Lembar 147

    Kegelapan menyingkir, membawa kembali cahaya pada langit Joseon, menyampaikan berita pernikahan Kerajaan yang di percepat kepada Menteri Perdagangan Heo Junhoo. Melalui mulut Shin, kabar itu sampai juga pada Junhoo. Namun bukannya terkejut, Junhoo justru tertawa lepas setelah sehari sebelumnya mengamuk besar karna Shin gagal membunuh Hwagoon dan membiarkan gadis itu sampai di Istana dan menjadi calon istri dari cucunya.

    "Dua minggu? Apa dia sedang membuat sebuah lelucon?" ucap Junhoo di sela tawanya yang kemudian mereda dan di gantikan oleh tatapan tajam yang menunjukkan sebuah kemarahan.

    Dia sekilas melihat ke dinding di samping kanannya dan berujar dengan lantang, "kau mendengar itu, Min Ok? Dua minggu lagi cucuku akan menikah."

    Cenayang Min Ok yang menghuni ruangan sebelah pun menyunggingkan senyumnya dan mencibir, "sinting!"

    Junhoo lantas mengembalikan pandangannya kepada Shin yang tak berani mengangkat kepalanya setelah kesalahan yang ia buat kemarin. "Kau, sampaikan pada Youngbin agar dia mempersiapkan pernikahan cucuku dengan baik!"

    "Ye, Daegam."

    "Pergilah dan jangan mengacaukannya lagi."

    Shin sekilas menundukkan kepalanya dan segera keluar meninggalkan Junhoo yang tampak menahan kemarahannya.

    "Dua minggu kau bilang? Kau mencoba mempermainkanku, dan sekarang lihatlah siapa yang akan menguasai permainan ini!" tandas Junhoo sebelum tawa itu kembali terdengar memenuhi ruangan yang ia tempati dan mengganggu pendengaran Cenayang Min Ok.

    "Kapan Pak tua itu akan mati?" gumam Cenayang tua itu dan menenggak araknya hingga tandas.

    Di sisi lain di dalam Istana Gyeongbok, Hoseok masuk ke dalam ruangan Hwagoon setelah mendengar berita mengejutkan pagi itu. Keduanya duduk berhadapan di tengah ruangan dan hanya tercipta jarak satu meter di antara keduanya.

    "Kenapa wajah Orabeoni terlihat gelisah? Apa telah terjadi sesuatu?"

    "Pernikahan Agassi dengan Putra Mahkota akan di laksanakan dua minggu lagi."

    Kedua netra Hwagoon membulat, merasa hal ini di luar rencananya. Dia menjatuhkan pandangannya ke samping sembari menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin, kenapa secepat ini?" Hwagoon mengembalikan pandangannya pada Hoseok, "Yang Mulia harusnya mengurus perihal kematian Ayahku, kenapa dia justru mempercepat tanggal pernikahan?"

    "Itu adalah keputusan Baginda Raja."

    Hwagoon lantas segera menghampiri Hoseok dan langsung mencengkram kerah pakaian yang di kenakan oleh Hoseok. Gadis itu menuntut, "tidak bisa seperti ini! Kenapa Yang Mulia mengabaikan kematian Ayahku? Ini di luar perjanjian yang telah Naeuri katakan, ini tidak bisa terjadi! Baginda Raja harus memberikan keadilan untuk Ayahku... Aku menolak pernikahan ini!" tandas Hwagoon dengan perasaan putus-asa bercampur dengan kekecewaan.

    "Terlambat." gumam Hoseok.

    "Apa maksud Orabeoni?" tuntut Hwagoon, berusaha keras untuk tidak menangis meski air mata itu telah meloloskan diri dari kelopak matanya.

    "Apanya yang terlambat? Cepat katakan padaku!"

    "Sejak awal... Ketua, tidak berniat untuk mempertahankan Agassi."

    "Bohong! Kau pasti berbohong."

    "Tidak... Ketua tidak benar-benar membuat janji dengan Agassi, apapun yang di katakan oleh Ketua saat itu hanyalah untuk membujuk Agassi agar Agassi bersedia menerima pernikahan ini."

    Hwagoon semakin mencengkram kerah pakaian Hoseok. "Bagaimana dengan Ayahku? Bagaimana dengan kematian Ayahku?"

    "Sejak awal Ketua sudah menduga, bahwa Baginda Raja tidak akan mengungkitnya... Dan dugaannya adalah kebenaran."

    Hwagoon memalingkan wajahnya dengan napas yang memberat. "Apa dia menipuku? Bajingan itu... Kenapa dia melakukan hal ini padaku?"

    Menunduk, membiarkan keningnya bersandar pada punggung tangan yang mencengkram kerah baju Hoseok. Gadis muda itu kembali menangis, namun satu hal yang membuat Hoseok tersentak. Dia tidak mungkin salah dengar saat Hwagoon mengutuk Taehyung.

    "Kenapa dia melakukan ini padaku?" ujar Hwagoon di sela tangisnya, merasa terkhianati untuk yang kesekian kalinya.

    "Aku lebih memilih kematian di bandingkan harus menerima pernikahan ini." Hwagoon berujar dengan lantang, namun saat itu pula Hoseok menariknya ke dalam pelukannya. Mengingkari fakta bahwa dia tak memiliki hak untuk merengkuh wanita yang sebentar lagi akan menyandang gelar sebagai Putri Mahkota Joseon.

    "Jangan mengatakannya! Sebesar apapun keputus-asaan yang kau alami, jangan pernah mengatakan hal semacam itu. Jangan pernah!"

    Hoseok sengaja menekan kepala Hwagoon guna meredam suara tangis gadis muda itu agar para Dayang yang berlalu-lalang di luar sana tak mendatangi mereka, namun kekhawatiran Hoseok menjadi kenyataan.

    Dayang Utama yang saat itu hendak memanggil Hwagoon, di kejutkan oleh suara tangis Hwagoon. Meskipun samar-samar, Dayang Utama bisa mendengar suara tangis itu dari luar kamar. Dia yang merasa khawatir pun segera mengetuk pintu di hadapannya dan sontak membuat kedua netra Hoseok melebar.

    "Agassi... Ini aku, Dayang Utama Han. Bolehkah aku masuk?"

    "Tunggu sebentar!"

    Dayang Utama Han terkejut ketika justru suara tegas Hoseok lah yang menyahuti, namun Dayang Utama Han segera sadar bahwa ada hal yang tidak benar di sana. Menghilangkan kesopanannya, Dayang Utama Han pun langsung membuka pintu dan keterkejutannya berkali-kali lipat ketika pria asing dengan beraninya memeluk calon Putri Mahkota. Namun hal itu pula yang memancing kemarahan Hoseok.

    Pemuda itu lantas membentak, "aku mengatakan untuk menunggu sebentar! Apa kau tidak mendengar apa yang baru saja ku katakan?!"

    Dayang Utama Han terlonjak akan bentakan yang di lontarkan oleh Hoseok. "Y-ye... Maafkan aku, Tuan." Dayang Kepala Han lantas kembali menutup pintu dan mencoba untuk menenangkan detak Jantungnya yang memburu.

    Sementara Hoseok masih berusaha untuk menenangkan Hwagoon, bagaimanapun juga jika Dayang itu mengatakan apa yang ia lihat saat ini. Bukan hanya dia yang akan mendapatkan masalah, melainkan juga Hwagoon sendiri.

    Hoseok lantas memegang kedua bahu Hwagoon dan mendorongnya dengan lembut. "Hentikan sekarang! Ini bukanlah Agassi yang ku kenal."

    Dengan isakan yang masih tersisa dan ia tahan semampunya, Hwagoon mengangkat pandangannya. "Aku tidak bisa! Aku tidak terima ini... Dia tidak bisa memperlakukanku seperti ini... Bajingan itu, aku harus bertemu dengannya."

    Hoseok menggeleng kuat dengan gerakan yang pelan. "Mohon jangan memanggil Ketua dengan sebutan itu, Ketua bukanlah orang yang pantas untuk menerima semua itu."

    "Apa maksudmu dengan tidak pantas?" Hwagoon mengguncang tubuh Hoseok, "dia sudah membohongiku, dia sudah menipu. Dia... Dia sudah mengingkari janji yang telah ia buat... Aku tidak pernah memintanya untuk membuat janji, aku tidak pernah memintanya... Tapi kenapa, kenapa dia melakukan hal ini kepadaku? KENAPA?!!!"

    "Tidak, jangan seperti ini. Aku mohon."

    Hwagoon menggeleng, mengatup rapatkan mulutnya guna menahan isak tangisnya. Dia marah, kecewa dan putus-asa. Pikirannya tak lagi mampu berpikir dengan jernih.

    "Dengarkan aku... Jika Agassi mundur sekarang, maka hal itu akan berimbas buruk kepada Kelompok Pedagang."

    "Apa maksud Orabeoni?"

    "Aku bisa saja membawa Agassi pergi jauh dari tempat ini,"

    "Kalau begitu lakukan? Bawa aku pergi dari sini! Sejauh mungkin, bawa aku pergi dari sini!" sahut Hwagoon ketika bahkan Hoseok belum menyelesaikan kalimatnya.

    Hoseok kembali menggeleng. "dengarkan aku! Aku bisa membawa Agassi keluar dari Istana. Tapi pikirkanlah kembali apa yang akan terjadi kepada Kelompok Pedagang jika aku melakukannya sekarang."

    "Apa? Katakan padaku? Cepat katakan padaku?"

    "Kelompok Pedagang akan di sebut sebagai pengkhianat... Dan kemungkinan terbesarnya, mereka akan menerima hukuman mati."

    Kedua tangan Hwagoon jatuh ke pangkuannya dengan mata yang sempat mengerjap beberapa kali, masih mencoba untuk menyangkal nasib yang ia terima.

    "Apa yang harus aku lakukan?"

    "Melanjutkan pernikahan ini dan menjadi seorang Putri Mahkota."

    Pandangan yang sempat teralihkan itu kemudian segera kembali pada Hoseok, tampak tak terima dengan apa yang baru saja di katakan oleh Hoseok. "Bagaimana aku bisa menerima pernikahan ini? Ayahku terbunuh karna mereka."

    "Jika aku mengatakan dengan Agassi menjadi seorang Putri Mahkota, maka Agassi akan tahu siapa pembunuh Ayah Agassi. Apakah Agassi bersedia melanjutkan pernikahan ini?"

    "Apa maksud Orabeoni?" ucap Hwagoon penuh penekanan ketika hanya ada kekecewaan dan kemarahan yang tersisa dari rasa putus-asanya.

    "Jika aku mengatakan siapa orang yang sudah membunuh Ayah Agassi, bersediakah Agassi melanjutkan pernikahan ini?"

    Mata Hwagoon mengerjap tak percaya. "A-apa, apa yang Orabeoni katakan?"

    "Aku akan mengatakannya, tapi dengan syarat bahwa Agassi akan tetap melanjutkan pernikahan ini."

    "Orabeoni!!!"

Selesai di tulis : 21.12.2019
Di publikasikan : 30.12.2019

   

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top