Lembar 088

Angin sore yang berhembus menyambut langit senja yang menghiasi langit Joseon, si Rubah yang kembali ke tempat pengaduan dengan seikat bunga liar yang berada di tangan kanan nya.
Masih dengan tatapan nya yang begitu dingin, dia merendahkan tubuhnya dan menaruh bunga tersebut di depan gundukan tanah makam ibunya.
Hanya berdiam diri untuk beberapa waktu hingga keadaan di sekitar nya semakin menggelap dan diapun berbalik untuk kembali pada Jungkook yang telah menunggunya.

Saat langit Joseon benar-benar telah menggelap, Changkyun kembali menginjakkan kakinya di kompleks Istana Gyeongbok dan segera melangkahkan kakinya untuk kembali ke Paviliun Putra Mahkota, mengingat tak ada lagi tempat yang ingin ia kunjungi selain Seongsucheong. Tapi untuk kali ini dia merasa tidak harus mengunjungi tempat itu dan memilih untuk kembali secepat nya.

"Tunggu sebentar, Tuan Muda."

Sebuah teguran yang berasal dari arah belakang yang kemudian membuatnya menghentikan langkahnya dan berbalik, bisa di lihatnya siluet hitam yang datang dari kegelapan dan ketika siluet tersebut semakin mendekat saat itulah Changkyun mampu melihat bahwa sosok Guru Dong Il lah yang sudah menghentikan langkahnya.

Dengan membawa seulas senyum nya, Guru Dong Il menghentikan langkahnya tepat di hadapan Changkyun. "Lama tidak bertemu, aku berharap bahwa Tuan Muda dalam keadaan yang baik."

Sebuah sapaan ringan yang tak mendapat respon ketika hanya tatapan dingin itu yang selalu didapati oleh Guru Dong Il dengan perasaaan yang masih sama dengan pertemuan terakhir mereka.

"Jika Tuan Muda berkenan untuk menjawab pertanyaan orang tua ini, kemanakah kiranya Tuan Muda ingin pergi?."

"Jika tidak ada keperluan yang lebih penting lagi, setidaknya pikirkan dua kali untuk menghentikan seseorang."

Perkataan yang terucap dengan nada yang masih sama seperti sebelumnya, Changkyun pun memutus pembicaraan sepihak mereka dan berbalik untuk meninggalkan Guru Dong Il tanpa ada kalimat perpisahan yang terucap dari mulut yang telah kembali terkatup rapat tersebut. Namun hanya beberapa langkah dan langkah itu kembali terhenti ketika Guru Dong Il kembali bersuara.

"Jika tidak keberatan, bisakah Tuan Muda mampir ke tempat ku?."

Changkyun sedikit memutar kakinya tak sampai menghadap ke arah Guru Dong Il, hanya sebatas hingga pandangan nya mampu menangkap sosok Guru Dong Il kembali.

"Ada sebuah kebenaran yang harus Tuan Muda ketahui."

"Katakan sekarang!."

"Hal ini tidak bisa ku ungkapkan di tempat seperti ini, jika Tuan Muda berkenan. Tuan Muda bisa mengunjungi Paviliun hamba di Gwansanggam."

Guru Dong Il sejenak menundukkan kepalanya sebelum akhirnya berjalan ke arah yang berbeda dengan jalan yang sebelumnya di ambil oleh Changkyun, meninggalkan sang Rubah dengan sedikit keraguan di hatinya ketika langit Joseon semakin menggelap tanpa celah sedikit pun dan hanya membiarkan sinar bintang yang melukis kegelapan tersebut, menjadi sebuah cahaya yang melambangkan sebuah harapan yang bertahan di dalam kegelapan hati yang bisa lenyap kapan saja layaknya bintang yang menghilang ketika hembusan angin menggoyahkan cahayanya yang kemudian tertelan kegelapan.



Pangeran Tersembunyi Joseon


Guru Dong Il berjalan menghampiri Changkyun yang terduduk di kursi yang terletak tepat di samping meja yang biasa ia gunakan untuk membaca buku, setelah sempat meninggalkan nya ketika dia sampai di sana selang beberapa waktu dengan kedatangan nya sebelumnya.

Dia kemudian menaruh sebuah buku yang tampak usang tepat di hadapan Changkyun, sedang dirinya sendiri menempatkan diri untuk duduk berseberangan dengan Changkyun yang sempat menatap buku tersebut dan beraalih pada nya dengan tatapan yang seakan bertanya apa maksud nya dengan menyerahkan buku tersebut ke hadapan nya.

"Tuan Muda bisa membuka nya dan melihat nya sendiri."

Menuruti perkataan Guru Dong Il, pada akhirnya Changkyun pun membuka halaman buku tersebut dan dari halaman pertama dia bisa melihat bahwa buku yang kini berada di hadapan nya tidak lain adalah buku tentang silsilah keluarga Kerajaan.
Sekilas terbesit pertanyaan akan tujuan Guru Dong Il yang sebenarnya tentang tindakan nya yang justru memberikan buku tersebut padanya.

"Apa maksud nya ini?." Pertanyaan yang terucap dengan begitu dingin nya.

"Di bandingkan dengan bertanya langsung, tidakkah Tuan Muda ingin membaca apa yang tertulis dalam buku tersebut."

Changkyun terdiam dengan pandangan yang terkunci pada sosok Guru Dong Il, merasa sedikit di permainkan oleh Guru Besar Gwansanggam tersebut.

"Jika Tuan Muda bersedia membaca dan memahami nya, Tuan Muda pasti akan mendapat jawaban itu sendiri tanpa bertanya sekalipun."

Tanpa berucap sepatah katapun, Changkyun mulai membaca catatan silsilah keluarga Kerajaan yang tertera pada buku di hadapan nya, dan untuk beberapa saat setelah nya hanyalah keheningan yang melanda dengan sesekali terdengar suara halaman buku yang di balik secara perlahan.
Pergerakan Changkyun kemudian terhenti pada halaman yang terlipat, dia pun kembali mempertemukan pandangan nya dengan Guru Dong Il yang seakan mengerti akan maksudnya dan segera memberi jawaban tanpa ada pertanyaan yang terucap sebelumnya.

"Tuan Muda bisa membukanya."

Tanpa ada keraguan sedikit pun, Changkyun kemudian membuka halaman yang terlipat tersebut dan seketika matanya melebar setelah penglihatan nya menangkap beberapa nama yang tertera di sana.
Dengan rahang yang tiba-tiba mengeras, dia pun segera menarik tangan nya dari buku tersebut dengan tatapan yang terlihat kebingungan.

"Bagaimana sekarang? Wangjanim." (Pangeran)

Sebuah teguran yang kemudian membawa tatapan menuntut itu terarah pada Guru Dong Il dan sepertinya saat-saat seperti inilah yang telah di tunggu-tunggu oleh Guru Dong Il.

"Kenapa nama kami tertulis di sini?."

Perkataan tenang yang begitu menuntut sebuah penjelasan, karna bukan hanya namanya seorang yang tertulis dalam silsilah keluarga Kerajaan. Melainkan kedua nama orang tuanya berserta kakak laki-lakinya, namun ada hal yang lebih penting untuk di tanyakan. Bagaimana bisa nama keluarganya di masukkan ke dalam silsilah keluarga Kerajaan.

Bukannya segera menjawab tuntutan yang di berikan oleh Changkyun, Guru Dong Il justru menyempatkan diri untuk mengulas senyum nya dan kemudian beranjak dari duduknya dan berjalan menuju teras.

"Jika Pangeran berkenan untuk mendengarkan sebuah kisah dari Hamba, Pangeran mungkin akan tahu jawaban nya." Ujar Guru Dong Il yang kemudian menghentikan langkahnya tepat di dekat pembatas lantai yang terbuat dari kayu tersebut.

Changkyun yang tidak memiliki pilihan lain pun kemudian menutup buku di hadapan nya dan menyusul Guru Dong Il, menempatkan dirinya berdiri di samping Guru Dong Il dengan tatapan yang mengarah ke halaman samping Paviliun yang begitu gelap sebelum akhirnya mengarahkan tatapan nya pada Guru Dong il yang kembali tersenyum saat mendapati tatapan nya yang begitu dingin dan tak mampu menunjukkan perasaan apapun.
Guru Dong Il kemudian mengalihkan pandangan nya dan mulai menceritakan sebuah kisah yang pernah terjadi di masa lalu.

"Dahulu kala, ada seorang Ungeom setia Baginda raja yang jatuh hati kepada seorang Putri yang tidak lain adalah adik dari Baginda Raja itu sendiri."

Guru Dong Il mengarahkan pandangan nya pada Changkyun setelah menyelesaikan ucapan nya dan mendapati sedikit keterkejutan yang melukis wajah datar itu. Guru Dong Il kemudian memutar tubuhnya hingga menghadap ke arah Changkyun.

"Itu benar, Putri Lee Yo Won adalah ibu dari Pangeran sendiri."

Changkyun kemudian memutar tubuhnya dan kini benar-benar menghadap Guru Dong Il.

"Hentikan omong kosong ini!." Dingin Changkyun yang mulai di buat bingung oleh keadaan, dia hanya anak dari seorang pengkhianat. Kenapa justru dia menjadi seorang Pangeran?.

"Jika Pangeran menganggap ini hanyalah omong kosong semata, lalu bagaimana dengan catatan itu, mungkinkah seseorang sengaja membuat lelucon dengan catatan silsilah keluarga Kerajaan?."

Diam. Itulah yang hanya bisa di lakukan oleh Changkyun, karna yang baru saja di ucapkan Guru Dong Il merupakan sebuah kebenaran. Tidak ada orang yang berani membuat silsilah keluarga Kerajaan sebagai lelucon, tapi kenapa? Itulah yang menjadi pertanyaan nya kini.

"Hamba berdiri di hadapaan Pangeran sekarang sebagai utusan yang di kirim oleh Baginda Raja untuk mengatakan sebuah kebenaran tentang silsilah keluarga Kerajaan yang sempat di hilangkan."

Tanpa sadar rahang itu mengeras seiring dengan tangan nya yang terkepal. "Katakan!." Suara yang terdengar begitu dingin keluar dari wajah datarnya sebagai sebuah tuntutan.

Guru Dong Il kembali memalingkan tubuhnya dari Changkyun dan menghadapakan diri ke arah langit gelap Joseon yang bertabur bintang.

"Sebelumnya hamba mengatakan bahwa dahulu terdapat seorang Ungeom setia Raja yang jatuh hati kepada seorang putri hingga suatu hari Raja mengetahui hal tersebut, setelah mengetahui bahwa sang Putri juga menaruh hati pada Ungeom nya. Bukannya menentang, sang Raja justru mengikat keduanya dengan sebuah ikatan pernikahan dan sang Ungeom yang kemudian bersumpah bahwa dia akan menjadi seorang Ungeom seumur hidupnya."

Changkyun diam, menyimak dan memahami apa yang di ucapkan oleh Guru Dong Il. Mencoba memahami tentang kisah sang ayah seblum memulai pemberontakan kepada Baginda Raja.

"Oleh sebab itulah, dia tetap menjadi seorang Ungeom meski telah mempersunting seorang putri Kerajaan. Dan setelah tiga tahun usia pernikahan, keduanya di anugerahi seorang putra," Guru Dong Il kembali menjatuhkan pandangan nya pada Changkyun.

"Dialah Kim Hwaseung dan ketika Pangeran Hwaseung berusia tiga tahun, lahir lah Pangeran Kim Changkyun."

"Lalu? Kemana perginya ibu ku?."

"Itulah awal mula pemberontakan dari ayah Pangeran."

Guru Dong Il berhenti sejenak, membiarkan Changkyun memahami apa yang sebelumnya telah ia katakan sebelum akhirnya kembali memulai kisah yang telah ia ceritakan.

"Waktu itu Permaisuri Young In tengah berkujung ke sebuah kuil, dan Putri Yo Won menyusulnya secara diam-diam tanpa di ketahui oleh Tuan Ungeom setelah mendengar bahwa seseorang telah berencana untuk mencelakai Permaisuri Young In."

"Bukannya Prajurit Istana yang datang ke sana, kenapa justru ibu ku yang pergi kesana?."

"Baginda Raja telah mengirimkan Prajurit Istana, akan tetapi Putri Yo Won bergerak secara diam-diam. Meski beliau adalah seorang Putri namun beliau memiliki jiwa seorang petarung, sebelum bertemu dengan Tuan Ungeom. Putri Yo Won tidak pernah mau meninggalkan pedang nya dan karna sifat keras nya itu pula beliau pergi begitu saja."

Guru Dong Il kemudian mengalihkan pandangan nya pada langit dengan kedua tangan yang ia tumpukan pada pembatas lantai, dia menghembuskan napasnya pelan.

"Semua terjadi begitu cepat, saat itu Tuan Ungeom yang baru kembali dari tugasnya harus di kejutkan dengan berita kematian dari Putri Yo Won. Awalnya semuanya masih tampak baik-baik saja, namun seiring berjalan nya waktu. Kebenaran tentang kematian dari Putri Yo Won sampai di telinga Tuan Ungeom."

"Kebenaran apa yang kau maksud?."

Guru Dong Il mengarahkan pandangan nya pada Changkyun yang sama sekali tak memiliki perubahan di wajahnya terkecuali tatapan yang sedikit menajam di bandingkan dengan sebelumnya.

"Putri Yo Won menghembuskan napas terakhirnya setelah terkena panah yang di lepaskan oleh para pengkhianat karna mereka mengira bahwa beliau adalah Permaisuri Young In, menurut salah seorang Dayang yang turut dalam rombongan. Putri Yo won meminta Permaisuri Yong In untuk bertukar pakaian dan mungkin karna itulah para pengkhianat justru mengarahkan panah mereka ke arah Putri Yo Won."

Changkyun memalingkan pandangan nya dengan tangan yang terlihat sedikit bergetar, pada akhirnya pun dia tahu kemana ibunya pergi ketika jawaban yang selalu ia dapatkan dari ayah nya tidak lebih dari sekedar 'Ibu mu lelah dan dia ingin beristirahat di dalam hati kita' Sebuah ungkapan yang sama sekali tak mampu untuk menjawab pertanyaan nya.

"Saat itu, Panggeran berada dalam usia enam tahun sedangkan Pangeran Hwaseung berada dalam usia sembilan tahun. Tuan Ungeom yang mendengar hal tersebut merasakan ketidak adilan atas kematian Putri Yo Won, dia yang di kuasai oleh kegelapan hatinya justru berbalik arah dan menyalahkan Baginda raja dan menuntut bahwa Baginda Raja lah yang bertanggung jawab atas kematian dari Putri Yo Won. Tuan Ungeom kemudian melakukan pemberontakan kepada Baginda Raja dan membuat keributan di dalam Istana, dan setelah nya melarikan diri dari Istana setelah pemberontakan nya tersebut mengalami kegagalan."

Guru Dong Il kemudian menurunkan tangan nya dan sekali lagi menghadap ke arah Changkyun yang perlahan mempertemukan kembali pandangan nya dengan nya.

"Semua bermula dari kesalahpahaman yang tak memiliki waktu untuk mendapatkan sebuah penjelasan, hamba berharap bahwa Pangeran mampu mengambil kisah ini dengan kebijaksanaan yang telah Pangeran pelajari selama ini. Dan satu hal yang paling penting, mohon agar Pangeran berhenti menundukkan kepala Pangeran ketika berhadapan dengan para Bangsawan lain nya karna harusnya merekalah yang menundukkan kepala dan memberi hormat kepada Pangeran. Hanya sebatas ini yang bisa hamba lakukan, untuk selanjutnya hamba percayakan semua kepada Pangeran."

Merasa pembicaraan mereka telah berakhir, Changkyun pun pergi dari tempat tersebut tanpa sepatah katapun. Meninggalkan Guru Dong Il yang kembali mengarahkan pandangan nya pada langit gelap Joseon di saat ia tengah menuruni tangga dan padangan nya yang menangkap Guru Heojoon berada di bawah tangga.

Masih dengan mulut yang terkatup rapat, seakan tak melihat kehadiran Guru Heojoon, dia melewatinya begitu saja meski Guru Heojoon sempat menundukkan kepalanya ketika ia melewatinya.

Dan selepas kepergian Changkyun, Guru Heojoon pun melangkahkan kakinya menaiki tangga dan kemudian menghampiri Guru Dong Il yang tak memberi respon meski dia sudah pasti tahu akan kedatangan nya, hingga dia berdiri tepat di samping Guru Dong Il yang kemudian mengulas senyumnya dan sempat tertangkap oleh mata Guru Heojoon.

"Kau tiba-tiba saja menjadi orang gila di sini." Cibir Guru Heojoon.

Dia kemudian menghela napas nya seiring dengan kedua tangan yang saling bertahutan di belakang tubuhnya dan pandangan yang juga mengarah ke langit gelap yang telah menyita perhatian Guru Dong Il.

"Menjadi gila pun tidak masalah, aku sudah mengurangi sedikit beban ku untuk bisa mati dengan tenang."

Guru Heojoon tersenyum sinis ke arah Guru Dong Il seakan tengah mencibir pernyataan nya barusan dan kembali pada langit gelap.

"Kenapa kau tiba-tiba memutuskan untuk mengungkapkan semuanya kepada anak itu?."

"Aku hanya melakukan apa yang sudah menjadi tugas ku, Baginda raja pun sudah mengizinkan nya."

"Lalu, bagaimana dengan anak itu?."

"Dia memiliki kebijaksanaan yang di miliki oleh Pangeran Taehyung, meski hanya sedikit. Percayakan saja padanya."

Lagi, Guru Heojoon tersenyum sinis di saat Guru dong Il mengulas senyum tulus nya.

"Meski aku sendiri tidak begitu yakin dengan apa yang di pikirkan oleh anak itu, kita hanya bisa mengawasinya dari jauh."

"Sepertinya kau benar-benar sudah menjadi gila."



Selesai di tulis : 11.05.2019
Di publikasikan : 11.05.2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top