Lembar 152
"Lee Taehyung."
Satu nama yang menyentak batin Hwagoon. Bukankah Lee Taehyung sudah mati dan bukankah pemuda di hadapannya tersebut adalah pengawal dari Putra Mahkota? Hwagoon masih ingat betul wajah yang beberapa waktu lalu ia lihat bersama Jungkook, tapi kenapa pemuda berwajah dingin itu berniat membunuhnya dengan mengatas namakan Lee Taehyung yang sudah tiada.
"Apa maksudmu? Bukankah kau adalah pengawal Putra Mahkota?"
"Itu di luar hak mu untuk mengetahuinya... Pergilah demi Tuanku."
"Baiklah... Jika begitu, bunuh aku sekarang!"
Netra Changkyun membulat, bersamaan dengan ia yang berhenti menekan belati di tangannya. Namun saat itu justru Hwagoon sendirilah yang menarik belati tersebut dan menghunuskan ke lehernya sendiri.
Beruntung Changkyun yang memiliki refleks yang baik segera membelokkan ujung belati di tangannya sehingga ujung belati tersebut menancap pada lantai kayu tepat di samping leher Hwagoon dengan menanggung resiko tangannya yang harus terluka oleh belatinya sendiri.
Batin Changkyun kembali tersentak ketika ia mendapati airmata yang keluar dari kedua sudut mata Hwagoon, di saat insiden sebelumnya membuat wajahnya benar-benar berada di atas wajah Hwagoon dengan tubuh yang sedikit membungkuk.
"Kenapa? Kenapa kau berubah pikiran?" suara Hwagoon terdengar naik turun seiring dengan napasnya yang kembali memberat, "bukankah kau mengatakan ingin membunuhku? Kenapa? Bunuh aku sekarang!"
Tangan Changkyun yang sedikit gemetar kemudian bergerak turun, menggenggam belati tajam miliknya seakan tak ingin jika belati tersebut menggores kulit Hwagoon. Namun saat itu Hwagoon menarik tangannya, memaksanya untuk kembali mengangkat belati tersebut.
"Kenapa?" suara berat yang menuntut yang kemudian menghentikan pergerakan Hwagoon namun tidak dengan air matanya, "kenapa kau ingin aku membunuhmu? Bukankah kau datang untuk menikah dengan Putra Mahkota?"
"Kau salah... Aku datang bukan untuk sebuah pernikahan."
"Katakan!"
"Keadilan atas kematian Ayahku."
Tatapan tajam Changkyun sedikit gemetar ketika di hadapkan dengan tatapan putus asa milik Hwagoon dan karna hal itu pula, genggaman pada belatinya semakin kuat.
"Bunuh aku! Aku tidak akan peduli lagi pada keadilan atas kematian Ayahku... Jika kau membunuhku, aku akan sangat berterima kasih padamu."
Changkyun lantas mencabut belatinya dan segera beranjak berdiri lalu meninggalkan Hwagoon begitu saja. Napas Hwagoon tercekat sebelum isakan yang perlahan keluar dari mulutnya, dia tidak terluka, namun bagian samping lehernya terkena darah milik Changkyun. Gadis muda itu lantas meringkuk dan menangis, meluapkan segala kemarahan atas ketidakberdayaannya, meluapkan kekecewaan serta sakit hatinya pada Kim Taehyung.
Meninggalkan Paviliun Selir Youngbin, langkah kaki sang Rubah berhenti di halaman Seongsucheong. Langkah putus-asanya kemudian mengantarkan kakinya untuk berhenti di tengah halaman Seongsucheong.
Belati penuh darah di tangannya terjatuh begitu saja di lantai yang kemudian di susul oleh darah yang menetes melalui jemarinya. Perlahan Changkyun mengangkat tangan kanannya dan membuatnya mampu melihat tangan yang berlumuran oleh darah.
Napasnya seketika memberat ketika ia tersadar akan dosa besar yang hampir ia lakukan malam itu. Tangannya yang sedikit gemetar itu pun mengepal dengan kuat, mengutuk dirinya sendiri akan apa yang baru saja ia lakukan.
Dengan cepat kedua lututnya bertemu dengan lantai yang dingin, namun perlahan bahu tegap itu sedikit berguncang di susul oleh sebuah isakan yang terdengar ketika kepalanya menunduk dalam.
Di bawah sinar tipis bulan sabit yang hendak mengucapkan kalimat perpisahan, sang Rubah menangis. Menangisi kebodohan yang ia lakukan malam itu. Sebuah isakan pelan yang semakin terdengar lebih keras dari waktu ke waktu hingga bahu itu yang berguncang semakin keras.
"Arghhhh...." satu teriakan yang seakan melepas semua bebannya lolos dari mulutnya, meski pada kenyataannya hal itu hanya semakin menambah beban hatinya.
Tubuhnya semakin merapat ke lantai dengan suara tangis yang sedikit tersamarkan, menyembunyikan keberadaannya yang kembali hancur tanpa di sadari oleh siapapun. Namun malam itu, nyatanya Guru Besar Gwangsanggam Sung Dong Il menyaksikan kehancuran sang Rubah yang telah lama tak ia lihat.
Menatap prihatin ke arah sang Rubah yang terpuruk di tengah halaman Seongsucheong, Guru Dong Il bersikap seolah tak melihat apapun ketika ia tak berniat untuk mendekati Changkyun.
"Sudah kembali, ya?"
Batin Guru Dong Il sedikit tersentak ketika sebuah suara familiar menegurnya dari arah belakang. Guru Besar Gwangsanggam itu pun menoleh dan mendapati rekannya, Guru Heojoon yang datang dengan ketenangannya.
"Kau mengikutiku?"
"Aku bukanlah anak kecil yang sedang mencari kesibukan dengan mengikuti orang tua sepertimu." acuh Guru Heojoon yang menempatkan diri berdiri di samping Guru Dong Il dan langsung menjatuhkan pandangannya pada Changkyun yang benar-benar telah menempelkan keningnya pada lantai guna meredam suara tangisnya.
"Apa kiranya hal yang membuat anak sedingin itu menangis sampai seperti itu?" gumam Guru Heojoon, menampakkan keprihatian yang sama seperti Guru Dong Il. Namun dia lebih terlihat tidak peduli.
"Aku pikir itu karna pernikahan Putra Mahkota."
Guru Heojoon yang merasa hal itu tak masuk akal pun segera menjatuhkan pandangannya pada Guru Dong Il. "Apa hubungannya dengan itu?"
"Yang bermasalah bukanlah pernikahannya, melainkan siapa yang akan di persunting oleh Putra Mahkota."
"Park Hwagoon Agassi?"
"Benar. Jika kau mengingat dengan baik, ini adalah lamaran ketiga yang telah Baginda Raja kirimkan kepada Kelompok Pedagang."
Dahi Guru Heojoon yang sudah berkerut itupun makin berkerut, menampakkan keheranan di saat ia sedikit kesulitan mengingat masa yang di sebutkan oleh Guru Dong Il.
"Lalu apa hubungannya?"
Guru Dong Il menatap sinis ke arah rekannya yang sama sekali tidak peka terhadap keadaan. "Kau ingat untuk siapa lamaran pertama itu di tujukan?"
Guru Heojoon menatap penuh kecurigaan. "Pangeran Taehyung."
"Benar. Dan lamaran kedua di tujukan untuk Putra Mahkota, begitupun dengan lamaran ketiga kali ini... Bagaimanapun juga anak itu sangat bergantung pada Pangeran... Mendengar gadis yang dulu akan di nikahi oleh Tuannya sekarang justru akan di persunting oleh Putra Mahkota, setidaknya mungkin sudah melukai hatinya."
Guru Heojoon menghela napas beratnya. Kedua Guru Besar itupun sama-sama menjatuhkan pandangannya pada Changkyun yang masih menangis di tengah gelapnya malam tanpa ada satupun yang akan melihat tangisannya malam itu.
Malam ini biarlah menjadi milik sang Rubah, biarlah sang Rubah mengerti keinginan hati kecilnya sebelum menentukan akankah esok ia bisa kembali ke sisi Jungkook atau justru menghilang di saat ia yang tak mampu untuk memenuhi permintaan kecil dari Jungkook yang menginginkannya untuk tetap berada di sampingnya malam ini.
Namun bagaimana ia bisa menjaga Putra Mahkota dari kegelapan yang menyergap Joseon di saat hatinya sendiri tak mampu melarikan diri dari dinginnya kegelapan yang telah menguasai separuh hatinya ketika sang Tuan memutuskan untuk pergi.
Bisakah dia menjaga orang lain di saat ia tak mampu menjaga Tuannya sendiri, bisakah ia melakukannya untuk Jungkook. Bisakah ia memenuhi permintaan terakhir Tuannya sebelum memutuskan untuk pergi, bisakah sang Rubah menyelamatkan diri dari kegelapan yang telah membelenggu hatinya.
Selesai di tulis : 25.12.2019
Di publikasikan : 01.01.2020
Cuma sata karna hanya ingin mengucapkan selamat untuk
Kim namgil Ahjussi atau yang lebih kalian kenal sebagai Bapaknya si Rubah😁😁😁
Selamat untuk kemenangan Daesang untuk Drama The Fiery Priest di SBS Drama Awards kemarin🎉🎉🎉🎉
Yeorobun! Saehaebok Manhi Badeuseyo🙇🙇🙇🙇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top