnya mereka sudah menebak hal itu.
"Sepertinya Dewa telah memilihkan jalan yang rumit untuk anak itu."
"Lalu, apa yang harus kita lakukan?"
"Apa lagi? Sepertinya memang sudah waktunya anak itu mendapatkan keadilan."
Guru Kiseung menampakkan kegelisahannya, namun wajah Guru Dong Il terlihat begitu serius dan hal itu berhasil di tangkap oleh penglihatan Guru Heojoon.
"Sung Dong Il, apa rencanamu?"
Guru Dong Il mengangkat pandangannya. "Tidak ada jalan lain, inilah jalan yang telah Dewa berikan kepada anak itu."
Sudut bibir Guru Heojoon tersungging. "Aku suka gayamu."
"Baginda Raja mungkin saja bisa mengabaikan para Menteri, namun Baginda Raja tidak akan mungkin bisa mengabaikan kita."
"Kita pergi ke paviliun Baginda Raja, sekarang!"
Selesai di tulis : 18.02.2020
Di publikasikan : 18.02.2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top