Lembar 103
Malam yang semakin larut, membawa yang hidup semakin menuju ke dalam kegelapan. Di saat Kim Namgil tengah terlibat pembicaraan dengan Guru Dong Il di sudut ruangan, di sisi lain tepatnya di tempat sakral yang sudah lama kehilangan fungsinya. Seongsucheong.
Yeon tengah menyiapkan pemberontakan nya kepada sang ibu angkat yang kini duduk di balik meja yang di penuhi oleh benda-benda asing yang juga berada di mejanya dua tahun yang lalu, dan sekarang ia kembali menggunakan nya lagi untuk menghilangkan nyawa sang Rubah.
Udara malam yang begitu tak bersahabat, Yeon membuka pintu Seongsucheong dari dalam dan berjalan keluar dengan aura dingin yang tiba-tiba keluar dari raut wajah nya. Seakan ia yang melarang untuk seseorang datang mendekatinya waktu itu, di saat pakaian seorang Dayang telah di gantikan oleh pakaian yang biasa di kenakan oleh Cenayang Seongsucheong.
Pakaian yang di dominan oleh warna hitam dan putih, dan juga sebuah pedang yang berada di tangan kirinya, bukanlah pedang untuk melenyapkan nyawa seseorang melainkan untuk menyelamatkan nyawa seseorang.
Langkah tegasnya itu kemudian terhenti di tengah halaman Seongsucheong, dia berbalik menghadapkan diri ke arah pintu Seongsucheong yang telah ia tutup sebelumnya.
Sinar rembulan yang membuatnya semakin terlihat begitu cantik di saat wajah yang selalu tampil polos setiap waktunya sekarang telah mendapatkan sedikit riasan, namun justru kecantikan nya yang berbaur dengan sinar rembulan malam itu justru menambah kemisteriusan di balik wajah tenang dan juga tatapan dingin nya.
"Lancang sekali, kau berani melakukan ini pada ibu mu sendiri." Gumam Cenayang Min Ok yang seperti mengetahui apa yang kini di lakukan oleh putri angkatnya sendiri.
Dan di sisi lain, sang putri yang kini telah berdiri di halaman Seongsucheong, Menatap apa yang di hadapannya tanpa sedikit pun keraguan di saat binar di matanya yang perlahan menghilang ketika netra itu semakin menggelap.
"Jika Eommoni mau, Eommoni bisa memulainya sekarang" Yeon Membatin dan setelahnya dia menarik keluar pedang nya, dia kemudian mengangkat pedang di tangan nya tepat di hadapan wajah nya dengan posisi horizontal dan kedua telapak tangan yang menahan nya dari bawah seakan pedang itu merupakan sesuatu yang ia agungkan.
Perlahan tubuhnya merendah dengan tatapan dingin nya yang semakin menajam dari waktu ke waktu, dan satu hal yang perlu di ketahui bahwa saat ini dia tidak mengenakan alas kaki dan justru membiarkan permukaan kakinya menyentuh lantai yang begitu dingin.
"Aku tidak akan segan padamu." Ujar Cenayang Min Ok dengan pembawaan yang begitu tenang meski pada kenyataan nya dia menahan amarah nya, dan saat itu pula dia memulai ritual terkutuk nya di saat Yeon tengah melakukan ritual nya sendiri.
Di saat sebuah tarian Pedang yang di lakukan oleh para Cenayang untuk memohon takdir akan seseorang, dan di malam tak bertuan di mana kegelapan saling menyerang dan mempertahankan. Si Rubah berada di ambang kematian dalam tidur panjang nya.
Ritual pencabutan nyawa yang di lakukan oleh seorang pimpinan Seongsucheong, dan juga ritual permohonan nasib seseorang yang di lakukan oleh Gadis Muda yang telah menyegel hati sang Rubah di Seongsucheong. Mereka di pertemukan oleh malam dengan takdir yang begitu keji.
Wajah yang perlahan mulai berkeringat di saat tidurnya mulai terusik, si Rubah yang tampak mengernyit menahan rasa sakit tanpa di sadari oleh kedua orang yang berada tidak jauh darinya. Sedangkan di sisi lain, gadisnya telah berjuang mati-matian. menggerakkan tubuhnya sembari membawa pedang yang menyatu dengan irama yang terus berputar dalam pikiran nya, raut wajah yang terlihat begitu menegang seiring dengan gerakan tubuhnya yang semakin bergerak dengan tempo yang cepat. Hingga pedang itu terlepas dari tangan nya dan tergantikan oleh dua buah kain yang berada di kedua tangan nya tanpa harus ia menghentikan tarian nya, dan tepat saat itu pula. Kedua kelopak mata itu tiba-tiba terbuka, tersentak akan sesuatu yang tiba-tiba menghujam dadanya.
"Arrghh......" Erang nya yang membelah keheningan di Paviliun Selatan Gwansanggam di saat tubuh nya langsung meringkuk dengan kedua tangan yang menekan dadanya kuta-kuat.
Dan erangan itu yang kemudian menginterupsi kedua orang yang berada tidak jauh dari tempatnya, Guru Heojoon pun segera menghampirinya namun tidak dengan Namgil yang hanya berdiri mematung di tempatnya dengan raut wajah yang begitu khawatir.
"Pangeran, ada apa? Apa yang terjadi dengan Pangeran?" Panik Guru Dong Il yang mencoba memegangi bahu Changkyun yang bergerak naik turun di saat ia tengah menumpukan keningnya pada lantai.
"Sakit." Ujar Changkyun susah payah di saat ia berjuang mati-matian untuk menekan rasa sakit di dadanya.
Sangat sakit dan dia tak mampu lagi bertahan, namun di saat seperti itu pikiran nya masih bekerja. Dia berpikir, apakah Taehyung juga merasakan sakit yang smaa sepertinya saat ini? Apakah sekarang dia berada pada posisi Taehyung di saat Tuan nya tersebut kesakitan dan dia hanya bisa melihat tanpa tahu harus berbuat apa-apa.
"Argghhh............." Erang nya lagi di saat tubuhnya bergerak tanpa bisa ia kendalikan.
Namgil seharusnya bisa mendekat dan menenangkan putranya, namun hingga saat itu kakinya tidak sedikit pun berpindah dari posisinya.
"Bertahanlah, aku akan kembali membawa seorang Tabib." Ujar Guru Dong Il yang hendak beranjak, namun pergerakan nya terhenti ketika tangan kiri Changkyun tiba-tiba mencengkram bajunya dengan kuat.
"Jangan pergi, jangan tinggalkan aku."
Suara lirih yang tertahan oleh rasa sakit nya, dia kemudian bergerak dengan cepat, mencoba untuk bangkit dan mencengkram baju Guru Dong Il menggunakan kedua tangan nya dan sempat membuat Guru Besar Gwansanggam tersebut terkejut akan perlakuan nya yang tiba-tiba.
"Bunuh aku, aku mohon. Bunuh aku sekarang." Suara lirih dengan tatapan memohon dan juga tangis yang tertahan sempat membuat Namgil dan Guru Dong Il terperangah.
Guru Dong Il perlahan mengarahkan pandangan nya pada Namgil yang tak memberi respon apapun, sebelum akhirnya perhatian nya kembali pada Changkyun yang kembali menarik bajunya di saat ia yang kesulitan untuk mengendalikan tubuhnya dengan isakan kecil yang mulai lolos dari bibir nya.
"Cepat lakukan, bunuh aku! CEPAT BUNUH AKU SEKARANG JUGA!!!" Dia menangis dengan kepala yang menunduk dan kedua tangan kurus yang masih mencengkram baju Guru Dong Il.
"Bunuh aku, aku mohon. Bunuh aku sekarang, biarkan aku mati sekarang." Kata yang berulang dengan sangat lirih dan terdengar begitu menyedihkan.
Perlahan Guru Dong Il menaruh kedua telapak tangan nya pada bahu gemetar milik Changkyun. "Bertahanlah, Pangeran harus bertahan. Pangeran tidak boleh menyerah sampai di sini." Ujar Guru Dong Il yang meng-iba pada si Rubah.
Perlahan Changkyun mendongakkan wajahnya yang menahan tangis di atas kesakitan nya. "Jika aku bertahan, apa aku masih bisa hidup setelah ini?" Lirihnya dan benar-benar menunjukkan bahwa dia benar-benar telah menyerah akan apa yang akan terjadi setelahnya.
"Ye, Pangeran harus tetap bertahan."
"Tidak bisa... Biarkan aku mati saja.... Bunuh aku! BUNUH AKU SEKARANG SUNG DONG IL!!! Arghhh....."
Tubuhnya tiba-tiba limbung ke belakang dan membuat kepalanya terbentur lantai dengan cukup keras dengan kedua tangan yang mencengkram dadanya dan juga tangis yang tak bisa ia tahan lagi.
"Naeuri... Tolong hamba." Jeritan hatinya di saat hanya teriakan kesakitan yang mampu keluar dari mulut nya.
"P-pangeran...."
"Biarkan aku pergi, arghh...."
Namgil yang sudah tak tahan lagi pun segera datang mendekat, dia menjatuhkan pedang nya seiring dengan kedua lututnya yang jatuh tepat di samping tubuh Changkyun. Dan dengan cepat tangan nya tersebut menarik lengan Changkyun dan membawa tubuh yang lebih kecil darinya tersebut ke dalam rengkuhan nya, mendekapnya seperti saat ia mendekap tubuh tak bernyawa Taehyung dua tahun silam.
"Bertahanlah, kau bisa melakukan nya." Gumamnya yang di iringi oleh air mata yang kembali terjatuh secara tak sengaja di saat dekapan nya tersebut mampu meredam suara tangis dan rintihan dari putra kecil nya.
Dan kedua tangan kurus itu yang kemudian mencengkram punggung sang ayah di saat ia merasakan sakit yang teramat ketika pendengaran serta penglihatan nya sudah tak mampu ia kendalikan lagi.
Hanya rasa sakit, rasa sakit yang hanya menginginkan agar sebuah kematian datang padanya dan ketika rasa sakit itu menyerangnya secara bersamaan tepat ketika sang ayah mendaratkan telapak tangan nya pada bagian belakang kepalanya. Tangan itu mencengkram kuat punggung yang selalu ia rindukan dan bahkan mungkin tangan kurus nya itu akan memberikan bekas luka nantinya.
Dalam rengkuhan hangat seorang ayah yang ia rindukan, kedua cengkraman si Rubah terlepas begitu saja di saat tubuh yang sebelumnya menegang tersebut tiba-tiba menjadi tak berdaya, di detik itu dia kehilangan rasa sakitnya ketika kesadaran nya menghilang.
Bersamaan dengan Yeon yang terjatuh di halaman Seongsucheong dengan napas yang memburu dan juga wajah yang basah oleh keringat dan juga air mata, dia menangis di saat justru sang ibu angkatnya telah menahan kemarahan nya.
"T-tuan." Suara gemetar Guru Dong Il yang kemudian membuat mata Namgil membulat, perlahan dia meregangkan pelukan nya.
Di lihatnya wajah sang putra yang terlelap dalam kesakitan di saat ia masih merasakan deru napas yang begitu lemah, tatapan matanya yang bergetar tak sengaja menjatuhkan air mata yang menyatu dengan air mata sang putra yang membasahi pipi kurus nya.
Perlahan Namgil menggerakan tangan kanan nya dan menggunakan nya untuk menangkup wajah sang putra dengan penuh kelembutan.
"Maafkan Abeoji. Kau harus bertahan, putra ku." Gumamnya dan kembali membawa tubuh kecil putranya ke dalam rengkuhan nya di saat ia berusaha untuk mengendalikan tangisnya yang telah memberontak.
Guru Dong Il pun mengusap sudut matanya yang sempat mengeluarkan air mata, dan untuk waktu yang lama. Pada akhirnya dia menyaksikan sesuatu yang kembali membuatnya ingin menangis.
"Aku akan memanggilkan Tabib." Ujarnya dan hendak beranjak dari duduk nya.
"Tidak perlu." Sergah Namgil dan membuat Guru Dong Il yang sempat beringsut dari tempatnya kembali ke posisi nya sebelumnya.
"Di mana Cenayang biadap itu tinggal?"
Pertanyaan yang terucap dengan pembawaan yang begitu tenang namun penuh dengan penekanan sempat membuat Guru Dong Il terkejut, dari mana Namgil mengetahui tentang Cenayang itu.
Namun setelah di pikirkan kembali bahwa Namgil pernah menempati posisi yang begitu penting di dalam Istana, tentunya bukanlah hal yang mengejutkan jika dia mengetahui tentang desas-desus yang berada di Seongsucheong.
"Tidak ada yang tahu mengenai pastinya tentang keberadaan Cenayang tersebut."
"Pasti ada di sekitar sini." Sahut Namgil masih dengan nada bicara yang sama seperti sebelumnya.
"Setelah ini, apa yang akan Tuan Ungeom lakukan."
"Aku akan membawa anak ini pergi bersama ku, tapi sebelum itu. Cenayang biadap itu, akan mati di tangan ku!"
Tekad seorang ayah yang ingin melindungi putranya berbaur dengan seluruh kejahatan yang mengisi ruang kosong pada udara malam yang terus berputar dan menyisakan ke khawatiran bagi sang Tuan dari Rubah yang hingga detik itu masih terjaga dan terlihat berdiri di sudut ruangan untuk mengintip rembulan yang telah bergeser ke arah barat, sebuah kekhawatiran yang membuatnya resah tanpa sebab.
Perasaan akan sesuatu yang buruk dan semakin memburuk dari waktu ke waktu, dia berharap malam itu segera berlalu dan bukan hanya itu. Melainkan malam-malam yang akan datang, dia ingin kegelapan segera menyingkir agar tak ada lagi yang terluka di saat semua terlelap di dalam kegelapan, dan membiarkan seseorang terluka tanpa di sadari oleh siapapun.
Dia ingin semuanya berjalan dengan cepat hingga ia bisa kembali melihat orang-orang yang ia sayangi ketika ia kembali membuka matanya.
"Apa yang sedang kau lakukan sekarang, Rubah ku?"
Selesai di tulis : 01.07.2019
Di publikasikan : 06.07.2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top