Lembar 129
Dua minggu berlalu, Taehyung masih terlihat menjalani kehidupan damainya di Pelabuhan dengan bisnis kecil yang mereka jalani. Namun sepertinya mereka tak bisa berlama-lama menetap di sana karna beberapa anggota pun sudah sangat ingin kembali ke Hanyang.
Namgil sendiri hanya menetap selama satu minggu di sana, dan setelah satu minggu berlalu. Dia menghilang begitu saja tanpa ada satupun kata perpisahan, seperti kebiasaan lamanya.
Sore itu, Taehyung keluar dari kamarnya dan menghampiri Hoseok yang saat itu duduk di halaman seorang diri. Dengan kedua tangan yang saling bertahutan di belakang tubuhnya, langkah tenang itu membimbingnya untuk menghampiri saudara angkatnya tersebut.
"Apa yang sedang Hyeongnim pikirkan?"
Sebuah teguran yang menyadarkan Hoseok dari lamunannya. Perlahan pemuda itu mengarahkan pandangannya pada Taehyung seakan ia yang tidak terkejut akan teguran Taehyung yang tiba-tiba.
Melihat kedatangan Taehyung, Hoseok pun beranjak berdiri dan berhadapan dengan Taehyung yang tak pernah membiarkan senyum tipis itu menghilang dari wajahnya.
"Ketua perlu sesuatu?"
"Katakan pada yang lain untuk bersiap-siap. Karna besok, kita akan kembali ke Hanyang."
Sorot mata Hoseok menunjukkan sedikit keterkejutan, namun itu hanya berlaku untuk sepersekian detik saja.
"Kenapa mendadak sekali? Mungkinkah telah terjadi sesuatu?"
Taehyung menggeleng. "Tidak ada yang perlu Hyeongnim cemaskan. Kita kembali ke Hanyang, karna memang sudah seharusnya."
"Kalau begitu, aku akan segera memberitahukannya kepada yang lain."
"Terima kasih."
Taehyung lantas pergi meninggalkan Hoseok, menuju salah satu kamar yang berada di sana dan Hoseok tahu kamar siapa yang di tuju oleh Taehyung. Namun dia memilih untuk tidak perduli dan segera bergegas memberi kabar baik bagi seluruh anggota Kelompok Pedagang di saat Taehyung yang hendak menemui Hwagoon.
Tangan Taehyung terangkat untuk mengetuk pintu di hadapannya dengan pelan, dan setelah beberapa saat menunggu. Dengan cepat pintu terbuka dari dalam dan menampakkan sosok Hwagoon yang sedikit terkejut akan kehadirannya di sana.
"Naeuri? Ada apa?"
"Bolehkah aku masuk?"
Mulanya Hwagoon terlihat ragu, karna sejak Taehyung melamarnya. Hubungan keduanya menjadi sedikit lebih canggung atau mungkin Hwagoon lah yang merasa canggung karna Taehyung terlihat biasa saja, masih sama seperti dirinya yang sebelumnya.
"Ada hal yang ingin ku bicarakan denganmu."
Teguran Taehyung dengan cepat menyadarkan Hwagoon. "Ah... Ye, Naeuri bisa masuk ke dalam." ujarnya mempersilahkan dan sedikit bergeser dari pintu.
Namun bukannya segera masuk, Taehyung justru berhenti di ambang pintu, dan hal itu berhasil membuat Hwagoon menatapnya penuh tanya. Namun sebelum Hwagoon mampu berucap, Taehyung lebih dulu mendapatkan tangan gadis muda tersebut dan menutup pintu menggunakan satu tangan yang terbebas.
Hwagoon terlihat bingung, namun dia tak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti langkah Taehyung ketika Tuan Mudanya itu menyeretnya dengan lembut hingga langkah keduanya berhenti di tengah ruangan dan keduanya saling berhadapan.
Takut-takut Hwagoon mendongakkan wajahnya dan mempertemukan pandangannya dengan Taehyung yang hanya menatapnya dalam diam.
"Apa, yang ingin Naeuri bicarakan padaku?" tanya Hwagoon dengan suara yang terdengar begitu gugup.
"Apa kau menyadarinya?"
Satu pertanyaan yang membuat Hwagoon tak mengerti, apa yang tak ia sadari? Kenapa Taehyung menanyakan hal yang tak ia mengerti?
"Apa yang Naeuri maksud?"
"Sejak aku menyatakan niatku untuk mempersuntingmu. Apa kau tahu bahwa kau terkesan ingin menghindariku?"
Hwagoon segera memalingkan wajahnya dan tanpa sadar telah membiarkan kebingungan terlihat jelas di wajahnya, dan hal itu pula yang seakan tengah membenarkan pertanyaan Taehyung sebelumnya.
Taehyung kemudian meraih tangan kiri Hwagoon dan menarik paksa perhatian gadis muda tersebut ketika ia maju selangkah untuk memperpendek jarak di antara keduanya, saat itu pula Hwagoon kembali mendongakkan wajahnya dan memperlihatkan kegugupan dalam sorot matanya.
"Aku mengatakannya bukan agar kau menjauh dariku, namun sebaliknya. Aku mengatakan hal itu karna aku tidak ingin ada pria lain yang membawamu pergi dari sisiku."
"Apa yang sedang Naeuri bicarakan? Kenapa tiba-tiba mengatakan hal seperti itu?" protes Hwagoon secara halus ketika ia merasa tak nyaman akan ucapan Taehyung.
"Aku mengatakannya karna kau terus menjauh dariku."
"Aku melakukannya karna aku malu." cetus Hwagoon yang seketika menundukkan kepalanya dengan pipi yang bersemu merah. Berada di dekat Taehyung seperti itu benar-benar membuatnya menjadi sosok wanita yang lemah.
Taehyung yang mendegar hal itu pun tersenyum lebar tanpa sepengetahuan Hwagoon, karna sebenarnya kedatangannya ke sana bukanlah untuk mempermasalahkan hal itu. Dia kemudian menarik punggung Hwagoon dan memeluknya.
"Kita, akan kembali ke Hanyang besok."
Hwagoon yang terkejut dengan keputusan yang tiba-tiba di ambil oleh Taehyung pun segera mendongakkan wajahnya dengan tatapan bertanya.
"Kenapa mendadak sekali?"
"Karna aku ingin segera menikahimu." cetus Taehyung dengan senyum lebarnya yang kemudian mendapatkannya sebuah pukulan pada dadanya sebelum gadis muda itu membalas pelukannya dan menyembunyikan wajahnya.
Tangan kanan Taehyung terangkat untuk mengusap surai hitam gadis muda dalam pelukannya tersebut. Sebentar lagi, hanya menunggu waktu dan dia akan benar-benar memiliki kebahagiaannya yang kini masih abu-abu. Namun saat itu juga, sebuah penyesalan dan rasa bersalah kembali menyeruak dalam hatinya. Dia bahagia, namun bagaimana dengan orang yang selalu ia rindukan? Apakah dia mendapatkan kebahagiaan yang sama dengannya?
"Kau melihatnya? Aku sudah mendapatkan kebahagiaanku di sini. Berbahagialah dirimu dengan siapapun di sana, Kim Changkyun."
Sebuah harapan yang terucap dalam hatinya di saat lisannya tak lagi mampu menyebutkan nama tersebut. Membiarkan hanya ikatan takdir yang masih terus terhubung menyampaikan kekhawatiran masing-masing tanpa mereka sadari sekalipun.
Semilir angin musim gugur yang sangat menenangkan di sore hari, menuntun langkah Changkyun untuk singgah di desa selanjutnya. Entah itu menjadi desa ke berapa yang telah ia singgahi, terkadang dia hanya akan melewati desa-desa tersebut dan lebih memilih untuk bermalam di hutan.
Namun dia merasa ada sesuatu yang aneh dengan desa tersebut, karna sejak ia menapakkan kakinya di pintu masuk desa, dia belum bertemu dengan satu orang pun. Meski di lihat dari keadaan di sana, sepetinya desa itu masih berpenghuni. Lalu kemana perginya semua orang?
"Cepat, cepat. Ini sudah sore, jika kita terlambat, kita bisa mati."
Perhatian Changkyun teralihkan oleh seorang pria paruh baya yang tengah membimbing keluarga kecilnya untuk keluar dari rumah. Dia pun berinisiatif untuk bertanya kepada keluarga kecil tersebut.
"Permisi."
Suara beratnya membuat dua orang dewasa dan satu anak kecil tersebut tampak terkejut. Keduanya segera berbalik dan langsung berlutut di hadapannya. Membuat matanya memicing tajam.
"Ampuni kami Tuan... Biarkan kami tetap hidup, kami hanyalah rakyat kecil yang tidak memiliki apapun. Mohon, biarkan kami tetap hidup." ujar si pria sembari menyatukan telapak tangannya, seakan benar-benar tengah memohon. Begitupun dengan si wanita yang tampak hampir menangis.
Pandangan Changkyun terjatuh pada anak laki-laki yang juga ikut berlutut di tengah-tengah kedua orang dewasa yang kemungkinan besar adalah orang tuanya tersebut. Hal yang sedikit membingungkan bagi Changkyun, kenapa mereka terlihat sangat ketakutan?
Changkyun kemudian berjalan mendekat dan membuat pasangan suami istri itu menjatuhkan keningnya pada tanah dan menangis sembari memohon ampun. Dia menjatuhkan satu lututnya tepat di hadapan mereka dan mempertemukan pandangannya dengan tatapan si anak laki-laki yang memperhatikannya sedari tadi.
"Apa yang terjadi di sini?"
Suara berat itu kembali menyapa pendengaran mereka, namun bukannya menjawab mereka justru kembali memohon pengampunan.
"Apa yang sedang terjadi di sini, nak?" ujar Changkyun kembali dan kali ini di tujukan pada bocah laki-laki di hadapannya.
"Mereka, membunuh semuanya." tutur bocah tersebut dengan wajah polosnya dan hal itu yang menciptakan kerutan di dahi Changkyun.
"Angkat kepala kalian!"
Changkyun berujar sedikit keras agar suaranya tak kalah dari suara tangis pasangan suami istri tersebut, namun kedua orang di hadapannya tersebut tak kunjung mengangkat kepala mereka.
"Mohon, ampuni kami Tuan... Biarkan kami tetap hidup."
"Aku tidak akan membunuh siapapun, aku hanya ingin bersinggah. Sekarang, angkat kepala kalian dan jawab pertanyaanku."
Takut-takut kedua orang tersebut kembali menegakkan tubuhnya dan menatap ketakutan ke arah Changkyun.
"Apa yang sedang terjadi di desa ini?"
Pertanyaan yang membuat pasangan suami istri tersebut saling bertukar pandang sekilas.
"Tuan ini, bukan para perampok itu?" ujar si pria dengan takut-takut.
"Aku datang dari Hanyang untuk bersinggah."
"J-ja-jadi, jadi Tuan Muda ini bukan perampok itu?"
"Ye."
Jawaban singkat Changkyun yang membuat kedua orang tersebut mampu bernapas dengan lega dan mampu mengulas senyum kelegaan di wajah mereka.
"Syukurlah, aku pikir kami akan mati hari ini." ujar si pria kemudian.
"Apa yang terjadi di sini?"
"Jika Tuan Muda ingin mengetahui kisah sebenarnya, lebih baik kita bicarakan ini sembari berjalan saja sebelum mereka datang kemari." saran si pria dan pada akhirnya, Changkyun pun berjalan mengikuti langkah keluarga kecil tersebut.
Hal yang membuat Changkyun tak bisa mengerti adalah, kemana mereka akan pergi? Kenapa mereka memasuki hutan?
"Sebelumnya, aku meminta maaf karna mengira bahwa Tuan Muda ini adalah orang jahat." si pria membuka percakapan di sela langkah mereka yang di pimpin oleh si bocah laki-laki yang berjalan paling depan, sedangkan Changkyun berada paling belakang.
"Tidak masalah. Jadi, apa yang terjadi di sana?"
"Tuan Muda pasti heran kenapa desa itu kosong, bukan? Sebenarnya desa itu masih berpenghuni, hanya saja kami semua pergi untuk mencari perlindungan."
"Perlindungan untuk apa?"
"Beberapa minggu terakhir, para perampok akan datang saat langit sudah gelap dan mengambil hasil panen kami serta membunuh beberapa orang. Oleh sebab itulah kami memilih untuk pergi mencari perlindungan."
"Kemana kalian akan pergi?"
"Di atas sana ada sebuah kuil, dan kami semua mencari perlindungan di sana. Semua sudah pergi dan kamilah yang terakhir."
Changkyun mengarahkan pandangannya ke jalanan menanjak di hadapannya, jadi itukah sebabnya sekarang mereka naik gunung?
"Apa di sana benar-benar aman?"
"Aman atau tidaknya, tidak ada yang bisa menjamin. Kami hanya berdoa agar Dewa selalu melindungi kami."
"Apa Kuilnya masih jauh?"
"Masih sedikit jauh, tapi jika Tuan Muda ingin melanjutkan perjalanan. Aku sarankan agar tidak menyusuri jalan setapak, akan lebih baik jika Tuan Muda membuat jalan sendiri demi keselamatan Tuan Muda."
Changkyun tak memberi respon terhadap nasehat yang datang padanya, dia justru berjalan melewati kedua orang dewasa tersebut dan langsung berjongkok tepat membelakangi bocah laki-laki yang seketika menghentikan langkahnya.
Si pria yang sempat merasa terkejutpun segera menghampiri Changkyun dengan buru-buru.
"Tuan Muda, apa yang sedang Tuan Muda lakukan?"
"Naiklah! Aku akan mengantar kalian sampai ke Kuil."
"Tidak, tidak, tidak. Tuan Muda tidak perlu melakukan hal itu, jika Tuan Muda hendak melanjutkan perjalanan. Aku tidak akan menjadi penghalang untuk itu."
"Jalanan malam akan sangat berbahaya, lebih baik kita segera sampai di Kuil sebelum langit menjadi gelap."
Changkyun segera menarik bocah tersebut dan menggendongnya di punggungnya sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan, membuat pasangan suami istri itu saling bertukar pandang penuh tanya sebelum mengikuti langkahnya.
"Tuan ini siapa?" si bocah di atas punggungnya bertanya dengan suara yang lirih.
"Kim Changkyun."
"Apa Hanyang itu sangat jauh?"
"Benar."
"Kalau begitu, kenapa Tuan bisa datang kemari? Apa Tuan mencari sesuatu."
"Aku sedang mencari Tuanku." jawab Changkyun tanpa ada sedikitpun keraguan.
"Apa dia pergi?"
"Benar."
"Jika tidak ketemu, apa Tuan akan kembali ke Hanyang?"
Pertanyaan dari seorang bocah yang membuatnya bungkam. Pertanyaan itulah yang ia tanyakan pada hatinya sendiri, akankah dia kembali ke Hanyang setelah tak menemukan Taehyung? Ataukah dia tidak akan kembali ke Istana? Dia tidak tahu atau lebih tepatnya belum tahu.
"Aku akan memikirkannya nanti." jawaban singkat yang mengakhiri percakapan ringan keduanya.
Keempatnya pun sedikit mempercepat langkah mereka agar sampai di Kuil sebelum malam menjelang dan menghalangi jalan mereka. Entah apa yang di lakukan Changkyun di sana. Dia bisa saja pergi dan tak perduli dengan apapun yang terjadi pada mereka, namun hati nuraninya mendorongnya untuk mengikuti langkah keluarga kecil tersebut.
Selesai di tulis : 03.11.2019
Di publikasikan : 11.11.2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top