Lembar 114

    Suasana makan pagi hari itu terasa begitu canggung, bukan karna Taehyung melainkan kecanggungan tersebut berasal dari Gadis muda yang hingga kini terus menolak membuat kontak mata dengan nya setelah insiden beberapa waktu yang lalu. Dan tentu saja Ketua Park menyadari gelagat aneh dari putri nya tersebut.

    "Hwagoon-a."

    "Ye?" Hwagoon segera mengangkat pandangan nya dan menunjukkan reaksi terkejut ketika Ketua Park tiba-tiba menegurnya, dan hal itu yang kemudian membuat kedua orang di sekitarnya mengulas senyum mereka karnanya.

    "Sejak tadi kau belum menyentuh makanan mu."

    "Ah... Sepertinya aku belum lapar."

    Hwagoon menggaruk bagian belakang telinganya dan tersenyum canggung, namun dia ersenak ketika Taehyung tiba-tiba mendapatkan punggung tangan nya di saat posisi keduanya yang memang duduk berdampingan, dan hal itu pula yang membuatnya mempertemukan pandangan keduanya.
    Seulas senyum hangat itu yang kembali membalas tatapan bingungnya, dia kemudian menjatuhkan pandangan nya ketika tangan Taehyung mengangkat tangan nya dan menaruhnya di meja dengan sangat lembut dan berada tepat di atas sendok yang sama sekali belum dia sentuh.

    "Meski Agassi tidak lapar, Agassi harus tetap memakan nya karna seseorang telah berusaha untuk membuatnya."

    "Ye." Ujar Hwagoon dengan semburat merah yang tiba-tiba muncul di pipinya di saat ia menjatuhkan pandangan nya.

    Taehyung pun menarik kembali tangan nya dan setelahnya Hwagoon baru bersedia mengangkat sendoknya meski dengan gelagat yang terlihat begitu aneh dan membuat sang ayah tersenyum ketika menyadari tingkah aneh nya pagi itu.

    "Apa ayah mu sudah pergi?" Tanya Ketua Park setelah mereka menyelesaikan sarapan mereka dan sedikit berbincang-bincang, masih dengan posisi duduk yang sama seperti sebelumnya dimana Ketua Park duduk menghadap kedua Bangsawan muda tersebut.

    "Aku tidak pernah mendapati nya di saat aku terbangun."

    "Orang itu memang tidak tahu diri." Cibir Ketua Park yang hanya mampu di balas seulas senyum oleh Taehyung yang kemudian menjatuhkan pandangan nya pada Hwagoon, namun gadis itu tiba-tiba memalingkan wajahnya. Taehyung tak mempermasalahkan hal itu dan kembali menjatuhkan pandanagn nya pada Ketua Park.

    "Ada hal yang ingin ku sampaikan pada kalian." Ujar Ketua Park kemudian dan menarik perhatian dari kedua Bangsawan muda di hadapan nya.

    "Apakah itu?" Taehyung menyahuti dengan segaris senyum yang tertahan di sudut bibirnya.

    "Kemarin, aku mendapatkan undangan dari Baginda Raja untuk datang ke Istana."

    Segaris senyum itu seketika menghilang dari sudut bibir Taehyung, pada akhirnya dia tahu siapakah yang membuat Ketua Park datang ke Istana dan semua itu adalah permintaan dari Baginda Raja, ayahnya sendiri.
    Namun justru kenyataan itulah yang semakin memperkuat dugaan nya, dugaan yang perlahan membuatnya kembali terjatuh lebih dalam lagi. Namun dia tidak ingin kehilangan ketenangan nya di hadapan kedua orang tersebut, di bandingkan dengan bertanya akan tujuan Ketua Park datang kesana dia lebih memilih menanyakan hal lain.

    "Jadi, apakah Ketua berniat untuk pergi?"

    "Ya."

    Satu kata yang membuatnya terpaksa menarik sudut bibirnya, dengan tatapan yang sarat akan kekecewaan. Meski tak ingin berharap, pada kenyataan nya dia akan lebih senang jika Ketua Park berkata 'Tidak'.

    "Aku berencana berangkat sore nanti."

    "Ketua Park baru saja sampai, apa tidak sebaiknya jika Ketua Park menundanya dan mengambil istirahat sedikit lebih lama lagi."

    "Naeuri benar, lebih baik Abeoji menundanya terlebih dulu." Timpal Hwagoon.

    "Bukankah merupakan suatu kehormatan jika Baginda Raja sendiri yang telah mengirimkan utusan untuk memberikan undangan tersebut, jadi pantaskah aku jika aku membuat Beliau menunggu?"

    "Penantian seorang Raja tidaklah seberapa besar jika di bandingkan dengan penantian seorang rakyat jelata yang menantikan saat dimana sang Raja akan merengkuh mereka yang berasal dari kasta yang paling rendah." Sebuah jawaban terucap dengan begitu bijaksana dan membuat Ketua Park mengulas senyumnya.

    "Jika seorang Raja murka hanya karna penantian satu harinya, bagaimana dengan rakyat yang telah menantikan lebih dari seribu hari lamanya meski pada akhirnya mereka harus menerima kepahitan ketika sang Raja yang tidak mampu menjangkau tempat mereka?"

    "Aku mengaku kalah dari putra Tuan Kim." Ujar Ketua Park yang di iringi oleh senyum lebarnya ketika ia yang tak mampu lagi menyanggah perkataan Taehyung yang hanya mampu memberikan nya seulas senyum yang terlihat begitu di paksakan.

    "Aku hanya akan memberikan kunjungan dan segera kembali, untuk itu. Tolong jaga putri ku ini baik-baik."

    "Jika Ketua menginginkan nya, maka aku akan melakukan nya dengan suka rela."

    Seulas senyum pagi itu nyatanya memudar ketika dia yang kembali di pertemukan oleh langit pada langi senja yang perlahan menggelap, membawa kembali kesunyian itu untuk merengkuhnya yang di rundung oleh keraguan dengan di temani oleh sebuah buku yang bahkan kini tak mampu menarik perhatian nya.


Perasaan Tersembunyi Sang Tuan Muda.


    Dibawah sinar rembulan yang begitu lemah namun terlihat begitu tenang, Ketua Park menyusuri jalanan setapak melewati hutan. Menyusuri kegelapan malam tanpa ketakutan akan hal buruk yang mungkin saja menghampirinya di jalanan gelap seperti itu.
    Namun langkah tenang itu tak bertahan lama, ketika ia terinterupsi oleh sebuah pedang yang datang dari arah samping dan langsung mengarah pada lehernya. Dia menggerakkan ekor matanya ke samping, dan di sanalah Tuan Ungeom berdiri dengan sebilah pedang yang berada di tangan nya dan terhenus tepat di depan leher Ketua Park.

    "Menyerang seseorang dari kegelapan, aku pikir itu bukanlah bagaimana cara bertarung dari Tuan Ungeom." Ujar Ketua Park dengan pembawaan yang tenang.

    "Kembali atau biarkan aku mengakhirinya sampai di sini." Perkataan yang keluar sebagai sebuah ancaman yang justru membuat Ketua Park tersenyum ringan dan memutar kakinya menghadap Namgil yang kemudian menurunkan pedang nya.

    "Kau tahu bahwa dia hanya menggunakan putri mu untuk mempertahankan tahta nya, jangan libatkan Agassi dengan dunia busuk yang telah dia buat."

    "Bagaimana dengan mu? Kau membenci ayahnya dan menyelamakan putranya. Sebenarnya, apa yang sedang kau pikirkan?"

    "Kau ingin menghancurkan kebahagiaan putri mu?"

    "Bagaimana dengan mu? Menelantarkan kedua putra mu hanya demi sebuah ambisi, apa kau mengizinkan mereka untuk bahagia?"

    Namgil terdiam dengan soro mata yang semakin menajam, mengakhiri negosiasi yang nyatanya sia-sia. Dia kemudian menyarungkan kembali pedang nya.

    "Ini hanyalah sebuah pengingat dari seseorang yang pernah megalaminya, Agassi sudah melihat kebahagiaannya. Akan lebih baik jika Hyeongnim benar-benar membuka mata untuk hal ini." Nasehat terakhir yang kemudian membimbing langkah keduanya untuk mengambil jalan yang berbeda, dengan pemikiran yang berbeda dan juga tujuan yang berbeda pula.

    Malam itu, Ketua park melanjutkan kembali langkahnya untuk menghadap Baginda Raja yang telah menunggu kedatangan nya di dalam Istana Gyeongbok, di saat Tuan Ungeom sendiri kembali menemui putra angkatnya yang masih duduk di tempat sebelumnya.
    Dia menutup pintu dan bukannya segera berbaring seperti biasanya, dia justru berjalan mendekati putra angkatnya dan duduk di hadapan nya yang terhalang oleh meja kecil dengan sebuah buku yang kemudian tertutup.

    "Adakah sesuatu yang ingin Abeoji katakan? Jika tidak ada, maka biarkan aku meminta sesuatu kali ini." Tampak tak biasa, sang putra angkat yang tiba-tiba menginginkan sesuatu.

    "Katakan!"

    "Besok, izinkan aku pergi ke suatu tempat."

    "Kemana dan ada urusan apa?"

    "Aku hanya ingin memastikan sesuatu dan kembali."

    "Keluargamu?" Cetus Namgil yang terkesan bahwa dia tengah menebak apa yang akan di lakukan sang putra angkat yang sempat terdiam karnanya sebelum kembali menyanggah perkataan nya.

    "Abeoji lah satu-satunya keluarga yang ku miliki, bukan di tempat lain. Tapi di sinilah keluarga ku tinggal." Ujar Taehyung tanpa keraguan.

    "Kalau begitu, pergilah dan pastikan kau kembali sebelum hari berganti."

    "Abeoji bisa memegang ucapan ku."

    Malam yang penuh penantian dan juga harapan, semua berlalu dengan kecemasan yang semakin menjadi ketika hawa dingin itu kembali menyerang. Lagi, semua di tentukan saat fajar menyingsing.
    Sebuah takdir baru yang di rahasiakan dan di persiapkan ketika mereka jatuh terlelap dalam rengkuhan kegelapan malam di langit Joseon yang tak bertuan.



Selesai di tulis : 29.07.2019
Di publikasikan : 07.08.2019

    






    

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top