Lembar 149
"Abeoji." panggil Taehyung pada sang Ayah angkat yang bersandar di dekat jendela, sedangkan Hwaseung masih duduk berhadapan dengannya di tempat yang sama.
Suasana canggung tiba-tiba terasa ketika sebelumnya Hwaseung memanggil Namgil dengan sebutan 'Ayah', dan sekarang Taehyung benar-benar menuntut penjelasan dari kedua orang di sekitarnya tersebut.
"Duduklah di sini dan cepat jelaskan semuanya!" ucap Hwaseung terdengar sedikit ketus. Bukannya senang karna telah bertemu Ayahnya setelah sekian lama, pemuda itu justru merasa kesal.
Namgil memalingkan wajahnya sembari bergumam, "apa yang harus aku jelaskan? Aku bahkan bukan penjahat."
"Abeoji..." panggilan kedua kalinya dari Taehyung. Namgil pun pada akhirnya mau tak mau berjalan mendekati kedua putranya tersebut dan duduk di antara keduanya. Seketika itu tatapan sinis Hwaseung langsung mengarah padanya.
"Kenapa melihatku seperti itu?"
"Cih!" Hwaseung memalingkan wajahnya, namun dengan cepat ia segera mengambalikan pendangannya kepada sang Ayah. "Kenapa kau bisa ada di sini?"
Satu pukulan mendarat pada kepala Hwaseung dan sempat membuatnya terkejut. "Bocah kurang ajar, apa harus sekasar itu saat kau berbicara pada Ayahmu?"
"Jelaskan padaku!" suara tenang Taehyung menengahi keduanya.
"Apa yang harus di jelaskan lagi, kau putraku dan bocah kurang ajar ini juga putraku. Apa yang harus di jelaskan lagi?" acuh Namgil yang kemudian terdiam dan memperhatikan wajah putra sulungnya yang entah kapan terakhir kali ia melihatnya.
"Abeoji tidak pernah mengatakan sebelumnya bahwa Abeoji memiliki putra lain selain aku."
"Bagaimana lagi? Orang ini sudah membuang kedua putranya dan menghilang begitu saja." ujar Hwaseung tampak terdengar seperti sebuah cibiran.
"Ya! Tutup mulutmu." Namgil memberi peringatan, bagaimanapun juga, Hwaseung tidak boleh membahas masa lampau mereka terlebih hal itu menyangkut pada Istana.
"Dua? Hyeongnim memiliki adik?"
Hwaseung bergumam sebelum menjawab pertanyaan Taehyung, "aku bertemu dengannya saat dalam perjalanan kembali ke Hanyang."
Kedua netra Namgil membulat terkejut dan hal itu di tangkap oleh penglihatan Hwaseung yang kemudian berucap, "malang sekali nasib anak itu setelah Ayahnya yang tidak tahu diri ini menelantarkannya sendirian."
"Tutup mulutmu! Bersikap sopanlah kepada Ayahmu, bajingan kecil!"
"Aku putramu, aku beginipun karna mewarisi sifatmu."
"Ya! Sudah pandai berbicara sekarang..."
Kedua Ayah dan anak itu saling bertatapan sengit sebagai bagian dari reuni keduanya, menyisakan kebingungan Taehyung di antara keduanya yang masih belum bisa menerima fakta mengejutkan ini.
"Tunggu sebentar." Taehyung kembali mengalihkan perhatian keduanya. "Kenapa kalian bisa berpisah?"
"Tanyakan saja pada orang ini, aku terlalu malas untuk membahasnya lagi."
Taehyung lantas menjatuhkan pandangannya pada Namgil yang untuk pertama kalinya memperlihatkan kebingungan di wajahnya setelah waktu yang lama.
"Kenapa Abeoji meninggalkan mereka?"
Namgil menghela napasnya. "Aku meninggalkan mereka karna anak ini tidak diri."
Hwaseung melebarkan matanya, menatap tak terima akan ucapan sang Ayah. "Kenapa malah aku yang di salahkan? Itu semua salah Abeoji, bagaimana bisa jadi aku yang salah?"
Namgil menggeleng singkat penuh penekanan, memberi isyarat pada putranya untuk tidak membahas masalah ini lebih lanjut. Karna jika Taehyung mengetahui asal usul mereka, maka itu bukanlah hal yang menguntungkan bagi Namgil. Terlebih statusnya sebagai buronan Negara.
"Kenapa?"
Namgil tiba-tiba berdiri dan menarik lengan Hwaseung, memaksa pemuda itu untuk berdiri. "Ikut aku!" dia lantas menyeret putranya tersebut keluar dari ruangan tersebut, menginginkan sebuah pembicaraan pribadi dan meninggalkan Taehyung dengan segala kenyataan yang membingungkan baginya. Dua minggu, dan dia akan segera mendengar semua orang memanggil Hwagoon dengan sebuat Putri Mahkota.
Waktu yang terus berjalan dengan segala kesibukan yang masih terus berlanjut, satu minggu tepat sebelum pernikahan Jungkook di laksanakan. Kasim Cha berlari tergopoh-gopoh untuk menghampiri Jungkook yang saat itu berada di dalam perputaskaan bersama dengan Kasim Seo.
"Ini buku yang Putra Mahkota minta." Kasim Seo menaruh sebuah buku yang sudah usang di hadapan Jungkook.
"Terima kasih."
Pintu perpustakaan tiba-tiba terbuka di susul oleh suara lantang Kasim Cha, "Putra Mahkota... Putra Mahkota." seru Kasim Cha sembari berlari ke tempat Jungkook dan menghentikan langkahnya tepat di hadapan Jungkook dengan napas yang memburu.
"Ada apa denganmu? Tidak bisakah kau datang dengan baik-baik?" protes Kasim Seo, menggantikan Jungkook yang hanya memberikan tatapan malasnya pada Kasim Cha.
"Aku sedang terburu-buru, apa kau tidak melihatnya?" jawab Kasim Cha, kesal.
"Kau sudah semakin tua, aku kasihan padamu jika kau terus berlarian seperti itu... Berhenti berlari mulai sekarang, aku tidak akan pergi jauh-jauh." Jungkook menyahut tanpa minat.
"Ye, ye. Hamba terlalu senang, oleh sebab itu hamba berlari."
Kedua alis Jungkook saling bertahutan, hal apa kiranya yang telah membuat Kasimnya tersebut senang. "Tidak biasanya, hal apa yang membuatmu sesenang itu?"
Kasim Cha tersenyum lebar setelah mulai bisa bernapas dengan normal kembali dan senyuman itu justru membuat Jungkook memicingkan matanya, menatap penuh kecurigaan.
"Katakan!"
"Tuan Muda Kim, sedang dalam perjalan kemari."
Jungkook segera berdiri dengan netra yang membulat tak lupa dengan tangan yang refleks menggebrak meja dan sempat mengangetkan kedua Kasim di sampingnya. "Changkyun? Dia sudah kembali?"
"Ye, Putra Mahkota... Tuan Muda Kim sedang..." perkataan Kasim Cha terhenti ketika Jungkook tiba-tiba beranjak dari tempatnya dan berjalan keluar dengan terburu-buru.
"Aigoo, aigoo... Lihatlah! Putra Mahkota terlihat begitu senang." ujar Kasim Cha dengan senyum lebarnya, kedua Kasim itu pun menyusul kepergian Jungkook.
Jungkook membuka pintu perpustakaan dengan kasar dan segera melangkah keluar, di edarkannya pandangannya ke sekeliling hingga senyum itu melebar ketika ia melihat sosok Changkyun yang tengah berjalan ke arahnya.
Jungkook lantas berlari menuruni anak tangga seakan tak ingin ada lebih banyak waktu lagi yang terbuang ketika ia berjalan seperti biasa, dan hanya dalam hitungan detik keduanya sudah saling berhadapan. Changkyun hendak memberikan hormat kepada Jungkook, namun sebelum itu terjadi, Jungkook tiba-tiba memeluknya dan membuatnya terkejut.
"Syukurlah, aku pikir kau tidak akan kembali."
"Dengan semua kebaikan yang telah Putra Mahkota berikan kepada hamba? Itu tidak akan mungkin terjadi."
Jungkook melepas pelukannya dan memegang kedua bahu Changkyun, saat itu pula kedua Kasim itu datang dan sekilas menundukkan kepala mereka pada Changkyun.
"Bagaimana keadaanmu? Kenapa tidak pernah memberi kabar?"
"Hamba berada dalam keadaan yang baik, dan mohon maaf atas kelalaian hamba yang tidak bisa memberi kabar kepada Putra Mahkota."
"Tidak apa-apa, itu tidak penting sekarang... Yang terpenting, kau sudah kembali ke sini."
Kasim Cha tersenyum bahagia ketika melihat wajah murung Putra Mahkota kembali terlihat cerah hanya karna kembalinya Changkyun ke Istana.
"Tuan Muda tidak tahu saja, Putra Mahkota selalu melihat ke arah Gwanghwamun setiap hari." celetuk Kasim Cha.
"Ya! Siapa yang menyuruhmu untuk berbicara?" tegur Jungkook yang kemudian menaruh perhatiannya kembali pada Changkyun dan menarik tangannya dari bahu pemuda yang masih tetap sedingin rembulan tersebut.
"Aku sangat bersyukur kau kembali dengan selamat, tapi... Mungkinkah..." perkataan Jungkook menggantung hingga sebuah gelengan ringan di berikan oleh Changkyun dan membuatnya tersenyum getir.
"T-tidak masalah, aku sudah cukup senang melihatmu berada di sini lagi."
"Hamba mendengar berita ketika hamba berada di luar Hanyang."
"Ah... Kau sudah mendengarnya."
"Ye."
"Ya, benar... Sebentar lagi, aku akan menikah." tersenyum penuh beban, Jungkook seakan-akan menegaskan bahwa dia tidak benar-benar menginginkan sebuah pernikahan untuk saat ini.
"Calon Putri Mahkota benar-benar sangat cantik, Tuan Muda juga harus melihatnya." celetuk Kasim Cha kembali dan mendapatkan sikutan dari Kasim Seo.
"Benar... Dia sangat cantik dan kau harus bertemu dengannya." Jungkook menimpali.
"Jika Putra Mahkota berkenan untuk menjawab, dari manakah gadis itu berasal."
"Putri dari Ketua Kelompok Pedagang, Park Hwagoon."
Rahang Changkyun seketika mengeras tatkala nama yang tak asing itu terucap dari mulut Jungkook, netra yang sedikit menajam itu seakan memberikan sebuah tuntutan kepada Jungkook.
"Ketua Park Seonghwa dari Kelompok Pedagang?" ujar Changkyun memastikan.
"Benar, dia sudah tinggal di sini sejak seminggu yang lalu."
Changkyun memalingkan wajahnya, seketika kebimbangan menghampiri hatinya. Park Hwagoon, satu nama yang sudah lama tak ia dengar dan Park Hwagoon, satu nama yang tidak mungkin bisa ia lupakan. Wanita milik Tuannya, kekasih hati Tuannya. Tapi kenapa wanita itu harus di persunting oleh Jungkook dan di miliki oleh Jungkook.
Ini tidak benar, Changkyun tidak bisa membenarkan hal ini!
Selesai di tulis : 22.12.2019
Di publikasikan : 30.12.2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top