Lembar 143

    Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, pada akhirnya Hwagoon menapakkan kaki untuk pertama kalinya di dalam Istana Gyeongbok. Pada saat itu, Kasim Hong mengetuk ruangan di mana Lee Jeon biasa menghabiskan waktu dengan gulungan petisi yang seperti tiada habisnya.

    "Yang Mulia... ini Hamba, Kasim Hong."

    "Masuklah!"

    Kasim Hong lantas membuka pintu dan segera menghampiri Lee Jeon yang duduk di balik meja, menanti kedatangannya.

    "Hamba datang untuk memberi kabar baik kepada Yang Mulia."

    "Katakan!"

    "Putri dari Ketua Kelompok Pedagang Park Seonghwa, Park Hwagoon Agassi sudah sampai di Istana."

    Lee Jeon bereaksi, tampak netra yang sempat membulat. "Di mana dia sekarang?"

    "Agassi berada di luar."

    "Bawa dia masuk!"

    "Ye, Yang Mulia." Kasim Hong undur diri, pria tua itu kembali berjalan menuju pintu dan segera membuka kembali pintu tersebut.

    Melangkahkan kakinya keluar, Kasim Hong berhadapan langsung dengan Hwagoon dan juga Hoseok yang masih setia berdiri di belakang Hwagoon.

    "Yang Mulia sudah menunggumu kedatangan, Agassi. Silahkan."

    Hwagoon sekilas menundukkan kepalanya sebelum berjalan melewati Kasim Hong dan masuk ke dalam, sedangkan Hoseok tetap berdiri di luar. Kasim Hong lantas kembali masuk ke dalam dan menyusul Hwagoon yang berjalan ke tengah ruangan.

    Untuk kali pertama, Hwagoon melihat bagaimana rupa Rajanya sendiri. Namun hanya dalam beberapa detik karna pantang bagi seorang rakyat menatap wajah Rajanya sendiri.
    Dengan kepala yang tertunduk, Hwagoon berhenti di tengah ruangan dan segera mengucapkan salam kepada sang Raja.

    "Hamba Park Hwagoon, memberi hormat kepada Yang Mulia. Semoga Yang Mulia selalu di berikan kesehatan."

    Hwagoon lantas memberi hormat kepada Lee Jeon dengan cara bersujud sebanyak empat kali, sebuah penghormatan yang hanya boleh di berikan untuk seorang Raja sebelum akhirnya ia yang duduk bersimpuh dengan pandangan yang menatap ke bawah.

    "Kau kah itu, Park Hwagoon?"

   "Benar, Yang Mulia... Suatu kehormatan bagi rakyat kecil seperti hamba bisa memenuhi undangan dari Yang Mulia."

    Seulas senyum seketika terlihat di wajah Lee Jeon yang kemudian mempertemukan pandangannya dengan Kasim Hong. Merasa lega karna setelah menunggu sekian lama, pada akhirnya ia bisa memboyong putri dari sahabatnya tersebut ke dalam Istananya. Dan seperti perkiraannya bahwa Hwagoon adalah seorang gadis muda yang sangat cantik, sama seperti mendiang Ibunya.

    Di sudut lain Istana Gyeongbok. Kasim Cha berlari dengan tergopoh-gopoh menghampiri Jungkook yang saat itu tengah bersantai di gazebo yang tidak jauh dari danau.

    "Putra Mahkota... Putra Mahkota..." seru Kasim Cha ketika ia hampir menjangkau gazebo dan tentunya teriakannya tersebut berhasil menarik perhatian Jungkook dan juga Kasim Seo yang berada di atas gazebo.

    Jungkook kemudian berdiri, meninggalkan kertas putih yang berada di atas meja kecil di hadapannya. Begitupun dengan Kasim Seo. Jungkook menyingkir dari tempatnya untuk menyambut kedatangan Kasim Cha yang terlihat begitu panik.

    "Putra Mahkota... Akhirnya..." Kasim Cha buru-buru menaiki anak tangga dan segera menghampiri Jungkook, namun karna kurang berhati-hati. Pria tua itu tidak sengaja menginjak bagian bawah pakaian yang ia kenakan dan membuatnya jatuh tersungkur tepat di depan kaki Jungkook.

    "Aigoo..." keluh Kasim Cha.

    "Kau bukan anak kecil lagi, berhenti bermain-main!" tegur Kasim Seo yang sama sekali tak menaruh simpati terhadap rekannya tersebut.

    "Siapa yang sedang bermain-main, kau tidak tahu jika aku terjatuh?!"

    "Ada apa? Kenapa kau sepanik itu?" kali ini Jungkook yang menyahuti.

    Kasim Cha segera bangkit setelah teringat akan tujuannya datang ke sana. Buru-buru dia berdiri dan berhadapan dengan Jungkook dengan kepala yang sedikit menunduk.

   "Anu... Putra Mahkota... Hamba baru saja mendapatkan kabar baik."

    "Kabar baik apa? Apa Changkyun sudah kembali?"

    Kasim Cha menggeleng dengan cepat. "Bukan, bukan... Bukan itu, tapi sesuatu yang lain."

    "Jangan bertele-tele dan katakan dengan jelas!"

    "Anu... Itu... Anu..."

    Jungkook menatap jengah pria yang semakin menua di hadapannya tersebut.

    "Katakan dengan jelas sebelum aku menarik lidahmu!" ancam Kasim Seo yang mengekspresikan keinginan hati Jungkook.

    "Aish... Sabar sedikit, aku sedang mencari kata-kata yang tepat untuk menyampaikannya."

    "Katakan sekarang! Kau ingin aku menendangmu dari sini!" kali ini Jungkook ikut bersuara dengan nada bicara yang sedikit meninggi dan tentu saja itu lebih mengerikan di bandingkan dengan ancaman Kasim Seo sebelumnya.

    "Eih... Putra Mahkota tidak boleh seperti itu..."

    "Maka dari itu, cepat katakan sebelum kesabaranku habis."

    "Itu... Agassi... Agassi sudah sampai di Istana."

    Kedua alis Jungkook saling bertahutan, merasa tak mengerti dengan apa yang di maksud oleh Kasim Cha.

    "Agassi? Siapa yang kau maksud?"

    "Agassi... Park Hwagoon Agassi, putri dari Ketua Kelompok Pedagang Park Seonghwa. Calon istri dari Putra Mahkota."

    Mata Jungkook seketika membulat, dia memang sudah di beritahu sebelumnya bahwa pernikahan Kerajaan akan segera di lakukan. Tapi dia tidak menyangka bahwa akan secepat ini.

    "Sudah datang?"

    Kasim Cha mengangguk dengan semangat.

    "Kenapa mendadak sekali? Di mana gadis itu sekarang?"

    "Hwagoon Agassi sedang berada di Paviliun Baginda Raja."

    Jungkook kemudian berpaling, melangkah mendekati pembatas gazebo dengan wajah yang terlihat gusar dan tentunya hal itu menarik perhatian dari kedua Kasim yang berada di dekatnya.

    "Putra Mahkota... Kenapa Putra Mahkota terlihat gelisah? Adakah hal yang menganggu hati Putra Mahkota?" Kasim Seo memberanikan diri untuk bertanya.

    "Aku... Aku hanya belum siap untuk menikah."

    "Eh???"

    Menginginkan pembicaraan yang lebih nyaman. Lee Jeon kini telah duduk di lantai berhadapan dengan Hwagoon yang hanya berjarak sekitar satu meter dari tempatnya, sedangkan Kasim Hong berada di sampingnya namun sedikit ke belakang.

    "Bagaimana perjalananmu?"

    "Berkat kemurahan hati Yang Mulia, hamba bisa sampai dengan selamat."

    "Aku merasa bersalah karna harus membawamu ke Istana secepat ini, kau pasti tidak sempat beristirahat setelah perjalanan jauh kalian."

    Tak memiliki jawaban untuk di ucapkan, Hwagoon memilih untuk tetap bungkam. Mencoba mencari celah untuk bisa mengungkit perihal tentang kematian sang Ayah.

    "Bagaimana kabar Kelompok Pedagang?"

    "Kami hidup dengan damai dan tercukupi berkat kebijakan yang telah Yang Mulia berikan."

    "Bagaimana kabar Ayahmu? Kenapa dia tidak datang bersamamu?"

    Netra dingin Hwagoon bereaksi, inilah saat-saat yang ia tunggu dan tak butuh waktu lama hingga Lee Jeon sendiri yang membukakan jalan baginya di awal pertemuan mereka.

    Perlahan Hwagoon mengangkat pandangannya dan langsung menatap wajah Lee Jeon tanpa ada kecanggungan sama sekali, dan hal itu sempat membuat Kasim Hong terhenyak. Bagaimana tatapan dingin itu mengarah langsung kepada Lee Jeon.

    Hwagoon lantas berucap, "Ayah Hamba sudah tewas sejak tiga tahun yang lalu."

    Perubahan raut wajah Lee Jeon dalam waktu yang singkat. Garis senyum di wajahnya tiba-tiba tergantikan oleh keterkejutan, begitupun dengan Kasim Hong.

     "A-apa yang baru saja kau katakan?" Lee Jeon tergagap, tak bisa mempercayai perkataan gadis muda di hadapannya.

    "Tiga tahun yang lalu, Ayah hamba berpamitan untuk memenuhi undangan dari Yang Mulia... Beliau pergi dan kembali dalam keadaan tak bernyawa dengan sebuah surat yang terselip di pakaiannya."

    Mata Lee Jeon mengerjap, masih sangat terguncang oleh fakta pertama yang di ucapkan oleh Hwagoon. Namun seakan tak membiarkannya menenangkan diri terlebih dulu, gadis muda itu kembali memberikan padanya sebuah fakta yang membuatnya kehilangan pijakannya.

    "Tiga tahun yang lalu? Tidak mungkin."

    "Mohon maaf sebelumnya, Agassi." Kasim Hong menengahi, merasa sedikit terganggu atas tatapan dingin yang di lontarkan oleh Hwagoon. "Jika Agassi berkenan, bisakah Agassi mengatakan isi surat yang tertinggal di sana?"

    "Tinggalkan Hanyang."

    Pandangan yang sempat terjatuh itu dengan segera kembali pada Hwagoon. Lee Jeon menatap gadis muda itu dengan mata membulat, sarat akan keterkejutan.

    "K-kau, apa yang baru saja kau katakan?"

    "Hamba datang kemari hanya untuk menuntut sebuah keadilan atas kematian Ayah hamba."

    Napas Lee Jeon tercekat, seribu kata yang mampu ia ucapkan tak mampu lagi ia gapai ketika kebingungan melanda jiwanya.

    "Kenapa semua menjadi seperti ini?" gumam Lee Jeon dengan kesadaran yang seakan telah mengambang.

    "Yang Mulia... Mohon tenangkan diri Yang Mulia." Kasim Hong menyahuti, merasa khawatir akan kondisi sang Raja. Namun tetap saja tatapan dingin yang di lontarkan oleh Hwagoon masih terus menganggu pikirannya.

    Setelah terdiam untuk beberapa waktu, Lee Jeon yang sudah kembali mendapatkan ketenangannya pun mengembalikan pandangannya kepada gadis muda di hadapannya yang telah kembali menjatuhkan pandangannya.

    "Jika Ayahmu sudah tidak ada, lalu siapa yang menerima suratku?"

    "Ketua Kim, dialah yang mengirim hamba kemari."

    "Ketua Kim?"

    "Ketua Kelompok Pedagang yang baru setelah Ayah hamba tutup usia."

    "Aku harus bertemu dengannya."

    Batin Hwagoon tersentak. Seharusnya ia merasa senang karna jika Lee Jeon mengundang Taehyung ke Istana, itu berarti dia bisa bertemu dengan Tuan Mudanya. Namun kenapa perasaannya justru mengatakan hal yang sebaliknya.

    "Kasim Hong."

    "Ye, Yang Mulia."

    "Kirimkan utusan untuk membawa Ketua Kim ke Istana!"

    "Ye, Yang Mulia."

    "Tunggu sebentar, Yang Mulia." sergah Hwagoon, "jika Yang Mulia tidak keberatan, maka izinkanlah orang hamba yang menyampaikan keinginan dari Yang Mulia."

    Mendengar permintaan sederhana Hwagoon, Lee Jeon sempat mempertemukam pandangannya dengan Kasim Hong. Bermaksud untuk meminta pendapat hingga anggukan ringan Kasim Hong yang kemudian membimbing pandangannya kembali jatuh kepada gadis muda di hadapannya.

    "Jika itu keputusan yang terbaik, maka aku tidak akan menghalangi... Katakan pada Ketua Kim, bahwa aku mengundangnya untuk minum teh bersama dalam waktu dekat."

    "Ye, hamba mengerti."

    Setelah pertemuan singkat dengan sang penguasa Joseon, Hwagoon keluar dari Paviliun Baginda Raja dan tanpa ia duga bahwa kedatangannya telah di tunggu oleh utusan dari Paviliun Selir Youngbin yang berdiri di bawah tangga. Dan hal itu memang telah di sepakati sebelumnya oleh Lee Jeon, bahwa Selir Youngbin lah yang akan bertanggung jawab atas calon Putri Mahkota Joseon sebelum hari penobatannya di lakukan.

    "Agassi, Nyonya sudah menunggu." ucap Dayang Kepala di Paviliun Selir Youngbin yang saat itu berdiri di luar pintu untuk menyambut kedatangan Hwagoon.

    "Mari."

    Hwagoon menyurusi anak tangga, mengikuti arahan dari Dayang Kepala. Hwagoon sempat menundukkan kepalanya ketika sampai di bawah tangga tepat di hadapan beberapa Dayang yang juga menundukkan kepala mereka sebelum akhirnya berjalan meninggalkan Paviliun Baginda Raja.

    Namun keraguan tampak di wajah Hoseok, dan hal itulah yang membuatnya tetap berdiri di tempatnya meski Hwagoon sudah pergi bersama para Dayang dari Paviliun Selir Youngbin.

Selesai di tulis : 20.12.2019
Di publikasikan : 20.12.2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top