Lembar 138

    Kegelapan yang merambah dari arah timur ke barat, perlahan mulai menutupi Hanyang dengan kegelapan yang sempurna dan di balik kegelapan tersebut, di sanalah Hoseok menunggu kedatangan Taehyung dengan perasaan yang tak tenang di saat ia menolak untuk menunjukkan kegundahan hatinya di raut wajahnya.

    Berkali-kali ia menengok ke halaman, dan hingga semua benar-benar tertutupi oleh kegelapan. Kedua orang yang berpamitan untuk pergi pagi tadi, tak kunjung kembali meski sudah melewati waktu yang telah di janjikan.

    Bukan masalah mereka pulang tepat waktu atau terlambat. Bagi Hoseok masalah utamanya adalah pada apa yang di katakan utusan dari Istana sore tadi, dan bahkan hingga sekarang surat yang di titipkan oleh si utusan masih tergeletak di meja yang terdapat di dalam kamarnya.

    Hingga keheningan yang semakin menghimpit raga dari jiwa yang kesepian tersebut yang kemudian membawa dua pasang kaki menapak kembali di halaman yang sudah terasa dingin. Tak langsung menyambut keduanya, Hoseok lebih memilih untuk berdiam di dalam kamarnya dan memperhatikan Taehyung dan juga Hwagoon yang berjalan memasuki halaman.

    "Bersihkan dirimu, dan lekas beristirahat." ucap Taehyung ketika keduanya telah mencapai teras.

    Hwagoon mengangguk ringan dengan seulas senyum riangnya. Gadis muda itu lantas berucap, "Naeuri juga sebaiknya segera istirahat dan jangan bepergian kemanapun."

    Sudut bibir Taehyung sekilas terangkat. "Kemana aku harus pergi ketika langit sudah gelap seperti ini?"

    "Naeuri adalah orang yang sulit di tebak."

    "Masuklah!"

    "Selamat malam." Hwagoon lantas pergi menuju kamarnya sendiri dengan pandangan Taehyung yang mengekorinya hingga ia menghilang dari teras.

    Taehyung lantas masuk ke dalam kamarnya sendiri. Pandangannya segera mengakses seluruh ruangan di saat tangannya menutup pintu dari dalam, mencoba menemukan perbedaan di sana. Namun semua masih tetap sama dan itu berarti Ayah angkatnya belum kembali ke sana.

    Dia kemudian berjalan ke sudut ruangan, di mana terdapat meja dengan dua kursi yang saling berhadapan. Dia memutari meja dan memilih duduk di belakang meja tepat mengarah pada pintu kamarnya, namun sebelum itu, di sandarkannya lebih dulu pedang di tangannya di sudut ruangan tepat di samping tempat yang akan ia duduki.

    "Kenapa dia belum juga datang kemari?" sebuah monolog yang terdengar begitu pelan di saat ia sudah mendudukkan dirinya di kursi. Merasa sangat terganggu karna sang Ayah angkat tak kunjung pulang. Namun sepertinya Ayah angkatnya tersebut memang belum kembali ke Hanyang.

    Dia memutuskan untuk membuka bingkisan kain yang ia bawa dari kediaman Hwaseung sebelumnya, si mana terdapat beberapa buku yang di berikan oleh Hwaseung secara cuma-cuma. Namun ketika ia hendak mengambil salah satu buku tersebut, suara ketukan pintu lebih dulu mengalihkan perhatiannya.

    "Masuklah!" lantangnya dengan penuh wibawa.

    Pintu pun terbuka dan menampakkan sosok Hoseok yang berjalan masuk lalu berhenti sejenak untuk memberikan sebuah salam.

    "Ketua sudah kembali?"

    "Ye, tutuplah pintunya dan lekas datang kemari!"

    Hoseok lantas menutup pintu dan berjalan mendekati Taehyung dengan hati yang di penuhi keraguan ketika senyuman hangat tersebut menyambut kedatangannya.

    "Adakah sesuatu yang Hyeongnim butuhkan?"

    "Aku memiliki sesuatu untuk di sampaikan."

    "Kalau begitu, duduklah! Aku tidak suka melihat Hyeongnim berdiri di situ."

    Hoseok lantas duduk berhadapan dengan Taehyung, dan saat itu pula Taehyung menyadari sesuatu yang berbeda di garis wajah saudara angkatnya tersebut.

    "Apa terjadi sesuatu yang buruk saat aku pergi?"

    "Entah Ketua akan menyebut ini sebagai berita buruk atau tidak. Tapi yang jelas, semua orang menyebut ini sebagai berita baik."

    "Katakanlah!"

    Bukannya menjawab dengan perkataan, Hoseok merogoh surat yang sebelumnya ia taruh di balik bajunya yang kemudian segera ia sodorkan ke arah Taehyung yang menatap penuh tanya ke arah surat di atas meja tersebut.

    "Seseorang memintaku untuk menyampaikan ini kepada Ketua."

    Sebelah alis Taehyung sekilas terangkat. "Apa dia tidak menyebutkan nama?"

    "Akan lebih baik, jika Ketua membacanya terlebih dulu."

    Tak ingin banyak mendebat Hoseok, Taehyung pun meraih surat tersebut dan membuka segel yang masih terpasang dengan rapi di sana, menunjukkan bahwa surat itu belum di sentuh oleh siapapun kecuali sang penulis surat.

    Dia mengeluarkan sebuah kertas yang terlipat mengikuti bentuk amplop dengan bentuk memanjang tersebut. Di bukanya lipatan kertas tersebut dan sebuah kalimat pembuka menyapa penglihatannya.

"Teruntuk saudaraku yang sudah lama tidak ku jumpai, Park Seonghwa."

    Park Seonghwa? Itu berarti surat tersebut di tujukan oleh Ketua Kelompok Pedagang sebelumnya dan bukannya untuknya. Tak ingin menebak apapun, Taehyung lebih memilih untuk melanjutkan bacaannya yang semakin banyak ia membaca isi dari surat tersebut, maka semakin wajahnya menunjukkan guratan heran yang membuat raut wajahnya terlihat begitu serius.

"Aku harap Hyeongnim masih mengingatku, sama seperti Hyeongnim mengingat janji kita di jauh-jauh hari sebelum aku memutuskan untuk mengirimkan surat ini kepada Hyeongnim.
Dan melalui surat ini, aku ingin menyampaikan kekhawatiranku setelah mendengar kabar Hyeongnim yang menghilang secara tiba-tiba.
Aku merasa marah karna Hyeongnim justru melarikan diri setelah hari itu, namun demi memenuhi janji yang telah terucap hari itu. Hari ini aku mengirimkan sebuah surat kepada Hyeongnim untuk mengingatkan Hyeongnim akan perjanjian kita waktu itu.
Aku tidak bisa menunggu jawaban dari putrimu, situasi semakin memburuk sekarang dan hanyalah putri Hyeongnim yang menjadi harapanku satu-satunya,"

    Raut wajah Taehyung berubah menjadi datar ketika ia menemukan bahwa Hwagoon lah yang menjadi tujuan utama surat tersebut, namun siapakah sang pengirim surat tersebut dan apa hubungannya dengan Hwagoon? Semua terasa abu-abu sebelum jawaban itu ia dapatkan di kalimat-kalimat berikutnya.

"Aku mengingkari janjiku yang mengatakan bahwa aku akan menunggu jawaban dari putrimu. Aku minta maaf karna aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Keadaan semakin tidak terkendali dan pernikahan harus segera di lakukan."

    Mata Taehyung memicing tajam ketika membaca kalimat tersebut. Janji? Hwagoon? Pernikahan? Apa yang sebenarnya terjadi? Dan kalimat selanjutnya merupakan pukulan terbesar bagi seorang Kim Taehyung.

    "Dengan sangat menyesal, aku akan membawa putrimu secara paksa ke dalam Istana."

    Mata teduh Taehyung seketika membulat, tergantikan oleh keterkejutan ketika ia mengetahui dari mana asal surat tersebut. Detak Jantungnya seakan terhenti bersamaan dengan napasnya untuk sepersekian detik, dan tatapan yang sedikit gemetar tersebut terarah ke bawah. Tepat ke bagian pojok yang tertutupi oleh ibu jarinya.

    Perlahan tanggannya bergerak dengan ragu, mengangkat ibu jarinya dan di sanalah terdapat stempel Kerajaan dan hal itu menandakan bahwa surat tersebut memang secara resmi di keluarkan oleh Kerajaan yang tidak lain adalah ayahnya sendiri.

    Matanya mengerjap tak percaya hingga tangan yang memegang surat tersebut kemudian jatuh pada meja, di saat tak ada satu katapun yang mampu terucap dari mulutnya.

    Sungguh, semua terasa tidak nyata. Apa yang baru saja ia lihat dengan mata kepalanya sendiri telah berhasil menjadikan hal itu sebagai pukulan terberat pada kehidupan yang ia jalani sebagai seorang Kim Taehyung.

    Mengambil gadisnya secara paksa? Sungguh, Taehyung ingin menertawakan hal itu jika itu di tujukan untuk sebuah lelucon. Namun sayangnya tak ada satupun lelucon yang menggunakan stempel Kerajaan dan ayahnya, Baginda Raja itu tidak akan membuat lelucon semacam ini.

    Mencoba menguasai keterkejutannya, Taehyung membuang napas dalam-dalam dengan sangat pelan agar tak terlalu menampakkan diri di hadapan Hoseok. Dia lantas menjatuhkan pandangannya pada Hoseok dan berusaha untuk tetap bersikap seperti biasa meski itu sangat menyulitkannya.

    "Apa yang di katakan oleh utusan itu?"

    "Dia menyampaikan bahwa Baginda Raja mengirimkan lamaran untuk Agassi."

    Tangan Taehyung yang berada di bawah meja, terkepal kuat, mencoba menahan kemarahan yang pada akhirnya berujung dengan kekecewaan. Pada kenyataannya Ketua Park memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Baginda Raja, dan janji yang di maksudkan di dalam surat tersebut. Mungkinkah itu berarti Ketua Park telah menjanjikan sebuah pernikahan Hwagoon dengan Jungkook?

    Pandangan Taehyung terjatuh, dan setelah sekian lama bersama, baru kali itu Hoseok melihat wajah Taehyung yang begitu serius dan bahkan terkesan seperti orang yang tengah menahan kemarahannya.

    "Keputusan apa yang akan Ketua ambil?" suara Hoseok yang begitu berhati-hati berhasil menginterupsi Taehyung yang sekilas memandang ke arahnya.

    "Tunggu sebentar, aku membutuhkan waktu untuk memikirkan hal ini." gumam Taehyung.

    Hoseok tahu bahwa Taehyung tengah terguncang saat ini, terlebih dia yang telah merencakan sebuah pernikahan bersama Hwagoon setelah sampai di Hanyang. Namun semua berjalan di luar kendali, Dewa menginginkan sesuatu yang bersisipan jalan dengan keinginan hati manusia. Lalu apa yang bisa di lakukan oleh manusia ketika bahkan Dewa lebih Agung di bandingkan dengan seorang Raja.

    Hoseok lantas pergi meninggalkan Taehyung seorang diri, dan malam itu. Kegelapan tiba-tiba menyergap jiwa Taehyung dari segala arah, membuatnya terjebak tanpa bisa melarikan diri. Pikirannya tak mampu lagi ia kendalikan, namun perlahan kemarahan yang semakin memuncak itu menjadikannya sosok pendiam yang begitu dingin malam itu.

    Dia turun ke halaman di saat tak ada satu orang pun yang masih berkeliaran di luar. Menikmati hawa dingin yang begitu menenangkan dan justru membuatnya semakin marah hingga membuat tatapan teduhnya tergantikan oleh tatapan yang mengintimidasi.

    Tahtanya telah terenggut darinya, dan kali ini... Gadisnya. Dan semua akan jatuh ke tangan Lee Jungkook, adik kecilnya yang entah dengan cara bagaimana ia tumbuh dewasa tanpa sepengetahuannya.

    Rasa tak terima yang membuat luka hatinya kembali menyeruak, apakah hal ini layak untuk di benarkan? Dia yang sudah berkorban terlalu besar, lantas mendapatkan hal ini. Masih bisakah itu di sebut dengan sebuah keadilan?

    Dia kembali bukan untuk kehilangan, dia kembali untuk merengkuh miliknya. Namun di saat ia hampir mendapatkan kebahagiannya, tapi kenapa Jungkook tiba-tiba mengambil semuanya.

    Dia marah, dia benar-benar marah sekarang. Namun apa daya jiwanya terperangkap pada raga yang membatasi keinginan hatinya untuk menghancurkan segalanya.

    Dia kemudian mengarahkan pandangannya ke langit gelap Hanyang dan menemukan rembulan yang tengah memperhatikannya sedari tadi.

    Cahaya dingin yang justru semakin memperburuk keadaannya. Dalam waktu singkat pandangannya kembali terjatuh dengan langkah yang meninggalkan halaman.
    Menaiki anak tangga dan berjalan menyusuri teras rumah dengan raut wajah yang terlihat begitu dingin seakan ia yang telah kehilangan dua sisinya sekaligus, entah itu Kim Taehyung atau Lee Taehyung sekalipun. Dia telah kehilangan kedua sisi tersebut dan berubah menjadi orang yang berbeda malam itu.

    Langkahnya mengarah pada kamar Hwagoon dan tanpa mengetuk pintu terlebih dulu, dia segera membuka pintu di hadapannya dan membuat Hwagoon yang saat itu tengah terduduk di lantai sembari menyisir rambutnya pun tampak sedikit terkejut.

    "N-naeuri?"

    Tanpa permisi, Taehyung masuk ke dalam kamar Hwagoon dan menutup pintu sebelum akhirnya berjalan mendekati Hwagoon yang tak berkutik dari tempatnya hingga langkah Taehyung terhenti tepat di hadapan gadis muda yang kini mendongak menatapnya dengan tanda tanya yang terlihat di garis wajahnya.

    Taehyung lantas menjatuhkan satu lututnya tepat di hadapan gadis tersebut, dan hal itu membuat pandangan keduanya saling di pertemukan di antara kegelapan yang telah menyelimuti jiwa Taehyung.

    "Kenapa Naeuri datang kemari?"

    Suara lembut Hwagoon mengalun dengan begitu tenang di pendengaran Taehyung, namun sayangnya hati Taehyung sepertinya tak tersentuh akan hal itu karna tatapan matanya masih setajam sebelumnya dan hal itu sedikit menganggu Hwagoon hingga pertanyaan tak terduga yang kemudian datang padanya.

    "Kau mencintaiku?"

    Hwagoon tertegun, matanya sempat mengerjap beberapa kali untuk menyadarkan dirinya sendiri atas keraguannya terhadap perkataan Taehyung, hingga pemuda itu kembali berucap.

    "Aku bertanya padamu."

    Hwagoon menghindari tatapan Taehyung, sedikit tidak nyaman dengan nada bicara Taehyung yang terdengar begitu mengintimidasi. Namun dia tersentak ketika tangan kanan Taehyung menarik dagunya hingga ia yang kembali bertemu pandang dengan tatapan yang sedikit menakutkan tersebut.

    "Kau mencintaiku?"

    "A-ada apa, dengan Naeuri?" suara tergagap imbas dari rasa gugupnya setelah tatapan Taehyung semakin mengerikan dari waktu ke waktu. Entah apa yang terjadi, namun Hwagoon benar-benar merasa asing dengan sosok Taehyung yang saat ini berada di hadapannya.

    Tangan Taehyung perlahan bergeser dan menangkup wajah Hwagoon, membuat darah gadis muda itu berdesir karna perasaan takut yang tiba-tiba menyeruak begitu saja.

    "Katakan padaku! Siapa pria yang ada di hatimu?"

    "Mungkinkah telah terjadi sesuatu?"

    "Park Hwagoon." teguran dari suara tenang yang seketika menghentikan napas Hwagoon. Di lihat dari sudut manapun, Kim Taehyung yang berada di hadapannya kini adalah orang yang sangat berbeda.

    "Apa kau mencintaiku?"

    "Y-ye." Hwagoon menyerah dan lebih memilih untuk mengatakan sebuah kejujuran.

    "Katakan dengan jelas!"

    "Aku, mencintai Naeuri."

    "Sebut namaku!"

    Hwagoon menatap ragu ke arah Tuan Muda yang tengah menjelma menjadi iblis yang begitu menakutkan di matanya.

    "Kau mengenalku, maka aku ingin mengetahui siapa nama pria yang ada di hatimu."

    Tanpa sadar Hwagoon meremat roknya, berusaha tak menampakkan ketakutannya ketika harus di hadapakan dengan sorot mata yang begitu dingin tersebut. Dan hal itu yang membuat Taehyung harus kembali menunggu jawaban yang sepertinya tak akan mampu di ucapkan oleh gadisnya yang telah ketakutan karna sikapnya tersebut.

    "Katakan!"

    "K-Kim Taehyung, aku mencintai Kim Taehyung."

    Taehyung terdiam setelah mendegar apa yang ingin ia dengarkan, dan selang beberapa detik. Dia turut mempertemukan satu lututnya pada lantai dengan tangan yang juga ia turunkan dari wajah Hwagoon.

    Pandangannya terjatuh, namun sayangnya tatapan penuh kemarahan tak juga menghilang dari pandangan Hwagoon.

    "Naeuri." suara lembut yang begitu pelan.

    Perlahan Taehyung menjatuhkan kepalanya pada bahu Hwagoon dan membuat sang gadis muda tersentak di saat perlahan kelopak mata Taehyung tertutup untuk menyembunyikan sorot mata mengerikan yang sempat menakuti gadisnya tersebut.

    "Karna kau sudah mengatakannya, maka hiduplah hanya dengan mencintai pria di hadapanmu ini."

    Perkataan yang membuat batin Hwagoon terkejut, memikirkan hal apa yang sampai membuat Tuan Mudanya berubah terlalu banyak hanya dalam beberapa waktu.

    "Apa yang terjadi pada Naeuri?"

    "Aku hanya butuh waktu untuk berpikir." gumam Taehyung.

    "Katakanlah sesuatu agar aku bisa mengerti apa yang terjadi."

    "Jangan mengatakan apapun! Aku tidak ingin mendengar apapun... Aku mohon jangan katakan apapun."

    Hwagoon perlahan menjatuhkan pandangannya pada Taehyung dan dengan ragu, perlahan tangannya merengkuh sang kekasih hati. Mengusap lembut surai hitam yang menutupi punggung tegap tersebut hingga sepasang tangan turut membalas rengkuhannya. Namun bukannya untuk merengkuhnya, melainkan sebaliknya. Justru Tuan Mudanya lah yang menginginkan sebuah rengkuhan.

    Dan malam itu membuatnya menyadari satu hal terpenting, bahwa selama ini dia tidak cukup mengenal bagaimana Tuan Mudanya tersebut hingga pada akhirnya ia yang harus di hadapkan dengan sisi lain dari Tuan Mudanya yang benar-benar mengerikan.

    Tak ada lagi ketulusan, hanya ada kemarahan yang bisa ia rasakan ketika hatinya mencoba merengkuh Tuan Mudanya yang kemungkinan telah terluka akan suatu hal yang ia sendiri tidak tahu apakah itu. Dan tak memungkiri bahwa kali ini dia benar-benar merasa takut berhadapan dengan Kim Taehyung.



"Terlepas dengan siapa hati ini dulu pernah di miliki, namun percayalah bahwa saat ini, hanyalah Naeuri yang berada dalam hatiku. Terlepas dari apa yang akan terjadi kelak, aku ingin menyimpan Naeuri di dalam hati ini dalam waktu yang lama. Tapi... Apa yang di lihat mata ini malam ini benar-benar berbeda. Naeuri membuatku takut, aku tidak suka dengan Naeuri yang seperti ini. Terlukalah untuk malam ini, namun kembalilah menjadi Naeuri yang ku kenal ketika esok hari kembali. Hanya itu permintaan sederhanaku untuk Naeuri."

  

Selesai di tulis : 23.11.2019
Di publikasikan : 30.11.2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top