Lembar 151
Lewat tengah malam, Jungkook sudah bersembunyi di balik selimut di dalam Paviliunnya dengan hanya di temani oleh Changkyun yang terduduk di lantai tidak jauh darinya. Kurang lebih hampir tiga puluh menit lamanya, Jungkook hanya menatap langit-langit kamar dengan mata yang sesekali berkedip. Tampak tak memiliki niatan untuk tidur.
"Putra Mahkota." satu teguran dari suara berat itu menarik perhatian Jungkook.
"Sekarang sudah lewat tengah malam." Changkyun memperingatkan.
"Benarkah?"
"Ye."
"Bisakah kau duduk di dekatku, Changkyun?"
Tak menjawab, Changkyun bangkit dari duduknya dan menghampiri Jungkook. Memutuskan untuk duduk di sebelah kaki Jungkook seperti yang selalu ia lakukan ketika Taehyung lah yang berbaring di sana.
"Putra Mahkota tidak berusaha untuk tidur."
"Aku sedang berusaha." gumam Jungkook dengan pandangan yang kembali menatap langit-langit.
"Putra Mahkota tidak melakukannya, Putra Mahkota sedang memikirkan sesuatu."
Sudut bibir Jungkook terangkat, dia pun kembali menjatuhkan pandangannya pada Changkyun. "Bagaimana kau bisa tahu?"
"Agassi, Putra Mahkota sedang memikirkan Hwagoon Agassi." tebak Changkyun untuk yang kedua kalinya dan hal itu benar adanya.
Jungkook kembali menatap langit-langit dan bergumam, "aku... Hanya sedikit bingung."
"Jika Putra Mahkota tidak keberatan, Putra Mahkota bisa mengatakannya kepada hamba."
"Aku pasti akan mengatakannya padamu, tapi aku rasa bukan sekarang... Aku masih ragu untuk mengatakan hal itu."
"Jika itu yang menjadi keputusan Putra Mahkota, maka hamba hanya bisa menunggu."
Seulas senyum tipis sempat terlihat di wajah Jungkook sebelumnya keduanya kembali berdiam diri, sama-sama berada dala pemikiran masing-masing hingga pada akhirnya Jungkook yang mulai merasakan kantuk.
"Changkyun."
"Ye."
"Kau tidak tidur?"
"Hamba akan tidur setelah Putra Mahkota tidur."
"Jika nanti aku sudah menikah... Kau pasti tidak bisa menemaniku seperti ini, benar kan?"
"Benar, Putra Mahkota."
Jungkook menjatuhkan pandangannya pada Changkyun. "Untuk itu, malam ini... Tetaplah di sini meski aku sudah tidur sekalipun." seulas senyum yang membimbing kembali pandangan Jungkook untuk mengarah pada langit-langit.
"Tidak banyak yang bisa ku lakukan sekarang, aku merasa kesepian ketika kau tidak ada... Tapi bukankah akan sangat serakah jika aku terus menahanmu. Untuk itu... Malam ini saja, aku ingin menahanmu di sini."
"Putra Mahkota harus segera tidur."
"Aku tahu... Aku akan tidur sekarang. Melihatmu sudah ada di sini, sepertinya tidurku akan nyenyak."
"Selamat malam."
Jungkook menghembuskan napas beratnya dengan pelan sebelum perlahan menutup kedua kelopak matanya, mengambil istirahat bagi fisiknya di saat pikirannya terus mengulang perkataan Hwagoon sebelumnya hingga kesadarannya yang semakin menurun dan membuatnya tak lagi mampu merasakan keadaan di sekitarnya.
Dalam waktu singkat, Jungkook jatuh terlelap di saat Changkyun masih tetap terjaga. Sejenak perhatian Changkyun tertuju pada wajah Jungkook yang terlelap dalam damai dan setelah merasa bahwa Jungkook benar-benar telah kehilangan kesadarannya sepenuhnya, ia pun beranjak berdiri dan bergegas pergi meninggalkan Jungkook. Memutuskan untuk tak mengabulkan keinginan Jungkook.
Changkyun keluar dari Paviliun Putra Mahkota, berjalan menuruni anak tangga hingga langkahnya terhenti ketika ia menjangkau ujung anak tangga. Dia berbalik, menatap Paviliun yang telah menyembunyikan keberadaan Jungkook dengan raut wajah yang tak menunjukkan perubahan apapun sebelum ia memutuskan untuk berjalan menyusuri halaman. Menembus kegelapan malam dan meninggalkan area Paviliun Putra Mahkota.
Malam yang semakin jatuh dalam kegelapan, menyelimuti Istana Gyeongbok dengan keheningan dalam senyap udara. Terlihat siluet hitam memasuki Paviliun di mana Hwagoon tinggal. Siluet itu kemudian berjalan menyusuri lorong dengan langkah pelan tak bersuara namun tak juga mengendap-endap, siluet tersebut berjalan dengan penuh ketenangan dengan sebilah pedang yang berada di tangan kirinya.
Kim Changkyun. Si Rubah kecil Lee Taehyung yang beberapa waktu lalu meningglkan Paviliun Putra Mahkota, justru berakhir di tempat yang seharusnya tak boleh ia kunjungi.
Langkah tenangnya berhenti tepat di depan pintu kamar Hwagoon, dan tak menunggu waktu lama hingga kedua tangannya berhasil membuka pintu kamar di hadapannya.
Changkyun mengambil satu langkah ke dalam dan seketika pandangannya mengarah pada sosok Hwagoon yang tengah tertidur di tengah ruangan. Tanpa berbalik ia kembali menutup pintu sebelum melangkahkan kakinya mendekati Hwagoon dan berhenti tepat di samping gadis muda yang tengah terlelap tersebut.
Tatapan dinginnya menghujami wajah Hwagoon, tatapan yang mengerikan dan sarat akan sebuah kemarahan. Dia menggerakkan tangan kananya ke balik punggungnya dan kembali menariknya dengan sebilah pisau yang tiba-tiba berada di tangannya.
Dia mengarahkan pandangannya pada ujung pisau di tangannya yang tampak berkilauan ketika tak sengaja tertimpa cahaya, terlihat jika belati tersebut benar-benar tajam dan di rawat dengan baik.
Perlahan dia menjatuhkan satu lututnya di samping Hwagoon, sejenak berdiam diri sebelum mengangkat tangannya yang memegang belati ke udara seakan ingin menggunakannya untuk menusuk Hwagoon. Dan sepertinya perkataan yang ia ucapkan pada Jungkook sebelummya bukanlah sekedar kata kiasan belaka, karna dia benar-benar berniat untuk menghabisi nyawa seseorang malam ini. Namun betapa tidak beruntungnya karna ternyata seseorang yang ia maksud tidak lain adalah Park Hwagoon.
Tak ingin ada lebih banyak waktu yang terbuang dan hanya melemahkan keyakinannya, Changkyun segera mengarahkan ujung pisau tersebut ke arah Hwagoon. Namun tangannya yang gemetar itu tiba-tiba terhenti tepat ketika ia hampir menusuk dada Hwagoon, menegaskan bahwa hatinya memang telah goyah.
Menggenggam kuat belati di tangannya, Changkyun meyakinkan diri bahwa ini adalah jalan yang benar. Tuannya tidak bisa memiliki gadis ini, maka dari itu gadis ini pun tak berhak untuk di miliki oleh siapapun bahkan Jungkook sekalipun.
Meyakinkan keputusannya, Changkyun kembali mengangkat belati itu ke udara dan hanya dalam hitungan detik, ia kembali menghunuskan belati tersebut kearah Hwagoon. Namun sayangnya lagi-lagi pergerakannya terhenti, bukan karna ia menginginkanya, melainkan kedua tangan Hwagoon yang tiba-tiba menahan tangannya.
Keduanya saling bertemu pandang dan menampakkan keterkejutan yang sama. Hwagoon merasa familiar dengan wajah Changkyun, dan setelah di lihat kembali, dia sadar bahwa Changkyun adalah pemuda yang bersama Jungkook sebelumnya. Tangannya mulai gemetar ketika Changkyun menekan belati tersebut ke arah lehernya.
"Kenapa? Kenapa kau melakukan hal ini? Bukankah kau pengawal Putra Mahkota?" Hwagoon berujar dengan susah payah ketika Changkyun tak mengurangi tenaga yang ia berikan pada belati tersebut.
"Mungkinkah, kau lah yang sudah membunuh Ayahku?"
Changkyun tak mengerti dengan apa yang di katakan oleh Hwagoon, namun tekadnya sudah bulat bahwa ia akan mengakhiri hidup Hwagoon malam ini juga.
"Katakan! Kaukah orang yang sudah membunuh Ayahku?" Hwagoon kembali berujar dengan penekanan dan lebih menuntut.
"Aku tidak peduli tentang kematian Ayahmu, yang ku pedulikan adalah bahwa kau harus mati malam ini."
"Kenapa? Siapa yang sudah menyuruhmu." tubuh Hwagoon menegang dengan wajah yang sedikit mendongak ketika ujung pisau di tangan Changkyun hampir menyentuh kulit lehernya.
"Jika Tuanku tidak bisa memiliki mu, maka kau tidak layak di miliki oleh siapapun."
Netra tajam Hwagoon membulat, merasa tak masuk akal dengan perkataan Changkyun yang terlihat begitu serius. Dia pun kembali berucap dengan napas yang sedikit tercekat, "siapa, nama Tuanmu?"
"Lee Taehyung."
Selesai di tulis : 23.12.2019
Di publikasikan : 30.12.2019
Next Episode :
"Kim Changkyun, kau di tangkap atas tuduhan rencana pembunuhan terhadap calon Putri Mahkota."
"Pengkhianat Kim Changkyun akan di jatuhi hukuman seratus kali cambukan sebelum di gantung di hadapan rakyat Joseon pada esok hari."
"Aku harap kau masih mengingat wajah ini dengan baik, Heo Junhoo."
"Yang Mulia... Ketua Kim dari Kelompok Pedagang, datang untuk menghadap Yang Mulia."
"Besok... Aku akan pergi ke Istana!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top