Lembar 144
Meninggalkan Paviliun Baginda Raja, Hwagoon beralih menapakkan kaki di Paviliun Selir Youngbin. Berjalan menaiki tangga dan berhenti pada teras, Dayang Kepala berbalik menghadap Hwagoon.
"Mari ikuti aku, Agassi."
Hwagoon hanya sekilas menundukkan kepalanya sebagai sebuah jawaban. Gadis muda itu kemudian di bawa masuk ke dalam bangunan tersebut, meninggalkan para Dayang lainnya di bawah tangga.
Tak memiliki sesuatu untuk di takuti, rahang tegas Hwagoon masih terlihat sama sejak ia meninggalkan kediamannya. Menyusuri lorong yang kosong hingga tak lama kemudian si Dayang Kepala membuka salah satu pintu yang terdapat di sepanjang lorong.
Wanita paruh baya itu menyingkir dari pintu dan menundukkan kepalanya lalu berujar, "silahkan masuk, Nyonya sudah menunggu."
Hwagoon sekilas menundukkan kepalanya sebelum melangkahkan kakinya memasuki ruangan di mana Youngbin telah menunggu kedatangannya. Gadis muda itu berjalan ke tengah ruangan dan sedikit bimbang akan siapa sosok Youngbin sebenarnya, namun di lihat dari cara Dayang sebelumnya memanggil Youngbin. Hwagoon berpikir bahwa Youngbin merupakan seorang Selir.
Langkah Hwagoon terhenti tepat di tengah ruangan tanpa menyadari tatapan mengintimidasi yang sedari tadi di tunjukkan oleh Youngbin tepat ketika ia menampakkan diri di hadapan Selir Baginda Raja tersebut.
Hwagoon lantas merendahkan tubuhnya dan duduk bersimpuh dengan pandangan yang senantiasa menatap lantai. "Terimalah salamku, Nyonya. Semoga Nyonya selalu di berikan kesehatan."
Sudut bibir Youngbin terangkat menjadi seulas senyum miring yang langsung menghilang dalam waktu yang cepat.
"Kau kah itu, Park Hwagoon Agassi?"
"Benar, Nyonya."
"Angkatlah wajahmu dan biarkan Ibumu ini melihat bagaimana rupa anak menantunya."
Perlahan Hwagoon mengangkat wajahnya dan mempertemukannya dengan tatapan tak bersahabat dari Youngbin. Sekilas mengamati garis wajah gadis muda di hadapannya, seulas senyum tersungging ketika Youngbin sempat mengalihkan pandangannya.
"Cantik." gumam wanita itu. "Kau tidak tahu siapa aku?"
"Mohon maaf atas ketidaktahuanku ini, Nyonya."
"Aku adalah satu-satunya Selir Baginda Raja dan Ibu dari Putra Mahkota."
Netra Hwagoon sedikit menampakkan keterkejutan sekaligus keheranan, bukankah yang ia dengar dulu bahwa Putra Mahkota adalah putra dari Permaisuri dan bukannya Selir. Namun kenapa kebenaran yang di hadapkan padanya sungguh berbeda dengan apa yang ia dengar.
"Kau terlihat kebingungan, adakah hal yang tidak masuk akal dari perkataanku barusan."
"Tidak Nyonya, bukan begitu." kepala Hwagoon kembali menunduk.
"Lalu?"
Tampak ragu. Hwagoon lantas memberanikan diri untuk mengutarakan isi hatinya, "mohon maaf atas kelancanganku ini, Nyonya. Tapi... Yang aku dengar bahwa Putra Mahkota adalah putra dari Permaisuri Young In, dan itu membuatku tidak mengerti."
Youngbin tiba-tiba tertawa lepas tanpa perkara yang jelas dan tentu saja hal itu sedikit membingungkan bagi gadis di hadapannya. Youngbin kemudian beranjak dari duduknya ketika tawa itu telah mereda, berjalan mendekati Hwagoon dan menjatuhkan satu lututnya tepat di hadapan Hwagoon. Membuat gadis itu terlihat tak nyaman dengan jarak yang terlalu dekat.
Dengan senyum yang bertahan di kedua sudut bibirnya, jemari Youngbin meraih dagu Hwagoon dan sedikit mengangkatnya. Membuat sang gadis muda di hadapannya kembali beradu pandang dengan jarak yang begitu dekat.
"Kau ingin mengetahui sebuah rahasia besar di Istana ini?"
Netra Hwagoon menunjukkan keterkejutan, dia pun segera menjatuhkan pandangannya dan membuat jemari Youngbin terlepas dari dagunya. "Mohon jangan mengatakan hal itu, Nyonya. Aku bukanlah orang yang pantas untuk mendengar hal itu."
"Siapa yang mengatakan padamu bahwa kau tidak pantas mengetahuinya? Ketahuilah bahwa sebentar lagi kau akan menjadi istri dari putraku, istri dari Putra Mahkota." perkataan yang seharusnya keluar sebagai pujian justru terdengar begitu sinis ketika perkataan itu keluar dari mulut Youngbin.
Youngbin kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah Hwagoon, memposisikan wajahnya tepat di samping telinga Hwagoon. Dia lantas berbisik, "Putra Mahkota yang kau maksud adalah Putra Mahkota Lee Taehyung, sedangkan putraku bernama Lee Jungkook." di akhiri oleh seulas senyum, Youngbin kembali menarik tubuhnya.
Kedua netra Hwagoon tampak melebar, menunjukkan reaksi keterkejutannya akan apa yang baru saja di katakan oleh Youngbin. Lee Taehyung? Kim Taehyung? Dua nama yang sangat familiar namun gadis muda itu segera sadar bahwa kedua nama tersebut di miliki oleh dua orang yang berbeda. Dia lantas kembali mempertemukan tatapannya yang lebih menuntut kepada Youngbin.
"Kau terkejut?"
"Kenapa Nyonya mengatakan hal ini kepadaku?"
"Tidak ada alasan khusus, aku hanya memberitahumu lebih awal tentang bagaimana silsilah keluarga Kerajaan yang sebentar lagi akan menjadi keluargamu."
Hwagoon memalingkan wajahnya, benar-benar merasa tidak nyaman dengan bahasa tubuh yang di perlihatkan oleh Youngbin.
"Kau tahu kenapa putraku bisa naik tahta?" pertanyaan kecil yang membuat pandangan gadis muda itu kembali padanya tanpa ada satupun perkataan yang bisa keluar dari mulutnya.
"Putra Mahkota Lee Taehyung menderita penyakit menular, dan untuk itu dia di asingkan ke sebuah pulau..."
Batin Hwagoon tersentak, entah ada apa dengan perasaannya. Sudut hatinya tiba-tiba sakit ketika mendengar pernyataan Youngbin. Tak ingin memungkiri bahwa dia sempat menaruh hati kepada pria bernama Lee Taehyung tersebut, namun saat ini dia tidak lagi memiliki perasaan terhadap pria asing tersebut ketika hatinya sepenuhnya telah di miliki oleh Kim Taehyung. Tapi kenapa sudut hatinya terasa sakit? Kenapa?
"kau tahu? Semua itu bohong!"
"Apa maksud Nyonya?"
"Berita pengasingan sengaja di buat untuk mengalihkan perhatian rakyat, tapi kau tahu apa yang sebenarnya terjadi?"
Hwagoon menggeleng pelan.
"Lee Taehyung benar di turunkan dari tahtanya, tapi dia tidak di asingkan melainkan sengaja mengasingkan diri."
Dahi Hwagoon mengernyit, menampakkan guratan keheranan. "Apa maksud Nyonya?"
"Dia, pergi dari Istana dalam keadaan sekarat. Dan yang aku dengar dia tewas dan jasadnya tidak bisa di temukan hingga detik ini."
Batin Hwagoon kembali tersentak, namun kali ini napasnya terasa tercekat. Lee Taehyung, pria yang pernah ia tunggu di bawah sinar rembulan dalam kegelapan malam. Pria asing yang bahkan tak ia ketahui siapa namanya, benarkah ia mengalami penderitaan itu sebelum menghembuskan napas terakhirnya.
"Kau terkejut?"
"Kenapa Nyonya mengatakan semua ini padaku?"
Youngbin membelai wajah Hwagoon dan berkata, "bukankah sudah ku katakan sebelumnya, aku hanya memberitahumu lebih awal agar kau tidak lagi terkejut ketika mendengar hal ini dari orang lain."
Darah Hwagoon terasa berdesir ketika jemari lembut Youngbin menyentuh permukaan wajahnya.
"Kau cantik, namun sayang..." Youngbin menggantungkan perkataannya dan tak berniat melanjutkannya hingga ia menarik kembali tangannya dari wajah Hwagoon.
"Sebentar lagi aku akan menjadi Ibumu, dan akulah yang akan mengajarimu tentang semua yang harus kau lakukan dan tidak boleh kau lakukan selama kau tinggal di Istana... Mulai detik ini, kau harus mengikuti semua perkataan Ibumu ini. Kau mengerti?"
"Ye."
Meninggalkan Paviliun Selir Youngbin, Hwagoon di bawa ke sebuah bangunan yang masih berada di area Paviliun Selir Youngbin. Di dalam ruangan itu, pikiran gadis muda itu berkecamuk.
Lee Taehyung, satu nama yang menjadi alasan akan kebingungan yang kini ia rasakan. Sudut hatinya masih terasa sakit hingga detik ini, dan jika memang semua itu benar. Maka pernikahannya kali ini akan di selenggarakan dengan orang yang berbeda.
Tidak habis pikir, dia tinggal di Hanyang namun kenapa dia tidak mengetahui fakta tentang Lee Taehyung. Putra Mahkota yang sempat menjadi pujaan hatinya, betapa miris jalan hidup yang di rasakan oleh pemuda itu.
Hwagoon tidak tahu perasaan apa yang kini menganggunya, mungkin dia hanya bersimpati terhadap pemuda bernama Lee Taehyung yang bahkan ia sendiri tak tahu bagaimana rupa wajah pemuda itu. Namun kenapa hatinya begitu gusar, benarkah dalam sudut hatinya ia masih menyimpan perasaannya terhadap Lee Taehyung, benarkah ia sudah melupakan perasaannya kepada Lee Taehyung lalu benarkah bahwa seluruh hatinya telah di miliki oleh pemuda bernama Kim Taehyung.
Lee Taehyung, Kim Taehyung. Dua nama yang sangat mirip dan sama-sama pernah mengisi hatinya yang paling dalam. Namun jika pada kenyataannya Lee Taehyung benar-benar telah mati, itukah alasan kenapa pernikahannya dulu di batalkan tanpa ada seorangpun yang bersedia menjelaskan situasi padanya saat itu. Membuatnya menanti dalam kesedihan hingga sosok Kim Taehyung yang tiba-tiba datang padanya dan perlahan merebut hatinya dengan segala kebijaksaan yang keluar dari tutur kata lembutnya.
Pikiran Hwagoon mengambang, antara Lee Taehyung dan Kim Taehyung. Kenapa hatinya harus di miliki oleh seseorang dengan nama depan yang sama, namun pastinya kedua orang tersebut merupakan orang yang berbeda.
Suara ketukan pintu yang tiba-tiba terdengar dan menariknya kembali pada kenyataan, dia mengarahkan pandangannya pada pintu sebelum terdengar sebuah suara dari balik pintu.
"Agassi, bolehkah aku masuk?"
"Kau kah itu, Hoseok Orabeoni?"
"Ye."
"Masuklah!"
Hoseok lantas membuka pintu dan segera melangkahkan kakinya masuk lalu kembali menutup pintu dari dalam sebelum berjalan menghampiri Hwagoon. Menaruh pedangnya di lantai, Hoseok pun duduk berhadapan dengan Hwagoon yang tampak tak begitu baik.
"Orabeoni kemana saja? Kenapa tiba-tiba menghilang?"
"Aku minta maaf, aku ada sedikit keperluan."
"Tidak apa-apa, aku pikir Orabeoni meninggalkanku."
"Aku tidak akan pergi kemana-mana."
Garis wajah Hwagoon menunjukkan keheranan. "Maksud Orabeoni?"
"Ketua menyuruhku untuk menjaga Agassi... Selama Agassi tinggal di dalam Istana, maka selama itu pula aku akan tinggal di sisi Agassi."
Seulas senyum yang sarat akan kesedihan pada akhirnya kembali menghiasi wajah cantik Hwagoon, merasa sedikit lega karna setidaknya ada satu orang yang ia kenal di sana.
"Agassi terlihat tidak begitu baik, lebih baik Agassi segera beristirahat."
"Aku tidak apa-apa, aku baik-baik saja... Ada hal yang ingin ku minta pada Orabeoni."
"Katakanlah! Jika aku mampu, aku akan memberikannya kepada Agassi."
"Baginda Raja, ingin mengundang Naeuri untuk minum teh bersama..."
Kedua netra tajam Hoseok sekilas melebar, menunjukkan reaksi terkejut untuk sepersekian detik dan tentunya tak tertangkap oleh pandangan Hwagoon.
"bisakah Orabeoni menyampaikan hal itu kepada Naeuri."
"Tidak bisa!" tolak Hoseok secara langsung dan pastinya mengundang keheranan bagi Hwagoon.
"Kenapa?"
"Ketua tidak suka bepergian jauh kecuali tengah dalam perantauan... Ketua tidak akan suka berada di antara orang-orang yang memiliki kekuasaan, Ketua tidak akan bersedia melakukan hal ini."
Alasan yang sangat masuk akal, karna memang selama bersama dengan Taehyung. Hwagoon sendiri sangat jarang melihat Taehyung berbaur dengan orang-orang berpangkat. Tuan Mudanya itu lebih sering menyendiri dan melihat aktivitas para rakyat kecil di sekitarnya.
"Tapi ini adalah permintaan dari Baginda Raja, Naeuri tidak mungkin bisa menolaknya."
Hoseok mengalihkan pandangannya dan bergumam, "Agassi tidak akan mengerti."
"Apa yang tidak aku mengerti?"
"Tidak, bukan apa-apa... Aku akan memberitahu Ketua tentang hal ini." memilih menghindari segala tuntutan yang mungkin akan terjadi, Hoseok lebih memilih untuk mundur.
"Tidak sekarang, Orabeoni bisa kembali besok... Lebih baik Orabeoni beristirahat sebentar... Baginda Raja tidak menentukan hari, Baginda Raja hanya mengatakan 'dalam waktu dekat', Orabeoni tidak perlu terburu-buru."
"Baiklah jika itu yang menjadi keinginan Agassi... Jika ada hal yang menganggu Agassi, segera katakan padaku."
Hwagoon mengangguk dengan seulas senyum tipis yang masih bertahan di sudut bibirnya. Hoseok kemudian memutuskan untuk pergi, meninggalkan gadis muda itu kembali dalam kesendiriannya, membiarkan pikirannya kembali berkelana hingga membawanya ke dalam penyelasan yang terus menumpuk kebencian di dalam hatinya.
Dia pernah menaruh hati pada Lee Taehyung sampai akhirnya ia kehilangan segalanya, dan ia masih menaruh hati pada Kim Taehyung. Namun ia akan segera kehilangan segalanya.
Dari dua nama tersebut, tak ada salah satu dari mereka yang bisa ia miliki. Kenapa hanya ada penyesalan di saat ia hanya berdiam diri dan terus berpikir. Kenapa?
Selesai di tulis : 20.12.2019
Di publikasikan : 30.12.2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top