Lembar 141

    Tiga hari berlalu, menandakan habisnya tiga hari yang telah di janjikan oleh Lee Jeon. Dan selama itu pula, tak ada lagi pertemuan di antara Hwagoon dan juga Taehyung di saat keduanya lebih memilih dengan pemikiran masing-masing.

    Terlihat beberapa Prajurit Istana yang sudah berjajar di halaman dengan berdiri mengapit sebuah tandu, dan hal itu cukup untuk menarik perhatian semua warga yang datang berbondong-bondong ke Kediaman Ketua Kelompok Pedagang.
    Sedikit membuat kegaduhan ketika mereka mendengar kabar baik bahwa Nona muda mereka akan segera di persunting oleh Putra Mahkota Negeri mereka.

    Dan semua semakin gaduh ketika sang Nona muda menampakkan diri di hadapan semua orang dengan pakaian yang terlihat mewah dan juga riasan di wajahnya, membuatnya semakin terlihat anggun dan semakin cantik. Namun sayangnya sang Tuan Muda tak berada di sana.

    Dengan raut wajah yang terlihat begitu dingin, Hwagoon menuruni anak tangga dan dengan segera seorang Prajurit membukakan tandu untuknya. Namun langkahnya terhenti.
    Dia mengarahkan pandangannya ke sekeliling, berharap bisa melihat Taehyung untuk yang terakhir kalinya. Namun semua berakhir ketika ia tak di izinkan untuk melihat Tuan Mudanya di saat-saat terakhir.

    "Mari, Nona." ujar salah satu Prajurit.

    Kembali menelan kekecewaan, Hwagoon lantas masuk ke dalam tandu yang kemudian tertutup. Menghalanginya untuk melihat siapapun yang mengantarkan kepergiannya waktu itu.

    Namun kenapa semua orang terlihat begitu bahagia di saat ia yang harus merasakan sakit di hati terdalamnya.

    Perlahan tandu yang membawanya terangkat dan kemudian berjalan menjauhi Kediamannya. Meski ini adalah keputusan yang sangat berat, namun dia harus memilih jalan ini untuk menuntut sebuah keadilan yang telah di janjikan Taehyung padanya. Menekan perasaan kecewanya, dia berubah menjadi sosok wanita muda yang begitu dingin ketika hanya ada kebencian yang terlihat dalam sorot matanya.

    Tertinggal di belakangnya, sosok Hoseok yang berdiri di tengah halaman dan menyaksikan kepergiannya. Setelah semua orang membubarkan diri, Hoseok pun meninggalkan halaman. Berjalan ke sudut lain dan memasuki perpustakaan pribadi milik mendiang Ketua Park.

    Melewati beberapa rak buku hingga ia mendapati sosok Taehyung yang berdiri menatap ke luar jendela dengan kedua tangan yang saling bertahutan di belakang tubuhnya.

    Hoseok berjalan mendekat dan berhenti beberapa langkah di belakang Tuan Muda yang memungginya tersebut.

    "Sudah pergi." cetus Hoseok yang tak mampu menarik perhatian Taehyung.

    "Apa yang akan Ketua lakukan setelah ini?"

    "Pergilah!" Taehyung berucap dengan penuh ketenangan.

    "Apa maksud Ketua?"

    "Pergilah! Temani dia di Istana dan jadilah perantaraku untuk bisa melihat keadaannya."

    Sempat terdiam beberapa saat, Hoseok pun akhirnya berujar, "aku pergi sekarang."

    Pendekar Pedang itu lantas meninggalkan tempat tersebut, dan tepat setelah terdengar suara pintu yang tertutup. Taehyung segera menundukkan wajahnya dan menangis dengan suara yang lirih di saat kedua tangannya mengepal kuat.

    "Kenapa? Kenapa kau hanya memberikan Takdir yang buruk padaku?" lirihnya di saat ia yang berusaha sekuat tenaga untuk menahan tangisnya.

    Namun waktu yang terus berlalu semakin menghimpitnya dengan ribuan luka. Dia berbalik dan lantas mendorong buku-buku yang tertata rapi di atas rak hingga berhamburan ke lantai.

    "Arghhhh...." teriaknya frustasi, meluapkan kemarahannya dengan menjatuhkan buku-buku yang tertata rapi di rak dan bahkan sesekali menendang secara asal sebelum tubuhnya melorot ke bawah.

    Bersimpuh di tengah kekacauan yang ia buat dan menangis tertahan dengan kedua telapak tangan yang menyentuh lantai.

    "Dosa apa yang telah ku perbuat?" gumamnya penuh penekanan yang keluar seiring dengan suara tangisnya. Namun setelahnya suara gumaman tersebut berubah menjadi teriakan yang menuntut.

    "Katakan padaku! Dosa apa yang telah ku perbuat sehingga aku pantas mendapatkan semua ini?!"

    Tubuhnya merendah dan membuat keningnya menyatu dengan lengan yang terlipat di atas lantai, sebelum teriakan frustasi itu kembali keluar dari mulutnya. Tampak menyedihkan, dan semakin menyedihkan ketika semua orang di luar sana justru tertawa di saat ia yang tengah hancur.

Kediaman Heo Junhoo.

    Menteri Perdagangan Heo Junhoo memasuki Kediamannya dengan raut wajah yang terlihat begitu marah setelah menghadiri pertemuan Kerajaan dan mendengarkan rencana pernikahan Putra Mahkota yang akan di laksanakan dalam waktu dekat.

    Dengan langkah yang terburu-buru, dia menyusuri anak tangga dan segera masuk ke ruangannya. Masih dengan Shin yang berjalan di belakangnya.

    Tepat setelah ia menjangkau tengah ruangan, di bantingnya meja kecil yang berada di tengah ruangan dengan geraman penuh kemarahan di saat Shin tengah menutup pintu.

    "Kelompok Pedagang! Kenapa lagi-lagi harus mereka yang mengacau?" geram pria tua itu yang telah tersulut emosi. Dia lantas mengarahkan tatapan penuh kemarahannya pada Shin.

    "Shin!"

    "Ye, Daegam."

    "Pergilah dan pastikan bahwa gadis itu tidak akan pernah sampai ke Istana!"

    "Ye." ucap Shin dengan kepala yang sedikit menunduk dan sekilas terdapat keraguan di matanya.

    Dia lantas meninggalkan Junhoo dan hendak bergegas meninggalkan Bukchon. Namun langkahnya terhenti di teras, dengan begitu ragu, dia kemudian berbalik arah dan berjalan menyusuri teras hingga langkah kakinya terhenti tepat di depan sebuah pintu.

    Di bukanya pintu tersebut dan segera masuk tanpa mengucapkan salam kepada sang penghuni yang menatap dalam diam kehadiranya. Shin berjalan ke tengah ruangan setelah sebelumnya menutup pintu, menghampiri Cenayang tua yang terduduk di belakang meja kecilnya.

    Tatapan dingin sang Pendekar Pedang di pertemukan dengan manik gelap sang Cenayang, dan untuk sejenak keheningan melanda ketika keduanya tak bermaksud untuk berbicara terlebih dulu, hingga Cenayang tua itu membuat sedikit pergerakan kecil dengan menuangkan arak ke dalam mangkuk kecilnya.

    Dia lantas berucap, "katakan keperluanmu dan segera pergi dari sini!" perkataan yang terucap dengan begitu santai, seakan ia tak bermaksud untuk mengusir pria yang pantas menjadi putranya tersebut.

    "Apa yang terjadi jika aku membunuhnya?"

    Sebelah alis Cenayang Min Ok sekilas terangkat. "Memangnya siapa yang ingin kau bunuh?" ujar Cenayang Min Ok yang kemudian menenggak arak di tangannya dan mengembalikan mangkuk yang sudah kosong di atas meja, begitupun dengan pandangannya yang kembali terjatuh pada sosok Shin.

    "Calon Putri Mahkota, putri Ketua Kelompok Pedagang."

    Salah satu sudut bibir Cenayang Min Ok terangkat. Dia lantas bergumam, "gadis itu lagi rupanya? Gadis yang benar-benar malang."

    "Haruskah aku membunuhnya?"

    Cenayang Min Ok memandang Shin dengan tatapan yang terlihat begitu santai di saat ia terdiam untuk beberapa waktu sebelum kembali berucap.

    "Jika tidak membunuhnya, memangnya apa yang akan kau lakukan? Jika tidak mati di tanganmu, gadis bodoh itu pasti mati di tanganku."

    Tanpa sadar Shin menghembuskan napas beratnya seiring dengan pandangannya yang terjatuh. Dia kemudian berbalik dan berjalan pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.

    "Tunggu sebentar." sergah Cenayang Min Ok yang kemudian menghentikan langkah si Pendekar Pedang yang kemudian sedikit berbalik.

    "Kau harus membawa pergi jauh-jauh putramu dari Hanyang, atau akan lebih banyak darah lagi yang akan tertumpah jika kau membiarkannya masuk ke dalam Istana."

    Sorot mata Shin menajam, reaksi sama yang selalu ia berikan setiap kali Cenayang itu membahas putranya. Dia pun kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda, masih dengan mulut yang terkatup rapat hingga pintu yang kembali tertutup berhasil mengundang tawa ringan Cenayang Min Ok.

    Wanita tua itu kembali menuangkan arak dan bergumam, "kau melihatnya, Yeon? Bahkan setelah kau mati, keadaan tidak akan berubah."

    Dia menenggak araknya dan kembali bergumam, "benar-benar gadis-gadis muda yang malang." dia kembali tertawa pelan namun terdengar begitu mengerikan.

Selesai di tulis : 04.12.2019
Di publikasikan : 05.12.2019

   

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top