Lembar 086

Fajar yang kembali pada Joseon, menyentuh setiap kehidupan yang berada di dalam Istana Gyeongbok. Pagi itu Guru Dong Il terlihat tengah menemani Lee jeon untuk menikmati udara pagi di dalam Istana Gyeongbok dengan di selingi pembicaraan ringan yang membahas tentang rencana pernikahan Kerajaan yang mungkin akan di lakukan dalam waktu dekat, hingga keduanya pun berakhir dengan berdiri di atas sebuah jembatan yang membentang di atas aliran sungai kecil tanpa ada orang lain di sisi mereka. Seakan Lee Jeon yang menginginkan bahwa pembicaraan itu hanya di ketahui oleh keduanya.

"Jika Yang Mulia tidak keberatan, putri dari keluarga Bangsawan manakah yang telah Yang Mulia pilih sebagai pendamping dari Putra Mahkota?."

Lee jeon mengulas senyum tipis nya dan sedikit memutar kakinya, menghadap ke arah aliran sungai dan menatap lurus ke depan.

"Aku tidak tahu apakah dia masih bersedia atau tidak, karna sebelumnya aku telah meminta putri nya untuk menjadi pendamping dari Pangeran Taehyung."

Guru Dong il menatap tak percaya ke arah Lee Jeon. "Mungkinkah?."

"Benar."

Lee Jeon kembali mempertemukan tatapan nya dengan tatapan terkejut dari Guru Dong Il sebelum akhirnya mengalihkan nya kembali, ketika ia mulai mengenang bagaimana rencana yang sudah mereka rencanakan terputus begitu saja tanpa ada penjelasan di saat Taehyung tiba tiba turun tahta dan di gantikan oleh Jungkook.

"Waktu itu, aku membiarkan semua begitu saja. Meski sedikit mustahil, tapi aku berharap bahwa dia belum menikahkan putri nya dengan pemuda dari Bangsawan lain."

"Mohon maaf yang sebesar-besar nya Yang Mulia, tapi bagaimanakah dengan Klan Heo. Hamba rasa mereka sudah menentekun Gadis mana yang akan mendapingi Putra Mahkota."

"Mereka bisa menjadikan putri dari Klan mereka sebagai Selir. Dan aku, akan tetap berdiri pada pendirian ku."

Keputusan mutlak yang telah di ambil oleh Lee Jeon, dan Guru Dong Il pun hanya bisa menerima keputusan yang telah di ambil oleh sang Penguasa Joseon tersebut.
Pandangan Lee Jeon kemudian teralihkan oleh sosok Changkyun yang berjalan tidak jauh dari tempat mereka.

"Anak itu, bukankah?." Lee Jeon menggantungkan pertanyaan dan membuat Guru dong Il mengikuti arah pandang nya dan menemukan Changkyun.

"Apa maksud Yang Mulia adalah Tuan Muda Kim?."

"Benar, bagaimana keadaan nya?."

"Setelah Pangeran menghilang, anak itu selalu bersama dengan Putra Mahkota."

"Begitukah?." Gumam Lee Jeon yang menatap kepergian Changkyun dengan tatapan yang masih sama seperti sebelumnya.

"Dia semakin menjadi anak yang pendiam sepeninggalnya Pangeran, selama ini dia selalu mendapatkan deskriminasi dari orang-orang di sekitar nya. Dia pasti mengalami masa yang sulit ketika Pangeran menghilang."

Lee Jeon terhenyak akan pernyataan dari Guru Dong Il dan hal itu pula yang kemudian membuatnya memutar kakinya menghadap ke arah Guru Dong Il.

"Apa maksud mu dengan deskriminasi?."

"Yang Mulia belum mendengar nya, ini tentang Ungeom itu."

"Ungeom? Maksud mu Kim Namgil?."

"Benar, Yang Mulia."

Lee Jeon mulai tidak mengerti dengan arah perbincangan keduanya, apa yang sebenarnya tidak ia ketahui.

"Jadi apa masalahnya dengan anak itu?."

"Masalah ini sudah berlangsung sejak lama, hamba tidak tahu bagaimana mungkin Yang Mulia tidak mengetahui nya."

"Kalau begitu jelaskan padaku!." Tuntut Lee Jeon.

Guru Dong Il terlihat begitu ragu, entah harus memulai dari mana karna yang paling tahu tentang masalah yang sebenarnya adalah Lee Jeon sendiri.

"Hamba tidak yakin harus memulainya dari mana, tapi yang jelas anak itu tumbuh dengan tekanan dari orang-orang yang memiliki dendam terhadap Tuan Ungeom. Selama ini anak itu selalu menundukkan kepalanya setiap kali bertemu dengan para Bangsawan, dan semenjak kepergian Pangeran dia semakin menjadi sosok yang pendiam."

Lee Jeon menjatuhkan pandangan nya, memikirkan apa yang di ucapkan oleh Guru Dong Il. Dia sama sekali tidak berpikir bahwa apa yang telah terjadi antara dirinya dan juga Namgil akan berpengaruh buruk terhadap Changkyun, dan memang sudah sepantasnya dia menyesal karna seharusnya dia menyadari nya sejak awal.

"Yang Mulia."

Teguran Guru Dong Il yang kemudian membuatnya kembali mengarahkan pandangan nya pada nya.

"Jika Yang Mulia tidak keberatan, izinkan hamba untuk mengatakan kebenaran terhadap anak itu."

"Lakukan lah jika itu bisa menebus kesalahan ku kepada anak itu."

"Hamba mengerti, Yang Mulia." Ujar Guru Dong Il dengan kepala yang tertunduk dalam, di saat tatapan khawatir Lee Jeon tertuju ke arah di mana dia melihat Changkyun sebelumnya.


Pangeran Tersembunyi Joseon


Taehyung turun ke halaman dan menghampiri kelompok pedagang yang akan memulai perjalanan nya kembali, meski dia sangat ingin pergi bersama mereka namun sayang nya Namgil tidak pernah mengizinkan nya dan saat-saat seperti inilah dia merasa sedikit khawatir karna Hwagoon akan jauh darinya dalam waktu yang lama.

Setelah sempat bertegur sapa dengan beberapa orang, mata Taehyung menangkap sosok Hwagoon yang berada di tengah-tengah kumpulan pria paruh baya tersebut dan segera menghampiri nya dengan seulas senyum yang menghiasi kedua sudut bibir nya.

"Agassi."

Sebuah teguran yang membuat Hwagoon langsung berbalik dan mengulas senyum nya ketika mendapati Taehyung berada di hadapan nya.

"Kau akan berangkat?."

"Ne."

"Jika begitu, berhati-hatilah dalam perjalanan kali ini."

"Naeuri selalu mengatakan hal yang sama setiap kali kami akan pergi."

Taehyung memalingkan wajahnya dengan kekehan ringan, merasa bodoh karna harus mengatakan hal yang sama setiap kali Gadis itu akan pergi. Namun sungguh, dia tidak tahu harus mengatakan apa selain kata-kata tersebut. Dia kemudian mengembalikan pandangan nya pada Hwagoon.

"Jaga diri Naeuri baik-baik saat aku pergi, dan jangan sampai terluka."

"Bagaimana mungkin seorang pria yang memiliki pedang bisa tidak terluka, aku tidak bisa berjanji bahwa aku tidak akan terluka. Tapi aku bisa berjanji untuk menunggu kedatangan Agassi kembali."

Semburat merah tampak muncul di kedua pipi Hwagoon yang kemudian sejenak memalingkan wajahnya sembari menahan senyuman di kedua sudut bibirnya.

"Di lain kesempatan,"

Taehyung yang kembali bersuara pun kembali menarik perhatian nya.

",aku berharap bisa ikut serta dalam perjalanan ini." Lanjut nya yang benar benar menunjukkan sebuah harapan bahwa dia benar-benar ingin pergi menjelajahi Joseon bersama dengan Gadis di hadapan nya itu.

"Sepertinya Naeuri harus bisa membuat ahjussi berhenti mengkhawatirkan Naeuri, saat itulah baru Naeuri bisa pergi bersama kami."

Khawatir? Satu kata yang di garis bawahi oleh Taehyung, memang benar bahwa selama ini Namgil selalu membatasi pergerakan nya. Namun benarkah hal itu dia lakukan semata-mata hanya karna perasaan khawatirnya terhadap dirinya, namun atas dasar apa hingga Namgil harus repot-repot mengkhawatirkan nya. Mengingat bahwa keduanya tidak memiliki hubungan apapun sebelum malam itu terjadi.

"Ya! Kim Taehyung."

Lantang seseorang dan membuat perhatian keduanya langsung terarah ke sumber suara, dan tanpa perlu bertanya lagi mereka pun sudah pasti tahu siapa yang memanggil Taehyung dengan begitu lantang, karna hanya Namgil lah satu-satu nya orang yang memanggil taehyung menggunakan nama lengkapnya.

Mereka berdua pun berjalan menghampiri Namgil yang berdiri di bawah tangga bersama dengan Ketua Park.

"Apa yang kau lakukan di sana? Apa kau diam-diam ingin melarikan diri?." Tuntut Namgil begitu keduanya sampai di hadapan nya.

"Abeoji terlalu berlebihan, jika pun aku memaksa untuk ikut. Ketua Park juga tidak akan mengizinkan nya."

Seulas senyum Taehyung yang membuat ketua Park dan juga Hwagoon turut mengulas senyum mereka di saat Namgil sendiri justru menatap sinis ke arah putra angkat nya tersebut.

"Baiklah kalau begitu, sudah waktunya untuk pergi. Jaga rumah ku baik-baik." Ujar Ketua Park dengan kalimat terakhir yang lebih di tujukan kepada Namgil yang justru bersikap acuh.

"Berhati-hatilah."

Taehyung sekilas menundukkan kepalanya sebagai ucapan perpisahan, dan tibalah saat untuk berpisah.
Hwagoon melambaikan tangan nya ke arah keduanya, dan bukannya Taehyung yang membalas lambaian tersebut melainkan Namgil yang berdiri di samping nya.

"Ahjussi.... Jika terjadi sesuatu pada Naeuri, aku tidak akan melepaskan Ahjussi." Lantang Hwagoon.

"Kau tenang saja, aku akan menyiksanya saat kau tidak ada." Balas Namgil.

"Ingat perkataan ku baik-baik."

"Aish.... Sudah sana, pergi!." Kesal Namgil.

Hwagoon mengalihkan pandangan nya pada Taehyung dan saling melempar seulas senyum sebagai ucapan perpisahan sebelum akhirnya dia berbalik dan berjalan memunggungi keduanya, meninggalkan Taehyung dengan perasaan yang mulai memberat ketika membiarkan nya pergi.
Ketakutan akan dia yang tidak bisa lagi melihat Hwagoon setelah Gadis itu pergi menjauh darinya selalu membayangi pikiran nya setiap waktu.

"Berhenti melihat ke arah nya atau mata mu akan bintitan." Ujar namgil yang kemudian menaiki tangga dan berjalan menyusuri teras rumah Ketua Park yang begitu sepi.

Taehyung memutar tubuhnya, menghadap ke arah Namgil yang berjalan pergi. Seulas senyum tipis yang terissa di sudut bibirnya kemudian lenyap ketika pandangan nya terarah kepada punggung sang ayah angkat nya yang memiliki hati yang hangat di balik sikapnya yang tidak perduli.
Dia sendiri pun sempat bertanya-tanya dalam hati, kenapa dia mendapatkan ketenangan ketika berada di samping seorang bar-bar seperti Kim namgil? Dia selalu ingin tahu alasannya. Namun semakin ia menginginkan sebuah jawaban, semakin dia yang tak mampu menemukan jawaban itu.

Dia kemudian berjalan menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar nya, memilih untuk membaca buku di bandingkan dengan pergi keluar.
Dia kemudian berjalan ke sudut ruangan dan mengambil salah satu buku yang berada di sana, membawa nya untuk duduk di belakang meja kecil yang berada di sudut ruangan nya dan mulai membuka halaman buku yang terlihat sudah usang tersebut. Namun pandangan nya teralihkan ketika ia yang tidak sengaja melihat pedang milik Namgil yang di sandarkan di sudut ruangan tepat di samping nya.

Sejenak tatapan Taehyung tertuju pada sebilah pedang yang terbungkus oleh kain hitam di bagian pegangan nya tersebut, dia sendiri juga penasaran akan desain dari pedang Namgil karna jika di lihat-lihat pedang tersebut memiliki desain yang berbeda dari semua pedang yang pernah di lihat oleh nya.
Ingin bertanya pada pemilik nya pun akan sangat percuma karna Namgil tidak pernah mengizinkan siapapun menyentuh pedang nya, lalu apa ini? Mungkinkah namgil melupakan pedang nya atau ini merupakan sebuah keberuntungan bagi Taehyung untuk bisa melihat apa yang berada di balik kain hitam yang membungkus pedang tersebut.

Namun kesempatan itu berlalu dengan begitu cepat ketika sang pemilik pedang sudah kembali ke kamarnya dan mengarahkan tatapan matanya yang selalu terlihat begitu sinis kepada Taehyung yang sedikit mendongakkan kepalanya untuk melihat sang ayah angkat nya yang berjalan mendekatinya.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini?." Sinis Namgil.

"Aku ingin membaca buku."

"Kau belum menyentuhnya bukan?." Ujaranya sembari mengambil pedang nya di saat Taehyung memberikan sebuah gelengan.

"Jika kau berani menyentuh nya, ku penggal kepalamu." Ketusnya yang kemudian berjalan keluar setelah mendapatkan kembali pedang nya dengan Taehyung yang hanya mampu menatap dalam diam kepergian nya tersebut.

"Dia orang yang sedikit aneh." Gumamnya dengan seulas tawa ringan tanpa suara yang kemudian menyisakan seulas senyum tipis di sudut bibirnya, ketika ia mulai mengarahkan pandangan nya kepada buku di hadapan nya.

Selesai di tulis : 10.05.2019
Di publikasikan : 11.05.2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top